Jakarta, 29 Juli 2019 – Keberagaman pangan yang tidak hanya bergantung pada beras merupakan kunci pembangunan sumber daya manusia yang unggul kedepannya. Kebijakan keseragaman pangan dengan beras-isasi sejak orde baru menjadikan sumber pangan Nusantara lainnya terpinggirkan, demikian kesimpulan talkshow yang diadakan oleh Yayasan KEHATI dengan tema “Keberagaman sebagai Jawaban Sumber Kebutuhan Pangan Lokal ke Depan” di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta.

Data dari Badan Ketahanan Pangan menunjukan bahwa Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu. Keragaman sumber pangan ini merupakan yang tertinggi di dunia setelah Brazil. Menumpukan kebutuhan pangan nasional hanya pada beras jelas berisiko, selain karena tidak semua lahan cocok untuk tanaman padi, perubahan iklim merupakan ancaman tersendiri bagi produktifitas sawah.

“Upaya untuk kembali ke sumber pangan lokal harus ditingkatkan. Keragaman sumber pangan Nusantara merupakan jawaban terhadap permasalahan kelaparan, gizi buruk, termasuk perubahan iklim“, jelas Direktur Program Yayasan KEHATI Rony Megawanto.

Penyeragaman pangan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi, telah menempatkan sebagian masyarakat justru rentan pangan. Kasus gizi buruk dan bencana kesehatan di Asmat, Papua awal tahun 2018 yang menewaskan 72 anak menjadi puncak gunung es kerentanan pangan Indonesia. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2018 tentang ”Kondisi Ketahanan Pangan dan Gizi di Dunia” juga menyebutkan, Indonesia adalah negara yang memiliki prevalensi tinggi untuk tiga indikator malnutrisi, yaitu anak pendek (child stunting), kurus (child wasting), dan kegemukan (child overweight).

“Selama 25 tahun KEHATI berdiri, KEHATI selalu memperhatikan respons yang beragam terhadap isu keanekaragaman hayati dengan melakukan penyesuaian visi dengan isu yang berkembang. Sebagai pedoman KEHATI dalam menjalankan program-programnya, terdapat tiga pilar konservasi sumber daya hayati yaitu melindungi, mengawetkan atau memelihara, dan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang saling terkait satu sama lain. Dalam perkembangannya, KEHATI menggunakan pendekatan ekosistem yang berfokus pada pangan (pertanian), energi, kesehatan, dan air (PEKA), dimana PEKA menyasar ekosistem penopang sebagian besar kehidupan masyarakat,“ ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos.

Dengan kekayaan keanekaragaman potensi pangan di Indonesia, maka kebijakan untuk meninggalkan bias beras dan menyambut berbagai kearifan lokal masyarakat akan mendorong perbaikan gizi masyarakat. Hal yang ditekankan oleh Yayasan KEHATI ini sejalan dengan komitmen pemerintah.

Yayasan KEHATI mengajak masyarakat untuk melihat dan memahami pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati untuk kedaulatan pangan, khususnya kemandirian dan ketahanan pangan lokal serta kearifan lokal masyarakat sebagai pangan nusantara. Pangan nusantara akan menjadi bagian yang sangat penting dalam membangun sistem pangan nasional.

Dalam pidato kemenangan pemilu yang disampaikan pada 14 Juli 2019, Presiden Jokowi menekankan bahwa titik dimulainya pembangunan sumber daya manusia Indonesia adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, balita, dan anak usia sekolah. Usia emas tersebut adalah kunci untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan dan hal tersebut perlu dijaga sehingga tidak ada lagi stunting, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat, tambah Jokowi. Terkait pengembangan Sumber Daya manusia, yang tidak terlepas dari pentingnya pemenuhan gizi yang baik dan seimbang, di situlah keberagaman bahan pangan nusantara memegang peranan penting.

Rekomendasi Keragaman Pangan Nusantara

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sudah secara tegas menyatakan penganekaragaman Pangan merupakan upaya meningkatkan Ketersediaan Pangan yang beragam dan berbasis potensi sumber daya lokal. Dengan regulasi tersebut, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan dan pengembangan produksi pangan lokal. Beberapa daerah sudah merespon dengan menerbitkan peraturan daerah. Contohnya, Pemerintah Kabupaten Sumbawa menerbitkan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 2 Tahun 2014 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kabupaten Banyuwangi juga menerbitkan Peraturan Bupati Banyuwangi No 35/2015.

Tahun 2017, Bupati Sangihe membuat kebijakan dua hari tanpa beras dan diganti dengan konsumsi pangan lokal. Selain sebagai upaya untuk mengajak masyarakat Sangihe kembali mengkonumsi sumber karbohidrat yang beragam, kebijakan tersebut merupakan langkah untuk menggalakkan pangan lokal yang ada di Sangihe seperti talas, sagu dan umbi-umbian lainnya. Dengan kebijakan ini diharapkan terjadi perputaran uang ada di dalam Sangihe untuk meningkatkan ekonomi petani lokal.

Sesuai dengan policy brief yang dikeluarkan oleh Yayasan KEHATI, terdapat 7 usulan agar Indonesia dapat mewujudkan cita-cita ketahanan pangan yaitu:

Pertama, pemerintah dan stakeholder terkait perlu mengembalikan konsep pangan Nusantara yang didasarkan pada keberagaman sumber daya hayati dan budaya lokal. Pemerintah perlu mengubah visi pangan nasional yang mengakomodir keragaman dan kebutuhan pangan lokal, yang secara alami telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat dan secara budaya menjadi sumber pangan masyarakatnya. Oleh karena itu, ketersediaan pangan nasional harus memasukkan data tentang ketersediaan pangan nusantara dan tidak lagi disederhanakan hanya menjadi padi, jagung, dan kedelai yang kemudian dipaksanakan diseluruh Indonesia yang memiliki keberagaman agroklimat dan budaya.

Kedua, pemerintah dan stakeholder terkait perlu mengarusutamakan pangan Nusantara ke dalam program nasional sebagai pengejawantahan dari visi Presiden terpilih, yaitu pembangunan sumber daya manusia dan APBN yang fokus & tepat sasaran. Selain itu, perlu memperluas ruang lingkup visi Presiden terpilih untuk mempercepat dan melanjutkan pembangunan infrastruktur, tidak hanya persawahan dan perkebunan melainkan juga wilayah cadangan pangan lainnya.

Ketiga, gagasan tentang mengembalikan keberagaman pangan Nusantara perlu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), program prioritas nasional, dan sistem penganggaran nasional.

Keempat, pemerintah dan stakeholder terkait perlu menyusun target nasional penurunan konsumsi beras sebagai sumber karbohidrat dan menggantinya dengan ragam pangan nusantara lainnya.

Kelima, kebijakan tentang pangan perlu diintegrasikan dengan kesehatan, keberagaman hayati, perubahan iklim, dan sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya goal ke-2. Perlu ditekankan bahwa produksi pangan ke depan harus mengembangkan model berkelanjutan melalui pendekatan agroekologi yang berbasiskan empat pilar: layak secara ekonomi, teknologi adaptif, tidak merusak lingkungan, serta secara sosial-budaya diterima warga.

Keenam, pemerintah dan stakeholder terkait perlu merealisasikan Cadangan Pangan Masyarakat (CPM), sesuai UU Pangan Pasal 33, di mana masyarakat punya hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam mewujudkannya. Demikian juga perlu pemerintah memfasilitasi pengembangan CPM sesuai kearifan lokal.

Ketujuh, pemerintah dan stakeholder terkait perlu membangun mekanisme pemberian insentif, termasuk penghargaan, bagi pemerintah daerah dan pegiat pelestarian pangan Nusantara.

–##–

Tentang Yayasan KEHATI

KEHATI adalah yayasan yang didirikan sejak 12 Januari 1994 dengan maksud untuk menghimpun dan mengelola sumber daya yang selanjutnya disalurkan dalam bentuk hibah, fasilitas, konsultasi dan berbagai fasilitas lain guna menunjang berbagai program kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan pemanfaatannya secara adil dan berkelanjutan.