Sebuah proyek yang didukung oleh Program Lingkungan PBB berhasil menciptakan energi bersih guna memenuhi kebutuhan rumah tangga di wilayah pedesaan Pakistan.
Sebagaimana dilaporkan situs UNEP, Selasa (27 Desember), proyek yang berlokasi di Sanghar, Provinsi Sindh ini berhasil menciptakan energi terbarukan dari limbah pertanian seperti dari batang gandum atau ranting kapas.
Sanghar dihuni lebih dari dari dua juta penduduk dan merupakan wilayah penghasil gandum, kapas, tebu, beras dan jagung yang menjadi sumber kehidupan dan makanan bagi penduduk lokal.
Wilayah ini masih belum memiliki pasokan energi yang bisa diandalkan. Sebagian besar ibu rumah tangga di Sanghar, menyiapkan makanan dan memasak air dengan menggunakan kayu atau bahan bakar lain di atas tungku tradisional yang menghasilkan asap hitam yang menggangu pernafasan.
Menyadari potensi limbah pertanian ini, International Environmental Technology Centre (IETC), lembaga di bawah UNEP yang berbasis di Jepang, berinisiatif memulai proyek guna mengolah limbah yang tertinggal di ladang-ladang pertanian menjadi energi bersih dan terbarukan.
Sebagai langkah awal, IETC bekerja sama dengan Mehran University of Engineering and Technology di Jamshoro untuk menghitung berapa besar potensi limbah pertanian di wilayah tersebut yang bisa dimanfaatkan.
Hasil survey menemukan, potensi limbah pertanian di wilayah ini bisa mencapai 2,5 juta ton, walau tidak semua limbah ini bisa diubah menjadi energi. Limbah ini terdiri dari batang padi dan kulit arinya, batang bunga kanola, batang kapas, limbah kapas, bunga tebu dan serat tebu, termasuk limbah dari pohon pisang.
Menurut kalkulasi, potensi energi dari limbah ini setara dengan pembakaran 1,07 ton kayu api atau 910 juta unit listrik (910 GW-h) dengan tingkat efisiensi konversi limbah menjadi energi mencapai 20%.
Jika potensi ini benar-benar dimanfaatkan, energi dari limbah pertanian ini akan bisa memenuhi kebutuhan energi untuk 400.000 rumah tangga dengan tingkat pasokan listrik sebesar 2400 KW-h per kepala keluarga.
Riset lanjutan untuk pengelolaan dan penggunaan limbah pertanian juga sudah selesai dilakukan guna menghindari terjadinya konflik pada masa datang.
Misalnya, sebanyak 20% bunga tebu digunakan untuk makanan ternak dan 80% sisanya dibakar di ladang. Hal yang sama juga terjadi pada semua limbah tanaman pisang dan sekitar 70-80% sekam atau batang padi. Bahan-bahan ini bisa dipakai sebagai sumber energi tanpa khawatir mengganggu pasokan makanan atau kebutuhan yang lain.
Langkah selanjutnya adalah menentukan teknologi yang akan digunakan. Setelah melalui berbagai pertimbangan, IETC akhirnya memilih biogas.
Pabrik biogas memiliki manfaat ganda: selain memasok bahan-bakar bersih (biogas) ke lingkungan sekitar juga bisa menghasilkan kompos yang bisa dipakai untuk pupuk.
Lokasi pabrik biogas pertama yang dipilih terletak di belakang Pabrik Gula Sanghar yang bersedia menyediakan lahan dan dana guna membangun pabrik ini.
Pabrik pertama ini telah dibuka pada 1 Agustus lalu dan memroduksi 50 kubik meter biogas dengan memanfaatkan 400 kg limbah pertanian setiap harinya.
Pabrik yang dibangun dengan dana sebesar 2 juta rupee atau sekitar US$ 23.000 ini juga menghasilkan 200 kg pupuk cair dan 150 kg pupuk padat setiap hari yang bisa digunakan oleh petani setempat.
Biogas yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi bagi 20 kepala keluarga memanfaatkan sumber daya yang dulu selalu terbuang.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment