Dunia dituntut mengambil langkah penting dalam satu dekade ini jika ingin mencapai target pengurangan emisi pada 2050.
Kesimpulan ini terungkap dari laporan terbaru berjudul “The Critical Decade: International Action on Climate Change” yang disusun Tim Flannery, Roger Beale dan Gerry Hueston dari Climate Commission, Australia.
Laporan ini menyatakan, jika dunia ingin menghindari dampak berbahaya dari perubahan iklim, dunia harus mengambil langkah tegas dan cepat dalam satu dekade ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi dan beralih ke energi yang lebih bersih dan terbarukan.
Laporan ini juga mengungkapkan, sebanyak 90 negara yang mewakili 90% ekonomi global, telah berkomitmen membatasi emisi gas rumah kaca dan telah memiliki program untuk mencapainya. China dan Amerika Serikat, dua ekonomi terbesar di dunia, termasuk di dalamnya.
Mereka memadukan regulasi, perhitungan harga karbon (carbon pricing), target dan investasi di energi terbarukan guna mengurangi emisi penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. Namun keberhasilan aksi ini sangat tergantung pada upaya masing-masing negara untuk membatasi emisi gas rumah kaca mereka.
Australia, menurut Climate Commission adalah negara yang berperan penting dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca ini. Australia adalah penghasil emisi terbesar ke-15, di atas 180 negara lain. Emisi per kapita Australia adalah yang terbesar di dunia, paling tinggi dibanding negara-negara maju lain.
Australia masuk dalam 20 negara penghasil karbon terbesar – yang menyumbang 75% emisi gas rumah kaca dunia. Negara-negara inilah yang paling berpengaruh dan bisa mewarnai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca global.
Menurut Climate Commission, pengaruh Australia di dunia internasional tergantung dari apa yang mereka lakukan di dalam negeri. Keberhasilan Australia mengurangi emisi gas rumah kaca akan memotivasi negara lain untuk melakukan hal serupa. Namun jika Australia gagal, reputasi Australia akan tercoreng dalam aksi mengatasi perubahan iklim.
Kabar baiknya, dunia saat ini sudah memiliki teknologi untuk membantu mengatasi perubahan iklim. Salah satunya dengan menggunakan energi secara lebih efisien. Menurut International Energy Agency (IEA), efisiensi energi, secara teknis bisa mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 65% pada 2035.
Investasi global di energi dan bahan bakar terbarukan juga telah meningkat enam kali lipat sejak 2004 – mencapai US$257 miliar pada tahun 2011. Energi terbarukan telah menjadi sumber energi utama di sejumlah negara. Biaya teknologi yang ramah lingkungan juga terus turun. Negara seperti China dan Korea Selatan menjadi yang terdepan dalam memroduksi teknologi energi terbarukan. Sementara, Amerika Serikat berkontribusi besar dalam memajukan penelitian, pengembangan dan penerapannya.
Tekanan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global akan terus meningkat. Dekade ini menurut Climate Commission adalah dekade paling kritis guna membangun momentum global yang akan menjadi pondasi jangka panjang aksi yang efektif mengatasi perubahan iklim. Dekade ini harus menjadi awal pencapaian target bebas emisi pada 2050.
Menurut ketiga peneliti, seperti mengerem mobil, semakin dini Anda mengerem semakin mudah mobil Anda akan berhenti. Jika Anda terlambat mengerem, mobil akan berhenti mendadak dan bahaya yang ditimbulkan akan lebih besar.
Saat ini, ancaman perubahan iklim terus meningkat. Suhu bumi dan permukaan air laut terus naik. Semakin banyak bukti bahwa cuaca ekstrem terkait dengan perubahan iklim. Semua itu menggarisbawahi pentingnya negara untuk segera beraksi. Tidak hanya satu negara seperti Australia, seluruh dunia perlu bersinergi mengurangi emisi untuk menyelamatkan bumi.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment