Matahari belum meninggi. Jam belum beranjak dari angka 10. Namun suara gergaji mesin terdengar menderu, meraung, memotong pohon tinggi, membuka lahan baru.

Anda tidak sedang berada di pedalaman hutan Kalimantan. Suara gergaji mesin ini datang dari dalam Hutan Kota Universitas Indonesia, di Depok, Jawa Barat. Ketika pagi ini, Hijauku.com masuk ke dalamnya, setidaknya ada tiga pekerja yang tengah membersihkan lokasi. Mereka terlibat dalam program Revitalisasi Hutan Kota dan Area Akademik yang digalang oleh Universitas Indonesia bekerja sama dengan salah satu perusahaan energi ternama.

Program revitalisasi Hutan Kota Universitas Indonesia sudah berlangsung beberapa kali, dengan sponsor yang berbeda. Program di Wales Barat (nama salah satu wilayah Hutan Kota Universitas Indonesia) misalnya, disponsori oleh salah satu lembaga keuangan. Maret tahun lalu, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) melakukan penanaman 2000 pohon di wilayah yang sama.

Namun berbeda dengan upaya revitalisasi sebelumnya, program terbaru yang kami gambarkan pada awal artikel ini tidak lepas dari kontroversi. Terdengar kabar, Hutan Kota Universitas Indonesia akan ditutup bagi komunitas pesepeda. Kabar ini terdengar kian santer setelah upaya revitalisasi tersebut ternyata merusak jalur (single track) yang telah digunakan oleh komunitas pesepeda selama bertahun-tahun.

Dari pengamatan Hijauku.com, Minggu (31/3), sebagian jalur sepeda, telah hilang akibat pembersihan lahan. Salah satunya di lahan seluas 100 meter persegi yang kami amati. Pohon-pohon akasia yang sudah tumbuh tinggi ditebang digantikan dengan bibit-bibit pohon baru. Salah satu pesepeda yang kami temui Minggu lalu menyatakan kekecewaannya. “Kita tidak masuk (hutan), karena jalur rusak akibat penanaman pohon,” ujarnya kepada Hijauku.com. Program revitalisasi terakhir adalah hasil kerja sama Universitas Indonesia dengan PT. Pertamina (Persero) melalui program CSR, Sobat Bumi.

Ismail Sumawijaya, Asisten Kasubdit Pembinaan Lingkungan Kampus Universitas Indonesia, membenarkan adanya kegiatan pembersihan lahan ini. Menurut Ismail, kegiatan ini sudah berlangsung sejak awal tahun dengan target menanam 26.000 bibit pohon baru. “Wilayah yang kami buka adalah wilayah untuk tanaman vegetasi asli,” tuturnya kepada Hijauku.com.

Menelusuri sejarah Hutan Kota UI tidaklah sulit. Dalam buku Mahkota Hijau Universitas Indonesia terungkap, kampus UI Depok, dibangun di atas lahan seluas ± 312 ha. Dari total lahan yang ada, seluas 165 hektar dicadangkan untuk kepentingan pembangunan sarana pendidikan. Sisanya, 90 hektar digunakan untuk wilayah hutan kota; 30 hektar untuk pengembangan ekosistem perairan; dan 27 hektar menjadi penggunaan lain termasuk untuk sarana prasarana penunjang aktivitas kemahasiswaan.

Berdasarkan SK. Rektor No. 084/SK/R/UI/1988, pembangunan hutan kota di UI Depok, memiliki dua kepentingan utama. Kepentingan pertama adalah pembangunan dan pengembangan sarana penunjang pendidikan serta penelitian Universitas Indonesia. Kepentingan kedua, sebagai wahana koleksi dan konservasi plasma nutfah serta ekosistem perairan yang juga berfungsi sebagai wilayah resapan dan tandon air.

Dari SK tersebut pihak UI kemudian menyusun Rencana Induk Pembangunan Hutan Kota (RIPHK) sebagai dasar kebijakan strategis pembangunan dan operasional Hutan Kota Universitas Indonesia.

