COP27 di Mesir diharapkan menjadi konferensi yang bisa mendorong Persetujuan Paris masuk ke tahap implementasi. Simon Stiell, Sekretaris Eksekutif UNFCCC yang baru, pada pembukaan Konferensi perubahan iklim ke-27 atau COP27, 7 November 2022 menyeru semua pihak di bawah Persetujuan Paris – atau yang lebih dikenal dengan istilah “parties” – untuk menyelaraskan “seluruh aktivitas manusia” dengan target Persetujuan Paris yaitu membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5° Celsius.
Saat itu, Stiell dengan tegas mengatakan, “Paris memberi kami kesepakatan, Katowice dan Glasgow memberi kami rencana, Sharm El-Sheikh (akan) membawa kami ke implementasi,” ujarnya ambisius. “Kebijakan kita, bisnis kita, infrastruktur kita, aksi kita, semua harus selaras dengan Persetujuan Paris,” tulisnya di akun sosial media Twitter.
Bicara mengenai implementasi, apa yang akan diimplementasikan? Yang terus menjadi perdebatan adalah implementasi janji pendanaan iklim (climate finance pledge) sebesar $100 miliar per tahun dari negara-negara maju untuk mendanai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Janji yang disampaikan di COP15 di Copenhagen, Denmark, 13 tahun yang lalu tersebut hingga akhir COP27 belum juga dipenuhi. Hal ini – seperti yang sudah sering disampaikan oleh delegasi negara-negara berkembang dan kepulauan kecil – akan terus menggerus kepercayaan mereka terhadap “niat baik” dari negara-negara maju tersebut.
Yang kedua, berbagai laporan sudah menegaskan – dengan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi (high confidence) – bahwa untuk membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5° Celsius, dunia harus melakukan transisi-transisi secara bertahap dan adil dari semua jenis bahan bakar fosil ke teknologi energi bersih yang rendah karbon.
Implementasi detil dijelaskan dalam Laporan Kajian ke-6 dari IPCC atau IPCC Sixth Assessment Report, berjudul “Climate Change 2022: Mitigation of climate change,” kontribusi dari Kelompok Kerja III (Working Group III) yang sudah disetujui oleh 195 negara anggota IPCC pada 4 April 2022.
Dalam laporan ini, IPCC dengan lantang menyerukan – sekali lagi dengan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi – jika dunia ingin membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5°C (2,7°F) pada akhir abad ini, emisi gas rumah kaca dunia harus mencapai titik tertinggi sebelum 2025 dan dipangkas sebesar 43% pada 2030. Pada saat yang sama, emisi metana juga harus dikurangi sepertiganya. Implementasi ini harus dilakukan, “Sekarang atau tidak sama sekali,” ujar Jim Skea, yang turut mengetuai IPCC Working Group III. “Tanpa pengurangan emisi yang ambisius dan cepat di semua sektor, target tersebut akan mustahil tercapai,” tuturnya.
Laporan IPCC juga menyatakan, temperatur akan menjadi stabil jika dunia berhasil mencapai emisi nol bersih atau net zero emission pada awal 2050 untuk mencapai target 1,5°C (2,7°F) atau di awal 2070 untuk mencapai target 2°C (3,6°F). Lagi-lagi teks yang menggariskan transisi ke teknologi energi bersih rendah karbon gagal disepakati di COP27 ini.
Lantas apa “keberhasilan” dari COP27?
Yang pertama menurut penyelenggara adalah tetap dipertahankannya ambisi untuk membatasi kenaikan suhu bumi 1,5°C. Namun melihat lemahnya niat untuk melakukan transisi ke teknologi energi bersih yang rendah karbon, ambisi tersebut seperti jauh panggang dari api.
Yang kedua, yang dielu-elukan adalah kesepakatan mengenai pendanaan baru untuk “Loss and Damage” bagi negara-negara yang rentan terdampak krisis iklim. Klausul “Loss and Damage” merujuk pada kondisi kerusakan sebagai akibat dari krisis perubahan iklim.
Negara-negara maju atau negara-negara yang secara historis mengeluarkan emisi gas rumah kaca terbesar menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kerusakan bencana akibat krisis iklim ini. Sementara negara-negara berkembang, negara miskin dan negara-negara pulau kecil terutama di wilayah Asia dan Pasifik menjadi pihak yang paling rentan terkena dampaknya. Mereka tidak memiliki kemampuan mitigasi dan adaptasi. Daya tahan mereka, hasil pembangunan mereka, terus tergerus oleh bencana akibat krisis iklim seperti yang baru-baru ini terjadi di Pakistan yang mencabut 1717 jiwa pada Juni 2022.
Janji tinggal janji. Baik itu dana untuk “Loss and Damage“, dana iklim $100 miliar per tahun yang seharusnya untuk membantu upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk untuk membiayai transisi ke energi bersih, semuanya belum terpenuhi. Semua belum jelas dari mana dana tersebut berasal.
Salah satu mekanisme pendanaan yaitu perdagangan karbon seperti yang tercantum dalam Artikel 6 atau Article 6 – yang digadang-gadang akan membuat Perjanjian Paris beroperasi penuh – gagal disepakati karena berbagai alasan seperti transparansi dan sebagainya. Intinya semua janji hingga hari ini masih hanya sekedar janji. Dan dunia (parties) seperti biasa akan kembali berpesta (party) di COP28 di Dubai tahun 2023 nanti.
Redaksi Hijauku.com
[…] post COP27 Gagal Implementasikan Persetujuan Paris appeared first on Situs Hijau […]