Amerika Serikat memimpin peringkat hijau negara yang menggunakan pajak sebagai alat untuk memerbaiki lingkungan. Hal ini terungkap dalam KPMG Green Tax Index 2013.
Walau negara yang menempati rangking tertinggi tidak serta merta menjadi negara yang paling ramah lingkungan, menurut KPMG, peringkat ini mewakili keaktifan 21 negara maju dalam menggunakan pajak sebagai alat untuk memerbaiki tata kelola lingkungan mereka. Termasuk memengaruhi kebijakan perusahaan dan gaya hidup masyarakat.
Negara yang menduduki rangking terakhir tidak berarti negara tersebut tidak memiliki skema dan insentif pajak ramah lingkungan atau green tax. Semua negara yang masuk dalam Indeks Hijau KPMG menggunakan skema pajak ramah lingkungan ini namun dengan intensitas yang berbeda. Negara yang tidak menggunakan skema green tax tidak masuk dalam daftar KPMG.
KPMG Green Tax Index menilai semua kebijakan insentif dan penalti pajak yang terkait dengan tata kelola lingkungan sesuai dengan standar hijau yang disepakati bersama. Kebijakan yang dinilai termasuk kebijakan keringanan tarif pajak, pengurangan pajak, deduksi, kredit, depresiasi hingga manfaat pajak tak langsung.
Enam negara yang menduduki peringkat teratas secara berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Perancis, Korea Selatan dan China. Peringkat ini diumumkan dalam acara 2013 KPMG Asia Pacific Tax Summit di Shanghai, Rabu (24/4).
Menurut KPMG, green tax bisa digunakan oleh negara untuk mengatasi masalah global termasuk membantu menyelesaikan masalah keamanan energi (energy security), kelangkaan air, kelangkaansumber daya alam, polusi serta perubahan iklim.
KPMG menganalisis penggunaan insentif dan penalti pajak dengan berfokus pada kebijakan-kebijakan kunci yaitu kebijakan efisiensi energi, efisiensi air, emisi karbon, inovasi hijau (green innovation) dan kebijakan bangunan hijau (green buildings).
“Analisis kami menunjukkan, sudah ada setidaknya 30 insentif, penalti dan regulasi pajak hijau baru yang diperkenalkan sejak kami memulai penilaian ini pada Januari 2011. Pendekatan pajak hijau yang pro-aktif bisa membantu mengurangi biaya investasi strategis yang mendukung inovasi, efisiensi dan daya saing perusahaan,” ujar Yvo de Boer, Penasehat Khusus KPMG di bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan.
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama karena AS memberikan insentif pajak besar-besaran untuk program efisiensi energi, energi terbarukan dan bangunan hijau. Namun saat unsur penalti pajak (green tax penalty) diperhitungkan, peringkat AS anjlok ke 14, menunjukkan kebijakan AS lebih banyak didominasi oleh insentif.
Jepang menempati peringkat ke-2. Berbeda dibanding AS, Jepang memeroleh nilai yang tinggi dalam penalti pajak dibanding insentif pajak. Jepang juga memimpin kebijakan pajak yang mendorong masyarakat dan perusahaan menggunakan dan memroduksi kendaraan ramah lingkungan (green vehicles).
Inggris menempati peringkat ketiga dengan kebijakan penalti dan insentif pajak yang berimbang. Inggris mendapatkan nilai tertinggi terutama dalam bidang emisi karbon dan perubahan iklim.
Perancis menempati posisi ke-4 namun kebijakan pajaknya lebih didominasi oleh penalti dibanding insentif. Korea Selatan menempati peringkat ke-5 dan memimpin dalam menciptakan kebijakan pajak yang mendorong inovasi hijau. Korea Selatan lebih banyak menggunakan insentif pajak guna mendorong riset hijau serta pengembangan kebijakan dan teknologi yang ramah lingkungan.
China berada di rangking ke-6 dengan kebijakan insentif dan penalti pajak yang berimbang. China berfokus pada kebijakan efisiensi sumber daya (energi, air dan bahan baku/material) serta bangunan ramah lingkungan (green buildings). Peringkat lengkap KPMG Green Tax Index bisa dilihat di sini: KPMG Green.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment