Oleh: Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan *  

COVID-19 sudah dinyatakan menjadi pandemi global oleh WHO, yang berarti bahwa wabah penyakit ini sudah menyebar demikian luas. Banyak negara melakukan lockdown sebagai cara untuk mengurangi penyebaran virus ini, hingga kontak antar manusia pun dibatasi. Gedung, pusat perkantoran, mall, tempat rekreasi, kampus dan sekolah pun ditutup. Semua aktivitas bekerja dan belajar dialihkan ke rumah.

Dari sudut pandang kelistrikan, dengan perubahan tempat kerja dan pengurangan aktivitas di sektor industri tentu akan mengubah pola beban. Sebagai contoh, penggunaan listrik di Italia merosot sekitar 7% pekan lalu setelah pemerintah di sana menutup sekolah dan para pekerja diminta untuk tinggal di rumah.

Operator jaringan listrik di Indonesia, sejatinya sudah mempersiapkan diri dengan baik untuk mengantisipasi perubahan permintaan daya, menjaga keandalan sistem dan keseimbangan jaringan listrik. Mereka terus memantau perubahan pola beban karena banyak kantor dan pusat bisnis yang beralih menggunakan internet sebagai media bekerja jarak jauh atau bekerja dari rumah.

Permintaan listrik dari sektor industri yang memiliki intensitas konsumsi energi tinggi seperti pabrik, bandara, dan tempat hiburan akan jauh berkurang, sedangkan pada sektor rumah tangga, tempat pelayanan medis seperti rumah sakit dan klinik kesehatan akan meningkat dengan tajam.

Namun bukan itu saja yang harus dipersiapkan, akses ke fasilitas kontrol pembangkit dan segala aset infrastruktur energi yang strategis sudah saatnya dibatasi, agar resiko penyebaran wabah ini tidak menjangkiti para pekerjanya yang dikhawatirkan akan mengganggu rutinitas kerja.

Oleh karena itu prosedur operasi darurat juga harus dipersiapkan secara matang mengingat fungsi operator sistem kelistrikan adalah memastikan bahwa sistem harus bekerja dengan handal dengan kualitas daya yang baik, bukan saja di sistem Jawa-Bali-Madura tapi di seluruh Nusantara. Dapat dibayangkan jika wabah semakin meluas dan terjadi gangguan akan suplai energi listrik, maka situasi akan semakin runyam.

Beralihnya aktivitas dari kantor ke rumah juga menunjukkan bahwa rumah bukan lagi dipandang sebagai bangunan pasif yang hanya menjadi tempat hunian dan beristirahat. Tetapi rumah dapat menjadi bangunan aktif yaitu tempat bekerja, belajar yang produktif serta memungkinkan untuk menghasilkan listrik sendiri yang dapat menunjang semua aktivitas tersebut.

Teknologi energi terbarukan seperti panel surya dan baterai, saat ini sudah mudah dipasang di rumah dengan harga yang terjangkau serta memiliki keandalan yang baik.

Sebagai contoh, di Eropa, sejak tahun 2016 telah dilakukan proyek penelitian di beberapa rumah untuk dijadikan model atau percontohan rumah yang lebih independen listriknya. Rumah ini menggunakan panel surya, baterai dan terhubung dengan jaringan listrik (on grid).

Penelitian serupa juga telah dilakukan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, dengan rumah dual power-nya, meskipun berbeda konsepnya tetapi tujuannya sama yaitu menjadikan rumah yang dapat menghasilkan listrik, menyimpannya dan menggunakannya untuk kebutuhannya sendiri.

Covid-19, telah menyadarkan kita betapa penting dan strategisnya fungsi sebuah rumah khususnya pada masa krisis. Mari belajar, bekerja dan berkarya secara mandiri dengan listrik dari rumah.

–##–

* Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan adalah Kepala Program Studi (Kaprodi) Magister Multidisiplin Teknik Sistem Energi, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.