Praktik pertanian organik terus berkembang membawa dampak positif pada lingkungan dan keamanan pangan.

Hal ini terungkap dari penelitian terbaru Worldwatch Institute (WI) yang dirilis Selasa (15/1).

Laporan yang ditulis oleh Catherine Ward dan Laura Reynolds ini menyatakan, sejak 1999 hingga 2010, lahan pertanian organik di dunia terus meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 37 juta hektar.

Wilayah dengan lahan pertanian organik tersertifikasi terluas pada 2010 terletak di wilayah Oseania yang mencakup Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Kepulauan Pasifik dengan luas mencapai 12,1 juta hektar. Eropa menempati posisi kedua dengan luas lahan pertanian organik mencapai 10 juta hektar dan Amerika Latin pada posisi ketiga dengan luas 8,4 juta hektar.

Menurut WI, pertanian organik kini telah memiliki standar internasional. Sebanyak 84 negara telah menetapkan regulasi organik pada 2010, naik dari 74 negara pada 2009.

Definisi dari pertanian organik beragam. Namun menurut International Federation of Organic Agriculture Movements, pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang lebih mengandalkan pada proses ekologis, seperti daur ulang limbah, ketimbang menggunakan bahan-bahan sintetis seperti pupuk kimia dan pestisida.

“Walau pertanian organik sering memiliki hasil yang lebih rendah dibanding pertanian konvensional, namun pada saat-saat tertentu, misalnya saat terjadi kekeringan, kinerjanya bisa melampaui pertanian konvensional dalam jangka waktu yang lebih panjang,” ujar Reynolds, peneliti pada Program Pangan dan Pertanian di WI. “Praktik pertanian konvensional merusak alam dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, akibat erosi tanah, penggunaan air yang berlebihan dan rusaknya keanekaragaman hayati.”

Dengan manfaat di atas, menurut WI, pertanian organik berpotensi mewujudkan keamanan pangan yang berkelanjutan dengan meningkatkan asupan nutrisi terutama bagi penduduk di wilayah pedesaan.

Pertanian organik secara sistematis juga bisa mengurangi ancaman terhadap perubahan iklim dan meningkatkan keanekaragaman hayati. Pertanian organik memerlukan tenaga kerja yang relatif lebih sedikit dibanding pertanian konvensional. Kebutuhan bahan bakar fosil pada pertanian organik juga 50% lebih rendah.

Praktik rotasi tanaman, tumpang sari dan upaya menjaga kelembapan tanah dengan menyebarkan lapisan organik dan non-organik juga terbukti mampu menyetabilkan tanah dan mengikat air yang membuat lahan mampu bertahan ketika cuaca buruk.

Penelitian ini juga mengungkapkan, pertanian organik rata-rata memiliki keanekaragaman hayati yang 30% lebih tinggi – termasuk burung, serangga dan tanaman – dibanding pertanian konvensional.

Sertifikasi pertanian organik lebih banyak berkembang di negara-negara maju yang lebih kaya. Dari 2009 hingga 2010, lahan pertanian organik Eropa naik 9% menjadi 10 juta hektar, tertinggi di dunia.

Pertumbuhan lahan pertanian organik di Amerika Serikat (AS) tertinggal dibanding negara lain, namun industri organik adalah salah satu industri dengan pertumbuhan tertinggi di AS. Penjualan industri organik naik 9,5% pada 2011 menjadi US$31,5 miliar.

Produksi pangan yang berkelanjutan menurut WI akan semakin diperlukan terutama di negara berkembang dimana pertumbuhan populasi pada masa datang akan lebih banyak terjadi di wilayah-wilayah miskin.

Di negara berkembang, pertanian menyerap lapangan kerja lebih banyak dibanding negara maju, sehingga tidak mengherankan jika sekitar 80% dari 1,6 juta petani organik tersertifikasi di dunia berasal dari wilayah ini.

Pada 2010, negara dengan jumlah petani organik tersertifikasi terbanyak ada di India (400.551 petani). Uganda menempati posisi kedua dengan 188.625 petani sementara Meksiko pada posisi ketiga dengan 128.826 petani.

Sementara pertanian organik yang tidak tersertifikasi dipraktikkan oleh banyak penduduk asli dan petani tradisional di negara berkembang yang melibatkan keluarga petani yang melakukan produksi untuk skala lokal.

Dari data terakhir yang tersedia pada 2010, luas lahan pertanian organik yang tersertifikasi di dunia mencapai 0,9% dari luas lahan pertanian konvensional. Afrika hanya memiliki 1 juta hektar lahan pertanian organik yang tersertifikasi atau 3% dari seluruh lahan dunia. Asia memiliki 7% lahan pertanian organik yang tersertifikasi dengan luas mencapai 2,8 juta hektar.

Laporan WI juga menyatakan, walau luas lahan pertanian organik di China dan India turun antara 2009 hingga 2010, namun volume eksport produk organik India naik 20%.

Redaksi Hijauku.com