Undangan datang via email ke Redaksi Hijauku.com minggu lalu untuk mewawancarai Charles Bedford, Managing Director, The Nature Conservancy (TNC) untuk wilayah Asia Pasifik. Charles minggu ini tengah berkunjung ke Jakarta guna mewawancarai kandidat Country Director TNC Indonesia.

Kesempatan berharga ini tentu tidak kami lepas begitu saja. Charles Bedford – walau baru menempati posisi ini sejak Januari lalu – adalah sosok yang telah berpengalaman dalam aksi pelestarian lingkungan.

Ia telah 20 tahun terlibat dalam program konservasi di Amerika Serikat, China dan Mongolia. Selama 20 tahun terakhir pula ternyata TNC telah berkiprah di Indonesia.

Hizbullah Arief dari Hijauku.com bertandang ke kantor TNC Indonesia di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (13/8), untuk berdiskusi dengan Charles mengenai masalah lingkungan dan program TNC di Tanah Air.

Kepada Hijauku.com, Charles berbagi visi tentang pengelolaan lingkungan dan cara melibatkan masyarakat dalam aksi menyelamatkan alam. Berikut petikannya.

Bisa diceritakan kegiatan TNC selama ini di Indonesia?

TNC sudah ada di Indonesia selama 20 tahun, kami memiliki dua program yang terpisah namun terintegrasi di darat maupun di laut. Di darat kami berfokus pada hutan seperti upaya mengurangi emisi karbon dari sektor kehutanan, pengelolaan kayu dan konservasi spesies. Sementara di laut kami berfokus pada isu segitiga koral (coral triangle) bekerja sama dengan komunitas lokal guna memastikan kesehatan dan kelestarian terumbu karang yang menjadi sumber ekonomi masyarakat.

Anda datang untuk mewawancarai kandidat Country Director TNC Indonesia, apa yang Anda harapkan pada para kandidat ini?

Pertama, saya ingin menyampaikan bahwa TNC adalah lembaga swadaya masyarakat internasional, namun di sejumlah negara, seperti Indonesia, China dan Afrika, operasi TNC dipegang oleh staf-staf lokal. TNC juga memiliki para penasehat lokal, mereka yang menentukan arah dan agenda TNC, karena mereka lebih paham mengenai wilayahnya. Yang terpenting para staf lokal ini memiliki kemampuan, lisensi untuk menggunakan nama TNC dengan sebaik-baiknya.

Yang kami cari dari sosok Country Director adalah seseorang wirausahawan, yang kreatif dan fleksibel yang bisa menggunakan nama dan misi TNC untuk berinteraksi dengan pemerintah, masyarakat dan pebisnis sesuai dengan budaya Indonesia.

Banyak program konservasi yang jauh dari jangkauan dan perhatian masyarakat, di tengah hutan atau di lautan, bagaimana cara TNC untuk mendekatkan isu pelestarian alam ini ke masyarakat sehingga mereka lebih sadar akan masalah lingkungan seperti perubahan iklim dan pemanasan global?

Benar, proyek kami seperti proyek terumbu karang dan hutan di Berau, Kalimantan Timur yang letaknya sangat jauh dari kota Jakarta. Namun pada dasarnya isu ini sangat dekat dengan masyarakat. Jika Anda berbicara dengan orang awam di jalanan, mereka akan langsung paham mengenai pentingnya pelestarian hutan dan terumbu karang bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka. Mereka tahu bahwa hutan menyerap emisi karbon dan menyediakan bahan baku untuk pembangunan.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita bisa menggerakkan mereka, membuat mereka tertarik dengan program konservasi di Berau atau terumbu karang. Saya kira itulah peran individu seperti Anda untuk melakukan edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya konservasi lingkungan. Beberapa bulan yang lalu TNC meluncurkan halaman situs baru dalam Bahasa Indonesia agar lebih mendekatkan program TNC ke masyarakat.

