Logo Aliansi Masyarakat Adat NusantaraSiaran Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

Samosir, Sumatera Utara – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menargetkan 40 juta hektar wilayah adat terpetakan pada tahun 2020. Saat ini AMAN telah berhasil memetakan tujuh juta hektar.

Sekretaris Jendral AMAN Abdon Nababan mengungkapkan hal tersebut pada pembukaan Konferensi Global Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat di Samosir, Sumatera Utara, (25/8). Konferensi Global yang akan berlangsung hingga 28 Agustus tersebut diikuti 102 peserta dari perwakilan organisasi masyarakat adat dan komunitas lokal dari Asia, Afrika, Amerika latin, serta organisasi non pemerintah dan pakar-pakar pemetaan partisipatif.

Menurut Abdon, sekarang ada kebutuhan mendesak bagi masyarakat adat di Indonesia melakukan pemetaan terhadap wilayahnya khususnya setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengakui keberadaan hutan adat.

“Dengan metode yang selama ini kita lakukan dan minimnya dukungan pemerintah, mungkin seluruh wilayah adat baru bisa dipetakan dalam 30 tahun lagi. Namun dengan mengaplikasikan metode-metode yang berhasil dilakukan di negara lain, kita menargetkan seluruh wilayah adat dapat terpetakan pada 2020,” kata Abdon.

Koordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) Kasmita Widodo mengatakan pemerintah Indonesia belum memiliki data utuh mengenai masyarakat adat di Indonesia. “Bahkan 70 persen area hutan di Indonesia adalah area dengan izin yang tumpang tindih,” kata dia. Itu akibat penggunaan sistem pemetaan dan peta dasar yang tidak sama.

“Hal ini menjadi tantangan bagi kita untuk membuat peta yang sama sehingga memudahkan proses pengambilan keputusan yang adil bagi masyarakat adat dan mengurangi terjadinya konflik,” kata Kasmita.

Menurut Mahir, Deputi III Sekjen AMAN bidang Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat Adat, masalah yang dihadapi AMAN di lapangan selama ini adalah kurangnya kesungguhan pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat. “Setelah keputusan MK, Kementerian Kehutanan lebih mengurus bisnis perijinan bukan mengurus mandatnya untuk memperkuat hak-hak masyarakat terhadap wilayahnya,” kata dia.

Konferensi Global Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat ini diselenggarakan atas kerja sama AMAN dan Tebtebba. Tebtebba adalah pusat studi internasional Masyarakat Adat yang meneliti kebijakan dan pendidikan berpusat di Filipina (www.tebtebba.org).

Acara ini menjadi pijakan dan batu loncatan masyarakat adat Indonesia mempercepat proses pemetaan partisipatif seluruh wilayah adat Nusantara yang ditargetkan selesai pada 2020. Di konferensi global ini AMAN dapat menganalisa dan mengaplikasikan metode-metode pemetaan partisipatif yang efektif dan telah dilakukan di negara-negara peserta konferensi seperti, Nepal, Filipina, Brasil, Peru, Nikaragua, dan Kenya.

Dalam konferensi tersebut akan dipaparkan beragam metodologi dan teknologi pemetaan partisipatif yang semakin berkembang. Pemetaan partisipatif secara manual telah dimulai dengan menggunakan bahasa gambar, hingga saat ini berkembang dengan menggunakan teknologi global positioning system (GPS), serta pemanfaatan film, website, dan media sosial seperti photo tagging.

Tentang AMAN

AMAN didirikan pada 17 Maret 1999 dan saat ini beranggotakan 2240 Komunitas Maayarakat Adat. Misi AMAN adalah masyarakat adat yang “Berdaulat secara Politik, Mandiri secara Ekonomi, Bermartabat secara Budaya.” Silahkan kunjungi aman.or.id.

Untuk keterangan lebih lanjut hubungi:

Mona Sihombing, media relations AMAN: mona.sihombing@aman.or.id (0852 1735 2162)

Febry Abddinnah, konsultan PR: fabddinnah@intermatrix.co.id (0811 877 5082)