Produksi bahan bakar fosil global harus turun dengan cepat dan tajam agar konsisten dengan upaya membatasi pemanasan global di bawah 1,5°C pada akhir abad ini.

Namun, alih-alih mengurangi dengan ambisius produksi bahan bakar fosil, negara-negara dunia justru berencana memroduksi bahan bakar fosil dua kali lipat atau 200% lebih besar di 2030 dibandingkan jika mereka sungguh-sungguh berupaya mencapai target perubahan iklim 1,5°C.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru United Nations Environment Programme (UNEP) berjudul “The Production Gap” yang dirilis hari ini, 20 Oktober 2021.

Laporan ini menemukan, kesenjangan antara rencana produksi bahan bakar dunia dan pembatasan produksi yang sejalan dengan aksi iklim ini tidak banyak berubah sejak analisis pertama dilakukan UNEP pada tahun 2019.

Kesenjangan produksi terbanyak masih ditempati batubara dimana pemerintah berencana akan memroduksi sekitar 240% lebih banyak batubara pada tahun 2030. Sementara kesenjangan untuk minyak mencapai 57% lebih banyak dan gas 71% lebih banyak dibanding skenario produksi yang akan konsisten membatasi pemanasan global hingga 1,5°C.

Laporan UNEP bahkan menemukan data sebagian besar produsen minyak dan gas utama dunia, justru berencana untuk melanjutkan dan meningkatkan produksi bahan bakar fosil hingga 2030 dan sesudahnya, terutama produsen-produsen batu bara besar.

Dan sejak awal pandemi COVID-19, negara-negara G20 telah mengucurkan lebih banyak pendanaan baru untuk bahan bakar fosil dibanding pendanaan untuk energi bersih.

Negara-negara G20 telah mengucurkan hampir $300 miliar pendanaan baru untuk bahan bakar fosil sejak awal pandemi COVID-19 — lebih banyak dibanding pendanaan untuk energi bersih.

Peningkatan pendanaan terhadap bahan bakar fosil (di dalam negeri) ini bertolak belakang dengan tren internasional di mana negara-negara maju telah menurunkan secara signifikan pembiayaan publik internasional baru mereka untuk produksi bahan bakar fosil dalam beberapa tahun terakhir.

Bank pembangunan multilateral (MDB) dan lembaga keuangan untuk pembangunan (DFI) G20, yang memiliki aset lebih dari $2 triliun, telah mengadopsi kebijakan yang mengecualikan kegiatan produksi bahan bakar fosil dari pembiayaan masa depan mereka.

Tergantung Pemerintah

Laporan UNEP menekankan, agar target iklim tercapai, pemerintah harus berperan lebih besar menutup kesenjangan produksi dan aksi iklim dan memastikan transisi dari bahan bakar fosil berjalan secara adil dan merata.

Menurut UNEP selain memperkuat upaya untuk mengurangi permintaan bahan bakar fosil, pemerintah juga harus memastikan penurunan produksi bahan bakar fosil secara terkendali. Hal tersebut bisa dilakukan dengan:

1. Mengakui adanya kebutuhan untuk mengurangi produksi bahan bakar fosil global sejalan dengan Persetujuan Paris. Hal ini akan mendorong terciptanya akuntabilitas kebijakan.

2. Merencanakan pengurangan produksi bahan bakar fosil secara cepat, adil dan merata sebagai bagian dari rencana dekarbonisasi secara keseluruhan. Upaya komprehensif untuk menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas harus dibarengi dengan strategi untuk mengurangi produksi secara bertahap agar transisi ke energi yang lebih bersih berjalan mulus.

3. Negara harus membatasi eksplorasi dan ekstraksi bahan bakar fosil agar sesuai dengan target aksi perubahan iklim.

4. Negara harus menghentikan dukungan mereka terhadap produksi bahan bakar fosil dengan cara mengakhiri subsidi dan dukungan-dukungan keuangan lain untuk kemudian dialihkan ke program-program pembangunan rendah karbon.

5. Negara bisa memanfaatkan sistem kerja sama internasional guna memastikan penghentian produksi bahan bakar fosil global berjalan dengan lebih efektif dan adil. Menurut UNEP, transisi yang adil, merata, dan efektif akan membutuhkan dukungan internasional yang lebih besar, terutama untuk negara-negara yang sangat bergantung pada produksi bahan bakar fosil dan dengan kapasitas keuangan dan kelembagaan yang terbatas.

Redaksi Hijauku.com