Bogor, 3 November 2025 – Yayasan Warga Upadaya sukses menyelenggarakan Aspirasi Suara Anak tentang Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana untuk Perda Perlindungan Anak pada 3 November 2025 di Gedung DPRD Kota Bogor. Acara ini bertujuan untuk membuka ruang bagi generasi dan pemuda dalam menyuarakan aspirasi mereka terkait isu dan kebijakan lingkungan yang semakin mendesak, sekaligus mendorong kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim khususnya dalam Perda Perlindungan Anak yang akan disahkan pada tahun mendatang.
Kegiatan ini didasari kondisi hidrometeorologi Kota Bogor yang rentan terhadap banjir, longsor, dan gangguan ekosistem akibat perubahan iklim. Generasi muda SMA/SMK, organisasi kepemudaan keagamaan, serta perwakilan pemerintahan seperti BPBD, KCD Wilayah 2 Provinsi Jawa Barat, DP3A, dan Dinas Pendidikan turut hadir dan terlibat aktif dalam merumuskan rekomendasi, serta pleno Suara Anak Bogor untuk audiensi Bersama DPRD Kota Bogor serta perangkat Pemkot Bogor.
Kegiatan utama disampaikan oleh perwakilan dari ChildFund International sebagai inisiator perubahan dan partisipasi generasi muda. Generasi muda diajak untuk merumuskan kebijakan dan rekomendasi yang mencakup pemahaman dasar perubahan iklim akibat gas rumah kaca seperti CO₂, CH₄, dan NOₓ, dengan dampak suhu ekstrim dan peningkatan bencana hidrometeorologi. Ia juga membahas empat strategi mitigasi: substitusi energi fosil dengan terbarukan, offset melalui reforestasi, eliminasi alat beremisi tinggi, dan pengurangan melalui peralatan efisien energi. Selain itu, enam strategi adaptasi seperti konservasi air, reboisasi, dan penguatan sektor kesehatan serta infrastruktur, serta mitigasi bencana berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007
Hadir pula, Kepala KCD II Jawa Barat beserta Endah Purwanti, S.Pi dari Komisi 4 DPRD Kota Bogor, yang memberikan semangat bagi generasi muda. “Saya mengajak anak muda untuk aktif menyarankan dan memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Bogor dalam pembentukan kebijakan lingkungan berkelanjutan,” katanya, menekankan suara anak sebagai bagian integral mitigasi bencana.
Katarina Saraswati, Koordinator Program Yayasan Warga Upadaya, menyampaikan presentasi Model Ekologi Perlindungan Anak. Model ini menjelaskan lapisan perlindungan: individu anak dengan hak dasar atas perlindungan, pendidikan, kesehatan, dan kerentanan terhadap kekerasan; keluarga sebagai lingkar pertama pengasuhan aman; lingkungan sekitar seperti sekolah dan tetangga dengan budaya ramah anak; masyarakat melalui LSM dan komunitas untuk norma sosial serta sistem pelaporan; hingga pemerintah yang menyusun kebijakan dan layanan. Prinsip dasar mencakup non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, dan partisipasi, dengan 10 hak anak seperti bermain, pendidikan, dan peran dalam pembangunan. Risiko seperti kekerasan dan perundungan disorot, dengan tindak lanjut komitmen kolektif dan kolaborasi lintas sektor. “Kami berkomitmen memberdayakan anak sebagai agen perubahan agar suara mereka didengar,” kata Katarina.
Workshop yang diikuti lebih dari 70 peserta anak usia 10-18 tahun dari 50 sekolah negeri dan swasta serta 6 sekolah unggulan negeri ini, didukung oleh ChildFund International di Indonesia, BPBD Kota Bogor, dan DPRD Kota Bogor. Adli Firlian Ilmi dari SMA Negeri 3 Bogor menekankan bahwa program hasil rekomendasi dalam kegiatan ini bisa dijalankan melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, pihak swasta, dan BUMN seperti PLN, mirip dengan inisiatif nasional di berbagai daerah Indonesia. Usulan ini juga mencakup penerapan infrastruktur perkotaan ramah iklim, seperti aspal permeabel untuk mencegah genangan air dan pengembangan “Sponge City” dengan waduk kecil serta ruang terbuka hijau (RTH) yang berfungsi sebagai area resapan air, tempat bermain anak, serta peningkat kualitas udara untuk mengurangi risiko penyakit akibat polusi.
Salah satu rekomendasi menonjol datang dari Kelompok 3, yang diketuai oleh murid dari SMA Negeri 3 Kota Bogor. Mereka mengusulkan program “SERULING” (Sekolah Ramah Lingkungan), yang terinspirasi dari bahasa Sunda sebagai penghormatan terhadap kearifan lokal, dengan gagasan utama “Satu Sekolah, Satu Panel Surya”. Inisiatif ini bertujuan mendorong setiap sekolah di Kota Bogor untuk memasang setidaknya satu panel surya, sehingga beralih ke energi bersih, menghemat biaya listrik, dan memperkuat kesadaran siswa terhadap energi terbarukan.
–##–
Narahubung:
Adli Firlian Ilmi adlifirlian@gmail.com
Leave A Comment