Dalam RIPHK tersebut tercantum sasaran yang ingin dicapai oleh Hutan Kota UI Depok, diantaranya untuk:

1. Pusat persemaian seluas ± 2 ha, sebagai wahana koleksi bibit dan atau transisto bibit dari luar kawasan

2. Wilayah hutan kota seluas 90 ha, dengan jenis-jenis tetumbuhan VEGAL (Vegetasi Asli, yang mencerminkan pepohonan yang berasal dari Jakarta dan sekitar-nya, pada tempo dulu), dan VETAP (Vegetasi Tetap) baik WALBAR ”Wallaceae bagian Barat”, yang selanjutnya disebut Wales Barat, WALTIM ”Wallaceae bagian Timur” yang selanjutnya disebut Wales Timur, serta pembangunan kantong-kantong (tandon) air resapan (situ) seluas 30 ha,

3. Pemeliharaan semua jenis tanaman yang telah dan akan dibudidayakan

4. Penjagaan terhadap keamanan hutan, baik akibat ulah tangan-tangan jahil, penggarap ilegal maupun kerusakan lainnya

5. Bangunan kontruksi dan pengadaan sarana-prasarana guna mendukung kegiatan di atas, dan

6. Membangkitkan kesadaran serta partisipasi masyarakat di sekitar kampus pada umumnya dan masyarakat kampus (sivitas akademika) pada khususnya.

DKI Jakarta telah mengawali pembangunan hutan kota sejak tahun 1980-an. Pembangunan hutan kota di Jakarta dan Universitas Indonesia memiliki semangat yang sama dengan konsep hutan kota di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Kanada, serta di negara-negara Eropa.

Prinsip pertama yang bisa dipelajari dari pengelolaan hutan-hutan kota di negara maju ini adalah: hutan kota seyogyanya harus bisa dinikmati oleh masyarakat perkotaan, sehingga pemanfaatannya harus terbuka untuk umum. Prinsip kedua: lokasi hutan kota seyogyanya dapat ditempuh dengan jalan kaki dari pusat-pusat pemukiman padat di perkotaan.

Prinsip ketiga: jika jaringan transportasi umum sudah tersedia, lokasi hutan kota dapat dihitung dengan ukuran sama dengan cara sebelumnya (jarak tempuh berjalan kaki) dari titik-titik akhir (terminal, halte pemberhentian transportasi umum), sehingga letak hutan kota tidak perlu memperhatikan batas-batas wilayah administrasi kota.

Prinsip terakhir: hutan kota dikelola berdasarkan azas kekekalan hasil untuk mencapai manfaat yang serbaguna, sehingga harus memertahankan tegakan hutan sesuai dengan luas wilayah lahan yang sudah ditetapkan.

Menganalisis keempat prinsip di atas, fungsi Hutan Kota Universitas Indonesia sudah memenuhi semuanya. Kegiatan olah raga yang dilakukan oleh komunitas adalah wujud dari bangkitnya kesadaran serta partisipasi masyarakat di sekitar kampus untuk memanfaatkan wilayah hutan kota. Hutan Kota Universitas Indonesia juga telah memberikan akses kepada masyarakat untuk meraih manfaat serbaguna yaitu sebagai sarana konservasi dan edukasi, juga sarana rekreasi dan olah raga.

“Kami tidak akan menutup hutan kota bagi kegiatan komunitas, baik yang memanfaatkannya untuk kegiatan edukasi maupun rekreasi. Intinya kita harus saling menghormati. Kita mencoba meremajakan (hutan kota) yang nantinya akan dimanfaatkan oleh komunitas,” ujar Ismail. “Area yang sudah ditanam biarkan tumbuh terlebih dahulu. Bagi yang ingin bersepeda dalam hutan silahkan saja, yang penting jangan merusak tanaman yang sudah kita tanam. Jika ada pergeseran sedikit (jalur sepeda akibat penanaman tersebut) saya kira tidak ada masalah,” tutur Ismail.

“Kami juga ingin mendata siapa saja komunitas yang terlibat di hutan UI. Karena selama ini tidak ada laporan ke kami, komunitas apa saja yang terlibat, jadi silahkan berkoordinasi dengan kami,” ujar Ismail menutup wawancara. Hutan Kota Universitas Indonesia akan tetap terbuka bagi komunitas. Sebuah kabar baik. Koordinasi adalah kuncinya.

Redaksi Hijauku.com