Kota-kota dunia akan menjadi ujung tombak pembangunan berkelanjutan dan peralihan menuju ekonomi hijau.

Kesimpulan ini terungkap dari laporan Global Environment Outlook 5 (GEO-5) untuk Pemerintah Lokal yang diluncurkan 16 Juni lalu.

Laporan yang dikoordinasikan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) ini melengkapi laporan dengan judul yang sama, GEO-5.

Laporan ini memeringatkan, jika dunia tidak menerapkan pola produksi dan konsumsi sumber daya alam secara berkelanjutan, pemerintah akan menghadapi kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan yang tidak bisa dibayangkan sebelumnya.

Kota dan pemerintah kota saat ini sudah menghadapi banyak masalah lingkungan. Mereka akan mengalami tantangan yang lebih besar seiring dengan bertambahnya populasi dan urbanisasi.

Pertumbuhan kota juga akan berpengaruh pada kemampuan kota memenuhi kebutuhan energi, air bersih dan sanitasi serta menjaga keanekaragaman hayati.

Dan saat kesepakatan tingkat dunia dan negara gagal, kota dan pemerintah kota menjadi ujung tombak aksi mengatasi tantangan lingkungan tersebut. “Contoh, saat mekanisme internasional gagal, kota dan pemerintah kota sudah memiliki inisiatif, kebijakan dan program untuk mitigasi perubahan iklim,” ujar Achim Steiner, Direktur Eksekutif UNEP.

Hal ini sangat relevan dengan diselenggarakannya Konferensi Pembangunan Berkelanjutan atau Rio+20 yang dimulai hari ini (20/6) di Kota Rio de Jeneiro, Brasil.

Banyak kritik menyatakan, Rio+20 tidak akan menghasilkan kesepakatan riil yang mengikat untuk membantu peralihan ke ekonomi hijau, sebagaimana kegagalan COP 17 di Durban, Afrika Selatan, Desember lalu untuk menghasilkan kesepakatan mengikat – menggantikan Protokol Kyoto – guna mengurangi emisi dan menekan kenaikan suhu bumi.

Hal ini bisa dilihat dengan tidak hadirnya sejumlah pemimpin negara adi kuasa – seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman – yang seharusnya memimpin inisiatif peralihan ke ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Untuk itulah kesepakatan dan kebijakan dalam tataran yang lebih kecil diperlukan. Kota dan pemerintah kota harus menjadi ujung tombak upaya peralihan ke ekonomi hijau dan menerapkan pola pembangunan yang berkelanjutan.

Ada banyak contoh keberhasilan kota – tempat tinggal separuh penduduk dunia – beralih ke ekonomi hijau dan pola pembangunan berkelanjutan.

Kerjasama antara pemerintah dan swasta di Pangkalpinang, Indonesia, berhasil mengubah wilayah pertambangan menjadi kebun botani yang mampu memasok layanan ekologis, termasuk menjaga pasokan air bagi masyarakat lokal.

Tokyo telah mengembangkan sistem perdagangan karbon bersama dengan program gedung hijau guna mengurangi seperempat emisi karbon pada tahun 2020, dari level tahun 2000.

Kota Bonn, Jerman berperan aktif memromosikan produk dan jasa ramah lingkungan dengan menghijaukan sistem pasokan (supply chain). Sementara kota Bogota, Kolombia, menata kotanya secara kreatif dengan memanfaatkan lahan secara terintegrasi dan terkenal dengan sistem tranportasi publiknya yang nyaman.

Harapan positif masih ada untuk Konferensi Pembangunan Berkelanjutan (Rio+20). Mari kita simak perkembangannya dalam dua hari ke depan.

Redaksi Hijauku.com