Bagaimana pendapat Anda dengan kondisi di Asia Pasifik saat ini dimana 85% dari energi yang kita gunakan masih bersumber dari bahan bakar fosil?

Secara organisasi, TNC tidak akan berbicara mengenai efisiensi atau teknologi energi baru, karena itu bukan keahlian kami. Namun kami bisa memberikan masukan bagaimana mengembangkan energi baru bahkan energi tradisional dengan lebih baik.

Contoh di Gurun Gobi di Mongolia, kami membantu mengembangkan lokasi pertambangan agar bisa meminimalisir bahaya dan kerusakan lingkungan. Di Amerika Serikat, kami juga telah banyak bekerja sama dengan industri tenaga surya, membantu mereka menemukan lokasi paling ideal untuk ladang surya (solar farm), sekali lagi untuk meminimalisir kerusakan dan bahaya terhadap lingkungan.

Sementara di Indonesia kami memberikan masukan mengenai dampak pembukaan perkebunan kelapa sawit terhadap lingkungan, misalnya apa dampak yang ditimbulkan jika perusahaan menebang hutan atau menggunakan lahan kritis untuk perkebunan sawit.

Bagaimana cara “menyeimbangkan” antara pertumbuhan ekonomi, upaya mengurangi kemiskinan dan upaya melestarikan lingkungan?

Saya tidak terlalu setuju dengan kalimat “menyeimbangkan antara ekonomi dan alam”. Menurut saya tidak ada tukar menukar (trade off) antara ekonomi dan lingkungan, karena ekonomi 100% bergantung pada alam.

Yang harus kita lakukan adalah pendekatan yang lebih terintegrasi. Jika Anda memerlukan pertumbuhan ekonomi, Anda juga harus memertimbangkan ekologi dalam perspektif yang lebih panjang.

Misalnya, bagaimana kita tetap bisa memroduksi kayu dengan menghindari emisi karbon, tetap menjaga keanekaragaman hayati serta mensejahteraan masyarakat. Misi ini lebih panjang daripada praktik 6 bulan menebang hutan. Jika Anda punya visi jangka panjang, antara 15, 20, sampai 25 tahun, Anda memiliki visi ekonomi dan ekologi yang lebih cerdas.

Amerika Serikat adalah negara yang termasuk berhasil memanfaatkan sumber daya alam untuk menunjang pertumbuhan ekonomi menjadi ekonomi terbesar di dunia. Kini, dalam 100 tahun terakhir mereka lebih bertanggung jawab dalam menggunakan sumber daya alam.

Situasi di Indonesia dan China berbeda. Sumber daya alam di Indonesia terus menipis sementara ekonominya baru berkembang. Indonesia harus lebih bijak menggunakan sumber daya alam agar bisa melindungi lingkungan dan menumbuhkan perekonomian.

Bagaimana cara untuk lebih melibatkan pebisnis dan masyarakat dalam gerakan lingkungan?

Indonesia adalah negara dengan tingkat penetrasi sosial media seperti facebook dan Twitter terbesar di dunia. Dalam demokrasi, sosial media berperan penting, Anda juga akan menghadapi pemilihan presiden sebentar lagi.

TNC tidak pernah mendukung satu kandidat tertentu namun kami menyediakan forum bagi para kandidat ini berbicara tentang visi ekologis mereka. Debat antar kandidat ini bisa dilakukan dengan cara yang produktif. Lebih mudah untuk menggali pemikiran para politikus ini tentang lingkungan sebelum mereka terpilih. Banyak isu yang bisa diangkat untuk menciptakan perhatian kepada lingkungan.

Contoh, banyak organisasi lingkungan yang belum berhasil mengaitkan bahaya polusi udara terhadap kesehatan, padahal hal ini sangat mudah dilakukan. Di Beijing misalnya, kota dengan tingkat polusi terparah di bumi, jumlah penderita kanker dan gangguan pernafasan 10 kali lipat lebih tinggi di atas normal.

Kita hanya perlu datang ke bangsal kanker di rumah sakit di Beijing untuk menemukan bukti-buktinya. Mereka sangat menderita. Fakta ini memang menyakitkan, namun dengan menghubungkan masalah lingkungan dengan masalah kesehatan seperti ini, masyarakat dan politisi akan lebih mudah disadarkan.

Di Indonesia, kita bisa menerapkan prinsip yang sama. Dari pengalaman saya di sejumlah negara, seperti di Amerika Serikat dan Mongolia, kesadaran terhadap lingkungan sangat terkait dengan tingkat pendidikan masyarakatnya.

Tuntutan demokratis terhadap kondisi kesehatan dan kualitas hidup yang layak sangat penting. Di China pun, banyak tuntutan demokratis dan protes yang muncul di masyarakat walau tidak terekspos oleh media.

Kesadaran atas hukum dan korupsi juga penting sebagaimana di Indonesia. Setiba saya di bandara, saya banyak menemukan poster yang melarang korupsi, ini adalah perkembangan yang bagus.

Namun banyak yang skeptis terhadap peran pemerintah dalam menyelamatkan lingkungan. Contoh, walaupun pemimpin telah berganti namun masalah lingkungan tidak juga terselesaikan. Di Jakarta, metromini yang tidak laik jalan dengan polusi yang parah masih tetap berkeliaran, tidak ada perubahan dari tahun-tahun sebelumnya. Apa pendapat Anda tentang hal ini?

Pertanyaan yang menarik, saya dulu juga pernah bekerja di pemerintahan di salah satu negara bagian besar di Amerika Serikat (Colorado). Bahkan di Amerika Serikat pun – yang lebih taat hukum – saya mengalami kesulitan, saya juga skeptis.

Namun tekanan demokratis dari masyarakat dan tekanan ekonomi dari korporasi ternyata bisa membuat perubahan. Korporasi tidak akan membuka cabang mereka di Jakarta jika kualitas lingkungan dan infrastruktur seperti transportasi dan telekomunikasi tidak mendukung.

Korporasi biasanya memiliki visi yang lebih panjang. Mereka tidak akan berinvestasi jika infrastruktur, kualitas udara, kualitas hidup masyarakatnya tak terjamin. Sehingga sektor korporasi juga memiliki peran untuk menciptakan perubahan. Bahkan ada korporasi yang berpikir hingga 50 tahun ke depan. Semua ini akan memberikan tekanan pada pemerintah untuk peduli terhadap kualitas lingkungan.

Satu lagi yang berperan penting adalah keterlibatan masyarakat (civil society). Pertumbuhan yang sehat lembaga swadaya masyarakat yang muncul dan lahir di negara masing-masing juga penting.

Ada dua model, yang pertama adalah model Amerika Serikat dimana lembaga swadaya masyarakat berperan sangat aktif dalam politik serta memengaruhi kebijakan dan model Eropa dimana pemerintah yang lebih berperan.

Asia lebih banyak mengadopsi model Eropa dimana pemerintah lebih aktif, namun hal itu kini telah mengalami perubahan. Di China, kontrol terhadap lembaga swadaya masyarakat lebih longgar dan mereka kini lebih didengar oleh masyarakat, terutama dalam isu lingkungan. Kemampuan mereka memengaruhi kebijakan juga terus meningkat. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Lembaga swadaya masyarakat dan media terus tumbuh dan memiliki peran penting (dalam edukasi lingkungan).

Selain memimpin TNC Asia Pasifik, Charles juga telah menulis sejumlah penelitian mengenai hukum dan sumber daya alam. Buku terbarunya berjudul “Protecting China’s Biodiversity: A guide to land use, land tenure and land protection tools” menunjukkan kemampuannya bekerja di negara yang “sulit” seperti China. Charles saat ini tinggal di Hong Kong bersama istrinya, Tamera dan anak perempuannya yang berusia 7 tahun, Carter.

Redaksi Hijauku.com