Kota-kota dunia adalah sumber polusi gas rumah kaca. Dari wilayah ini aksi harus dimulai. Hal ini dikarenakan kota-kota dunia berada di garis depan transisi energi. Kota mendominasi permintaan energi, sehingga bertanggung jawab atas melonjaknya emisi gas rumah kaca.
Data International Energy Agency menyatakan, wilayah wilayah perkotaan dunia menyumbang 64% penggunaan energi dan menghasilkan 70% polusi CO2 di bumi pada 2013.
Jumlah polusi CO2 ini akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk di perkotaan. Sehingga penting bagi masyarakat perkotaan dunia untuk beralih ke pola pemakaian energi yang lebih efisien. Kota juga dituntut untuk melakukan peralihan energi yang lebih ramah lingkungan, sehingga bisa menciptakan ketahanan energi dan mencapai target aksi perubahan iklim.
Menurut laporan IEA, ada peluang bagi perkotaan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Peluang pertama adalah transisi ke sistem transportasi yang ramah lingkungan, yang mendorong masyarakat untuk berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan transportasi publik. Inisiatif ini akan mampu menghemat dana sebesar $21 triliun pada 2050, yang bisa dialokasikan untuk kepentingan lain yang lebih ramah lingkungan.
Peluang kedua adalah pengurangan emisi dan peningkatan efisiensi energi dari penggunaan sistem energi baru dan terbarukan seperti energi surya. Untuk mencapai target peralihan ke energi terbarukan, kota-kota dunia bisa memetakan potensi energi surya, beserta output dan biaya instalasinyya. Aksi ini tentu perlu komitmen dan dukungan dari pemerintah guna mendorong instalasi energi bersih ini.
Sejumlah kota di dunia sudah 100% menggunakan energi terbarukan. Kota-kota tersebut adalah Aspen, Colorado, and Burlington, Vermont di Amerika Serikat. Kota lain seperti Copenhagen, Denmark, menargetkan menjadi kota yang netral emisi karbon (carbon neutral) pada 2025. Kota San Diego, California, menargetkan penggunaan 100% energi terbarukan pada 2035, sementara Vancouver, Canada, pada 2050.
Peluang ketiga adalah menciptakan bangunan yang hemat energi melalui perancangan dan penggunaan energi yang lebih efisien dan terakhir adalah peluang penghematan energi dari perubahan gaya hidup.
Kebutuhan energi untuk pendingin udara menyumbang 40% konsumsi energi bangunan dunia. Berbagai wilayah di bumi semakin panas dan masyarakat semakin bergantung pada mesin penyejuk udara untuk mendinginkan ruangan. Negara-negara berkembang menyumbang 80% permintaan pendingin udara dunia sehingga permintaan energi juga akan melonjak.
Dengan upaya perubahan gaya hidup dan penciptaan bangunan yang ramah lingkungan, menurut IEA kota berpotensi menghemat 85% energi dari pengurangan pemakaian pendingin udara dan membantu dunia mencapai target menghambat peningkatan suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius pada 2050.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment