Konflik tidak hanya merenggut nyawa dan harta benda namun juga meningkatkan jumlah penduduk dunia yang kelaparan. Jumlah penduduk yang mengalami kekurangan pangan kronis mencapai 815 juta jiwa pada 2016, meningkat dari 777 juta jiwa pada 2015. Kenaikan ini membalik proses penurunan yang telah terjadi sejak tahun 2000 di mana jumlah penduduk yang kelaparan pada saat itu menembus 900 juta jiwa.

Hal ini terungkap dalam laporan FAO atau Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization) yang dirilis Jum’at, 15 September 2017. Menurut laporan FAO, kondisi keamanan pangan terus memburuk di wilayah sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara dan Asia Barat. Kondisi kelaparan ini diperburuk oleh konflik dan kombinasi antara konflik, kekeringan atau banjir.

Berbagai kondisi kekurangan gizi akibat kekurangan pangan kronis terjadi. FAO juga mencatat kesenjangan antara anak-anak yang mengalami stunting atau hambatan pertumbuhan, penduduk yang kekurangan gizi, wanita yang menderita anemia, dengan meningkatnya obesitas di kalangan orang dewasa. Tingkat obesitas di kalangan penduduk usia dewasa meningkat di seluruh dunia. Sementara kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan anak-anak meningkat di sejumlah wilayah.

Pada saat yang sama, jumlah konflik juga meningkat diperparah oleh bencana akibat perubahan iklim. Menurut FAO, konflik menjadi pemicu utama krisis pangan, kelaparan dan kekurangan gizi yang terjadi saat ini.

Saat konflik terjadi, kemampuan masyarakat untuk memroduksi pangan dan kemampuan negara untuk menjamin keamanan pangan terganggu. Seperti yang terjadi di Myanmar saat ini di mana 400.000 masyarakat etnis Rohingya harus mengungsi akibat konflik sektarian yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa masuk dalam kategori pemusnahan etnis (ethnic cleansing).

Guna mengatasi masalah kekurangan nutrisi dan keamanan pangan, diperlukan pendekatan yang memberikan solusi atas konflik seiring dengan bantuan kemanusiaan, aksi menjaga perdamaian dan pembangunan jangka panjang.

Laporan ini menurut FAO sekaligus menjadi peringatan bahwa upaya dunia mewujudkan kondisi bebas kelaparan dan kekurangan gizi pada 2030 akan semakin sulit. Sebuah halangan baru untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals).

Redaksi Hijauku.com