Kajian International Atomic Energy Agency (IAEA), lembaga tenaga nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta pemerintah Jepang meneruskan upaya menon-aktifkan reaktor nuklir mereka.

Hal ini terungkap dalam laporan IAEA yang dirilis Jum’at (24/5). Walau Jepang telah berhasil menyetabilkan reaktor nuklirnya pasca bencana gempa bumi dua tahun yang lalu, masih banyak masalah yang harus dibereskan sebelum Jepang bisa menon-aktifkan reaktornya.

“Laporan final kami menyatakan, Jepang telah berhasil menyetabilkan fasilitas pendinginan inti dan penyimpanan bahan bakar reaktor,” ujar Direktur Divisi Siklus Bahan Bakar Nuklir dan Teknologi Limbah dari IAEA, Juan Carlos Lentijo sebagaimana dikutip dalam berita PBB.

“Namun pencemaran air masih terus berlangsung memengaruhi stabilitas reaktor. Masalah ini harus diselesaikan dalam waktu yang singkat sebelum upaya pemulihan dan penon-aktifan reaktor bisa dimulai.”

Pada Maret 2011, bencana gempa bumi berkekuatan 9,0 skala Ritcher melanda Jepang, memicu tsunami dan memakan korban lebih dari 20.000 jiwa di wilayah bagian timur Jepang.

Tsunami juga menghantam pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi merusak sistem pendinginan dan memicu mencairnya bahan bakar di tiga dari enam reaktor yang ada di pembangkit tersebut. Kecelakaan ini ditasbihkan sebagai kecelakaan nuklir terburuk pasca bencana Chernobyl pada 1986.

Merespon krisis ini sebanyak 13 orang ahli IAEA mengunjungi Jepang pada April. Mereka mencek kondisi reaktor dan bertemu dengan pejabat pemerintah Jepang di Tokyo. Misi ini adalah bagian dari upaya PBB memastikan keamanan jaringan pembangkit nuklir global dan menjadikan bencana ini sebagai pelajaran bersama untuk menghindari krisis yang sama terjadi pada masa datang.

Redaksi Hijauku.com