Konferensi perubahan iklim di Durban, Afrika Selatan harus menghasilkan kesepakatan yang lebih tegas dan mengikat guna mengurangi emisi dan mencegah kenaikan suhu bumi.

Sekarang atau tidak sama sekali. Prinsip inilah yang harus menjadi pegangan semua pihak yang terlibat dalam perundingan perubahan iklim di Durban, Afrika Selatan, Senin, 28 November.

Di tengah ancaman kegagalan target pengurangan emisi Protokol Kyoto, dunia harus mampu menghasilkan kesepakatan baru yang lebih tegas dan mengikat guna mencegah kenaikan suhu bumi dalam batas aman perubahan iklim yaitu di bawah 2 derajat celsius.

Kabar baiknya, cara-cara untuk mengurangi emisi dan menekan kenaikan suhu bumi telah tersedia dan sangat mungkin diterapkan dari sisi teknologi maupun biaya.

Hal ini terungkap dari laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) yang diterbitkan Rabu lalu. Menurut UNEP, dunia bisa memangkas emisi 6 hingga 11 Gigaton yang dibutuhkan untuk menjaga kenaikan suhu bumi pada level aman pemanasan global sebelum tahun 2020 yaitu di bawah dua derajat celsius.

Tren di energi terbarukan, peralihan dan efisiensi energi turut menyumbang upaya pengurangan emisi dan kenaikan suhu ini. Langkah lain adalah dengan memperbanyak jumlah kendaraan hemat energi, memperbaiki sistem transportasi publik serta sistem tata kelola limbah dan pertanian.

Laporan ini juga mencatat dua sektor lain yang berperan dalam upaya pengurangan emisi yaitu sektor penerbangan dan perkapalan. Kedua sektor ini masuk dalam kategori “emisi internasional” karena diatur di luar Protokol Kyoto. Bersama-sama, dua sektor ini akan menyumbang 5% emisi CO2 dunia pada tahun 2020 atau setara dengan 2,5 Gigaton (Gt) karbon dioksida per tahun.

Laporan berjudul “Bridging the Emissions Gap” ini disusun oleh 55 ilmuwan dan tenaga ahli dari 28 lembaga penelitian di 15 negara. Laporan ini adalah laporan pertama yang memberikan indikator riil cara menghindari efek destruktif perubahan iklim.

Skenario pesimistis terjadi jika negara maju mengingkari janji pengurangan emisi mereka dan gagal memberikan bantuan hingga US$100 miliar per tahun kepada negara berkembang dan miskin untuk mengatasi dampak perubahan iklim mulai 2020.

Jika semua itu terjadi, kesenjangan (gap) target pengurangan emisi akan mencapai 11 Gigaton per tahun. Tanpa upaya dan perubahan sama sekali, kesenjangan emisi bahkan bisa mencapai 12 Gigaton per tahun.

Secara spesifik laporan ini meneliti 13 skenario dari 9 bidang ilmu yang berbeda yang bisa diterapkan guna mengurangi kenaikan suhu bumi. Skenario-skenario tersebut adalah:

1. Meningkatkan efisiensi energi: produksi energi primer (energi yang diambil dan diolah dari sumber daya alam, seperti minyak, batu bara, gas dll) harus dikurangi hingga 11% pada 2020.

2. Jumlah energi yang digunakan per penduduk (per unit PDB) harus terus turun sebesar 1,1-2,3% setiap tahun dari tahun 2005 hingga 2020.

3. Produksi energi dari bahan bakar non-fosil naik hingga 28% dari total energi primer pada 2020 (dari 18,5% pada 2005).

4. Energi biomasa (energi dari limbah ternak, kayu, tumbuhan, limbah rumah tangga dan industri) naik menjadi 17% dari total energi primer pada 2020 (dari hanya 10,5% pada 2005).

5. Energi terbarukan (seperti tenaga matahari, angin, air dan sejenisnya) naik hingga 9% dari total energi primer pada 2020 .

6. Tingkat emisi di luar CO2 turun hingga 19% pada 2020 dibanding tingkat yang ada saat ini.

Semua skenario ini bisa dipadupadankan sehingga tercipta beragam solusi guna meraih target penurunan emisi dan suhu global ini.

Isu penting bagi pembuat kebijakan adalah biaya. Menurut UNEP biaya untuk menerapkan skenario-skenario ini masih terjangkau, antara $US25-$US54 per ton, dengan biaya rata-rata mencapai $US34 per ton.

Sektor per sektor

Para peneliti juga mengidentifikasi potensi pengurangan emisi di berbagai sektor ekonomi sebelum tahun 2020. Potensi yang mereka temukan adalah:

1. Produksi listrik: sektor ini berpotensi mengurangi emisi 2,2–3,9 Gigaton per tahun melalui upaya efisiensi pembangkit, penggunaan sumber energi terbarukan, penangkapan karbon dan peralihan jenis dan cara penyimpanan bahan bakar.

2. Sektor Industri: berpotensi mengurangi emisi 1,5-4,6 Gigaton melalui efisiensi energi, peralihan bahan bakar, pemulihan tenaga, efisiensi material dan pendekatan-pendekatan lain.

3. Sektor Transportasi (di luar penerbangan dan perkapalan): berpotensi mengurangi emisi sebesar 1,4–2,0 Gigaton per tahun dengan langkah efisiensi bahan bakar, penggunaan penggerak elektrik, peralihan ke transportasi publik dan penggunaan bahan-bahan rendah emisi.

4. Penerbangan dan perkapalan: potensi emisi yang bisa dikurangi mencapai 0,3-0,5 Gigaton per tahun melalui peningkatan efisiensi bahan bakar, penggunaan bahan bakar rendah emisi dan langkah-langkah lain.

5. Bangunan: potensinya mencapai 1,4-2,9 Gigaton per tahun dengan meningkatkan efisiensi sistem pemanas, pendingin, lampu dan alat-alat rumah tangga yang lain.

6. Kehutanan: potensinya mencapai 1,3-4,2 Gigaton per tahun dengan pencegahan deforestasi dan memperbaiki pengelolaan hutan guna meningkatkan kapasitas penyimpanan karbon di atas dan di bawah tanah.

7. Pertanian: potensinya mencapai 1,1-4,3 Gigaton per tahun melalui perubahan manajemen lahan pertanian dan ternak yang mampu mengurangi emisi non-CO2 dan meningkatkan kandungan karbon dalam tanah.

8. Limbah: sekitar 0,8 Gigaton per tahun dengan memperbaiki cara pengelolaan air limbah, memroduksi gas dari pembuangan sampah dan lain-lain.

Total potensi pengurangan emisi oleh semua sektor di atas mencapai 17 Gigaton, plus/minus 3 Gigaton, dengan biaya sebesar $US50-100 per ton. Perkiraan biaya ini konsisten dengan perkiraan biaya yang sudah disebutkan di atas.

Potensi pengurangan emisi ini jauh lebih tinggi dari skenario biasa yang 12 Gigaton per tahun dan memberikan gambaran yang lebih jelas pada pemerintah bahwa target untuk menekan kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat celsius bisa diraih.

Kesimpulan

Semua hasil penelitian tersebut di atas membuktikan bahwa negara-negara di dunia bisa mengurangi emisi pada 2020 jika mereka berani menetapkan target yang lebih ambisius disertai dengan aturan yang lebih tegas guna mengurangi kenaikan suhu bumi.

Dunia juga dituntut untuk menggunakan lebih banyak energi terbarukan dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil serta meningkatkan efisiensi energi dengan menerapkan kebijakan jangka panjang yang spesifik di berbagai sektor ekonomi.

Redaksi Hijauku.com