Old coal power plant - UnderclassrisingJasa menonaktifkan pembangkit listrik tenaga uap batu bara menghasilkan peluang bisnis baru senilai total $5,3 miliar dari tahun 2013 ke 2020.

Hal ini didorong oleh regulasi lingkungan yang semakin ketat, kompetisi dari pembangkit listrik bertenaga gas alam dan tekanan masyarakat yang menginginkan pasokan listrik yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

Peluang ini terungkap dari laporan Navigant Research yang dirilis Selasa (6/8). Navigant memerkirakan, semakin banyak pembangkit listrik tenaga batu bara yang akan dipensiunkan di seluruh dunia. Perusahaan yang terjun dalam bisnis ini akan meraup pendapatan yang signifikan dalam tujuh tahun ke depan.

“Perusahaan listrik dan pembangkit lain harus mengambil keputusan yang sulit untuk memensiunkan pembangkit listrik batu bara mereka yang sudah berumur,” ujar Richard Martin, peneliti dari Navigant Research. “Jasa dan konsultasi dengan perusahaan yang berpengalaman dalam menonaktifkan pembangkit batu bara penting untuk menghindari masalah lingkungan.”

Laporan ini menyatakan, penghancuran (demolition) fasilitas pembangkit listrik tenaga batu bara tidak banyak menghabiskan biaya. Biaya penghancuran ini akan tertutup oleh penjualan logam-logam bekas yang dipakai dalam pembangkit ini.

Biaya terbesar muncul dari aksi mengurangi dampak negatif penghancuran pembangkit batu bara terhadap lingkungan. Terutama pembuangan debu sisa pembakaran batu bara (coal ash) yang biasanya disimpan dalam kubangan air di lokasi pembangkit.

Laporan berjudul “Coal Plant Decommissioning” ini meneliti pangsa pasar bisnis memensiunkan pembangkit batu bara dan mengulas berbagai pilihan yang bisa diambil terkait nasib pembangkit listrik yang sudah pensiun tersebut.

Laporan ini menyatakan, pembangkit batu bara yang akan dipensiunkan banyak berasal dari wilayah Amerika Utara dan Eropa Barat. Sebagian besar potensi bisnis juga berasal dari dua wilayah ini. Ringkasan laporan ini bisa diunduh dalam situs Navigant Research.

Redaksi Hijauku.com