Di tengah situasi kekeringan dan kenaikan harga pangan di sejumlah wilayah di dunia, sebuah laporan terbaru menyebutkan, sebanyak 40% makanan di Amerika Serikat terbuang dengan kerugian mencapai US$165 miliar.

Hal tersebut terungkap dari laporan Natural Resources Defense Council (NRDC) yang diterbitkan Selasa (21/8) lalu. Laporan ini menganalisis kasus terbaru berdasarkan data-data yang disediakan oleh pemerintah.

Menurut Dana Gunders, ilmuwan yang menangani program pangan dan pertanian di NRDC, laporan ini sekaligus menjadi peluang terbaik untuk memerbaiki sistem pasokan makanan guna mengurangi jumlah dan biaya makanan yang terbuang di ladang pertanian, di toko dan di rumah.

Laporan ini juga bisa menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain untuk tidak membuang makanan – yang tidak hanya menimbulkan pemborosan, namun juga memroduksi emisi gas metana yang memicu perubahan iklim dan pemanasan global.

Menurut NRDC, setiap keluarga berjumlah 4 orang di AS membuang makanan dengan nilai mencapai US$ 2.275 (Rp21.6 juta) per tahun. Limbah makanan menjadi komponen terbesar sampah padat yang dibuang di tempat pembuangan sampah akhir di AS.

Jika Amerika Serikat berhasil mengurangi 15% saja dari jumlah makanan yang terbuang, pasokan pangan ini bisa menyediakan makanan bagi 25 juta rakyat Amerika per tahun. Namun dilihat dari trennya, jumlah limbah makanan terus naik sebesar 50% sejak tahun 1970-an.

Penyebab hilang atau terbuangnya makanan di Amerika Serikat sangat kompleks. Di tingkat penjual, nilai sayur dan buah-buahan yang terbuang saja mencapai US$15 miliar, dengan separuh dari pasokan sayur dan buah-buahan nasional yang tidak termakan.

Kenyataannya, produk makanan segar (fresh produce) lebih banyak yang hilang dibanding produk-produk makanan lain, seperti makanan laut, daging, biji-bijian dan produk susu. Ini terjadi di hampir semua rantai pasokan makanan.

Jumlah makanan segar yang terbuang ini sebenanrnya bisa dihindari dengan mudah seandainya para pedagang membatasi jumlah makanan yang mereka pajang, sehingga makanan tidak cepat busuk dan kering.

Konsumen juga bisa berkontribusi mencegah terbuangnya makanan ini. Sebagian makanan yang terbuang berasal dari restoran dan dapur rumah tangga. Penyebab terbesar adalah banyaknya makanan sisa atau makanan yang tidak habis dikonsumsi.

Saat ini porsi yang disediakan baik di restoran maupun meja makan di AS mencapai 2-8 kali lebih besar dibanding porsi yang ditentukan oleh pemerintah.

Membuang makanan sama dengan membuang sumber daya alam. Untuk mengolah makanan diperlukan energi, air dan lahan pertanian, untuk menanam, mengirim dan menyimpan makanan.

Sekitar separuh daratan di AS; 25% air tawar; 4% bahan bakar, digunakan untuk memroduksi makanan yang tidak pernah masuk ke mulut rakyat Amerika. Dan sebagaimana yang sudah disebutkan, makanan yang tidak termakan dan menjadi limbah ini menyumbang 23% emisi metana di AS.

Untuk mengatasinya, Natural Resources Defense Council memberikan beberapa rekomendasi diantaranya dengan meminta pemerintah untuk melakukan penelitian komprehensif terkait makanan yang terbuang ini dan menetapkan target pengurangan limbah makanan secara nasional.

Secara khusus, pemerintah bisa menertibkan sistem pelabelan makanan di AS, menyeru publik untuk menghemat dan tidak membuang makanan di seluruh negara bagian.

Pebisnis juga bisa menggunakan peluang ini untuk lebih mengefisienkan operasi mereka, mengurangi makanan yang terbuang dan menghemat biaya. Hal ini sudah berhasil diterapkan di sejumlah jaringan ritel di AS seperti Stop and Shop, yang berhasil menghemat US$100 juta per tahun setelah menganalisis kesegaran, kehilangan dan kepuasan pelanggan atas produk yang mereka jual.

Konsumen bisa membantu mengurangi jumlah makanan yang terbuang dengan berbelanja lebih bijak, membeli makanan dan memasak makanan sesuai kebutuhan, serta tidak menyisakan makanan.

Menurut NRDC, Eropa memimpin upaya pengurangan limbah makanan ini. Pada Januari 2012, Parlemen Eropa mengadopsi resolusi guna mengurangi limbah makanan hingga 50% pada 2020. Mereka juga menetapkan tahun 2014 sebagai Tahun Perang Melawan Limbah Makanan di Eropa atau “European year against food waste”.

Di Inggris kampanye besar-besaran selama lima tahun dengan tema “Love Food Hate Waste” telah berhasil mengurangi jumlah makanan yang terbuang hingga 18%. Sebanyak 53 peritel besar di Inggris telah mengadopsi resolusi pengurangan limbah makanan ini. “Banyak cara untuk mengatasi masalah limbah makanan dan semua orang bisa menjadi bagian dari solusinya,” ujar Gunders sebagaimana dikutip dari siaran pers NRDC.

Redaksi Hijauku.com