Di seluruh dunia, sebanyak 1,4 miliar penduduk atau lebih dari 20% dari populasi dunia tidak memiliki akses ke energi listrik. Diperkirakan 2,7 miliar orang masih tergantung pada biomassa tradisional sebagai sumber utama energi mereka.

Sebagian besar penduduk yang “miskin energi” ini – sekitar 85% – tinggal di wilayah pedesaan di negara berkembang, terutama di daerah Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan.

Agensi Energi Internasional (International Energy Agency) memperkirakan, “tanpa kebijakan yang tepat, hingga 2030 jumlah masyarakat (yang tidak memiliki akses ke listrik) akan turun, namun hanya dari 1,4 miliar ke 1,2 miliar,” sementara “jumlah penduduk yang menggunakan biomassa secara tradisional diperkirakkan naik dari 2.7 miliar saat ini ke 2.8 miliar pada 2030.”

Akses ke energi adalah prasyarat tercapainya target pembangunan yang lain. Persatuan Bangsa-Bangsa dengan jelas menyebutkan bahwa layanan energi modern sangat penting untuk pembangunan yang berkelanjutan dan menjadi bagian dari delapan target program pembangunan millenium (Millennium Development Goals):

1. Menghapus kemiskinan dan kelaparan. Akses ke fasilitas energi membantu program penghapusan kemiskinan dan kelaparan melalui inisiatif usaha mikro. Akses ke energi juga bisa membuka lapangan kerja, meningkatkan hasil pertanian dan membantu proses pengolahan makanan menjadi lebih bersih dan lebih mudah.

2. Pendidikan universal. Akses ke penerangan yang memadai bisa secara signfifikan memperbaiki sistem pendidikan primer yang universal.

3. Kesetaraan gender. Akses ke energi bisa membantu memromosikan kesetaraan gender dengan mengurangi waktu memasak makanan, air, dan mengambil bahan bakar untuk keperluan rumah tangga – yang biasanya menjadi tugas perempuan – sehingga bisa menambah waktu mereka untuk melakukan kegiatan pendidikan dan ekonomi.

4. Kesehatan anak. Akses ke energi juga akan memperbaiki kesehatan dasar dengan jalan mengurangi polusi udara dalam ruang dan memasak air dengan sempurna sehingga lebih sehat dan bisa mengurangi tingkat kematian anak.

5. Kesehatan ibu. Akses ke energi meningkatkan kesehatan ibu dengan memperbaiki kualitas udara dalam ruang, mengurangi beban tugas mereka sehari-hari dan memperbaiki fasilitas di berbagai klinik kesehatan.

6. Memerangi HIV/AIDS. Akses ke energi bisa membantu memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit-penyakit yang lain, seiring dengan fasilitas kesehatan yang semakin baik, termasuk fasilitas pencahayaan, sterilisasi, alat pendinginan dan sumber listrik untuk penyebaran informasi kesehatan.

 7. Melestarikan lingkungan. Sistem energi yang lebih bersih dan pengurangan penggunaan kayu untuk memasak dan memanaskan ruangan bisa membantu melestarikan lingkungan.

8. Kerja sama global. Fokus pada peningkatan akses ke fasilitas energi adalah salah satu cara untuk membangun kerja sama global. Tanpa upaya itu efek negatif pembangunan pada kesehatan masyarakat dan lingkungan tidak akan berubah. Agensi Energi Internasional memperkirakan pada 2030, ketergantungan masyarakat pada bahan bakar tradisional berpotensi membawa 1,5 juta kematian per tahun akibat polusi udara dalam rumah. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding perkiraan kematian akibat malaria, tuberculosis, atau HIV/AIDS pada 2030.

Catatan Redaksi:

Artikel ini diolah dari laporan berjudul “Access to Energy for the Poor: The Clean Energy Option” (Juni 2011), oleh Elizabeth Bast dan Srinivas Krishnaswamy. Laporan ini didanai oleh Charles Stewart Mott Foundation dan Rockefeller Brothers Fund.

Redaksi Hijauku.com