Hanya 24 dari 193 negara yang meratifikasi Persetujuan Paris mengajukan NDCs baru atau yang diperbarui. Pengajuan ini terjadi dalam periode setelah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow (COP26) hingga 23 September 2022.

Menurut analisis UN Climate Change, jika 24 janji iklim terbaru tersebut digabungkan dengan NDCs lain, total NDCs yang diajukan 193 negara di bawah Persetujuan Paris akan menempatkan dunia di jalur pemanasan global 2,5° Celcius pada akhir abad ini.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa komitmen NDCs saat ini akan meningkatkan emisi sebesar 10,6% pada tahun 2030, dibandingkan level tahun 2010. Hal ini merupakan “peningkatan” dari janji iklim setahun sebelumnya, yang meningkatkan emisi sebesar 13,7% pada tahun 2030 dibandingkan level tahun 2010.

Laporan IPCC tahun 2018 menyatakan, emisi CO2 harus dipangkas 45% pada tahun 2030, dibandingkan level tahun 2010 guna membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5° Celcius. Sementara data terbaru dari IPCC yang dirilis awal tahun ini – yang menggunakan 2019 sebagai data dasar/baseline – menyatakan, emisi GRK perlu dikurangi 43% pada tahun 2030.

Membatasi kenaikan suhu di bawah 1,5° Celcius pada akhir abad ini juga berarti menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim, termasuk kekeringan yang lebih sering dan parah, gelombang panas dan curah hujan yang semakin ekstrem.

Laporan UN Climate Change juga menganalisis strategi pembangunan rendah emisi jangka panjang yang melihat rencana negara-negara untuk beralih ke emisi nol bersih pada atau sekitar pertengahan abad. Analisis laporan tersebut menunjukkan, emisi gas rumah kaca negara-negara yang meratifikasi Persetujuan Paris bisa 68% lebih rendah pada tahun 2050 dibanding level tahun 2019, jika semua strategi jangka panjang diterapkan sepenuhnya tepat waktu.

Saat ini, hanya 62 negara yang meratifikasi Persetujuan Paris yang memiliki strategi jangka panjang. Negara-negara ini menyumbang 83% dari PDB dunia, 47% dari populasi global pada tahun 2019, dan sekitar 69% total konsumsi energi pada tahun 2019. Menurut UN Climate Change, ini adalah sinyal kuat bahwa dunia mulai membidik target emisi nol bersih.

Namun laporan ini juga mencatat, banyak target nol bersih yang tidak pasti dan menunda tindakan kritis untuk masa depan yang perlu dilakukan sekarang. Padahal, laporan UN Climate Change menyatakan, aksi iklim yang ambisius sebelum 2030 sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan jangka panjang Perjanjian Paris.

Untuk itu menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP 27), pemerintah diminta untuk meninjau kembali rencana iklim mereka dan membuatnya lebih kuat untuk menutup kesenjangan pengurangan emisi yang dilandasi oleh sains di dekade ini.

“COP 27 adalah momen di mana para pemimpin global bisa mendapatkan kembali momentum tentang perubahan iklim, membuat poros yang diperlukan dari negosiasi ke implementasi dan bergerak pada transformasi besar-besaran yang harus terjadi di seluruh sektor masyarakat untuk mengatasi darurat iklim,” ujar Simon Stiell, Sekretaris Eksekutif UN Climate Change.

Stiell mendesak pemerintah untuk datang ke COP27 untuk menunjukkan bagaimana mereka mengimplementasikan Persetujuan Paris melalui undang-undang, kebijakan dan program, serta bagaimana mereka akan bekerja sama dan memberikan dukungan untuk implementasinya. Menurut Stiell, ada empat bidang prioritas yang harus membuat kemajuan di COP 27: mitigasi, adaptasi, kehilangan dan kerusakan (loss and damage), dan keuangan.

“COP27 akan menjadi momen penting dalam aksi iklim dunia,” ujar Sameh Shoukry, Menteri Luar Negeri Mesir dan Presiden COP27. Konferensi Perubahan Iklim PBB COP 27 akan berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir, dari 6 hingga 18 November tahun ini.

Redaksi Hijauku.com