Para peneliti dari Universitas Utah dan Harvard temukan cara baru untuk memverifikasi emisi CO2 penyebab pemanasan global.

Metode baru ini akan membantu proses verifikasi kinerja negara – yang telah menandatangani perjanjian pembatasan emisi CO2 – dalam membatasi emisi CO2 penyebab pemanasan global.

Hanya dengan memanfaatkan tiga stasiun pencatat emisi CO2 di Salt Lake Valley, para peneliti berhasil mendeteksi secara lebih tepat kenaikan emisi CO2 hingga 15% bahkan lebih.

Hasil penelitian ini diterbitkan dalam situs Proceedings of the National Academy of Sciences yang terungkap dari siaran pers Universitas Utah kemarin (14/5).

Menurut para peneliti, proses pendeteksian emisi CO2 akan lebih efektif jika dibantu oleh data-data satelit dibanding jika hanya menggunakan sistem pengukuran darat. “Namun cara pendeteksian emisi di darat bisa membantu memrediksi pola emisi dengan mengukur konsentrasi CO2 di udara,” ujar Jim Ehleringer, Profesor Biologi di Universitas Utah yang turut menulis laporan ini.

Dari sinilah para peneliti menggabungkan informasi emisi CO2 di darat dengan pola cuaca, yaitu arah angin yang didapatkan dari data satelit. Mereka kemudian menghitung emisi CO2 secara matematis berdasarkan data-data tersebut.

Metode ini diklaim mampu memrediksi emisi CO2 lebih banyak dibanding cara penghitungan biasa.

Cara penghitungan emisi yang biasa dilakukan di Amerika Serikat adalah dengan mewawancarai penjual dan pengguna fasilitas energi berbahan baku gas dan batu bara.

Namun kebanyakan dari mereka memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Cara baru ini menghasilkan program simulasi emisi CO2 di Salt Lake Valley dengan menggunakan tiga sumber informasi yaitu:

1. Data dari tiga stasiun pencatat emisi CO2 yaitu di Universitas Utah, di pusat kota Salt Lake City dan di wilayah Murray, Utah.

2. Data dari stasiun cuaca di wilayah tersebut dengan menggunakan piranti lunak peramal cuaca yang memrediksi sirkulasi angin dan udara.

3. Data satelit yang menunjukkan kondisi geografis wilayah termasuk lokasi perumahan, gedung-gedung, pohon, lahan pertanian dsb.

Hasil penghitungan dari ketiga sumber informasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil survei emisi CO2 yang dilakukan oleh pemerintah. “Hasilnya adalah perkiraan emisi yang lebih tinggi hingga 15% bahkan lebih dari emisi yang dilaporkan di wilayah tersebut,” ujar Ehleringer.

Hasil penelitian ini adalah langkah awal yang baik guna membantu mendeteksi kadar penurunan atau kenaikan emisi di suatu negara untuk membantu mereka mencapai target penurunan emisi secara lebih tepat. “Kami akan terus meningkatkan akurasi verfikasi yang lebih baik dengan tingkat kesalahan di bawah 5%,” ujar Ehleringer.

Redaksi Hijauku.com