Konsorsium SIAP II bekerjasama dengan Majelis Adat Aceh (MAA) meluncurkan “Pedoman Pengelolaan Hutan Berbasis Syariat dan Adat”.
Banda Aceh – Sebagai bagian dari upaya mendukung program pengelolaan hutan lestari, hari ini (25/8), Konsorsium SIAP II – yang terdiri dari WWF Indonesia, Transparency International Indonesia, dan IWGFF – bekerjasama dengan Majelis Adat Aceh (MAA) meluncurkan “Pedoman Pengelolaan Hutan Berbasis Syariat dan Adat”. SIAP II yang dijalankan oleh konsorsium ini merupakan bagian dari Program USAID untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi di Indonesia.
Hutan Aceh merupakan salah satu harapan terakhir hutan alam yang tersisa di Sumatera. Dengan hutan alam seluas 3.3 juta hektar, hutan Aceh harus dikelola dengan manajemen pengelolaan hutan lestari yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat di Aceh.
CEO WWF-Indonesia, Dr. Efransjah, mengatakan,” Peran serta masyarakat sipil dalam mendukung pengelolaan hutan lestari adalah sebuah keniscayaan, sehingga keterlibatan MAA dalam upaya ini menjadi sangat penting. Apalagi dengan tekanan terhadap hutan tersisa di Sumatera yang semakin besar, jika kondisi saat ini dibiarkan, dalam kurun waktu 20 tahun mendatang keanekaragaman hayati di hutan Aceh dapat mengalami kepunahan.”
Berbagai pendekatan berupaya dilakukan untuk melestarikan hutan Aceh. Sejak 2012, SIAP II telah menjalankan kegiatan-kegiatan untuk memperkuat peranan masyarakat sipil di Propinsi Aceh dalam rangka mendorong integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan hutan yang lestari dan mencegah praktik-praktik korupsi. Bekerja sama dengan MAA, SIAP II merumuskan “Pedoman Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Syariat dan Adat”.
Ketua Majelis Adat Aceh, H. Badruzzaman Ismail, mengatakan, “Pedoman ini menjabarkan bagaimana hukum Syariat baik Al-Quran dan Al-Hadist telah mengatur banyak hal terkait keseimbangan kehidupan di dunia, hubungan antara manusia dan makhluk ciptaan Allah lainnya serta lingkungan sekitar, apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan dan apa ancaman jika manusia melakukan kerusakan.” Badruzzaman menambahkan bahwa Aceh memiliki contoh positif dalam sejarah pengelolaan hutan adatnya, dan itu yang hendak dikumpulkan dan dihidupkan kembali melalui semangat keistimewaan Aceh yang berlaku sekarang ini.
Pelaksana tugas Direktur USAID/Indonesia, Derrick Brown, menyatakan,”Aceh merupakan propinsi pertama di Indonesia yang telah menyusun rencana aksi untuk menghentikan korupsi di sektor kehutanan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh korupsi. Saya ucapkan selamat kepada masyarakat Aceh yang telah menunjukkan kepemimpinannya.”
Chief of Party SIAP II, Fathi Hanif, mengatakan, “Kami juga mengapresiasi dukungan para ulama Aceh dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dan lembaga dakwah lainnya yang telah memberikan sumbang pikiran dan tulisan untuk menggali isi Al-Qur’an dan Al-Hadist yang mengatur manusia dalam mengelola sumber daya alam. Kami berharap pedoman ini dapat membantu seluruh pihak di Propinsi Aceh dalam membangun tata kelola kehutanan yang baik di Indonesia.”
Catatan untuk Editor:
Buku “Pedoman Pengelolaan Hutan Berbasis Syariat dan Adat” dapat diakses melalui tautan http://bit.ly/1loi6tv.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Dyah Ekarini, Koordinator Komunikasi & Media, SIAP II
Email: drini@wwf.or.id, Hp: +62 813 8545 5229
Chik Rini, Staf Komunikasi, WWF-Indonesia Program Aceh
Email: crini@wwf.or.id, Hp: +62 811 6803 191
Tentang SIAP II
SIAP II (Strengthening Integrity and Accountability Program II) dijalankan oleh sebuah konsorsium tiga lembaga terdiri dari WWF-Indonesia, Indonesia Working Group on Forest Finance dan Transparansi Internasional Indonesia, yang bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat sipil dan media dalam pengawasan tindak pidana kejahatan kehutanan. Saat ini SIAP II bekerja di 4 propinsi di Sumatera, yaitu Aceh, Riau, Jambi dan Lampung. Info selengkapnya kunjungi www.hutankita.org.
Leave A Comment