Partisipasi perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam memiliki sumbangan besar bagi terciptanya perdamaian.

Hal ini terungkap dalam diskusi memeringati Hari Perempuan Internasional, yang diselenggarakan di markas besar PBB, Kamis lalu (8 Maret 2012) di New York.

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh UN Women, Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Peacebuilding Support Office (PBSO) ini terungkap, peran dan pengetahuan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam sangat penting dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di wilayah mereka masing-masing.

Perempuan di pedesaan, jumlahnya mencapai seperempat dari populasi dunia. Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor pertanian. Menurut UN Women, keterlibatan perempuan dalam pembuatan keputusan – khususnya yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam – meningkat dalam periode konflik.

Di Afrika, saat kaum laki-laki sibuk berperang, kaum wanita terjun langsung dalam upaya penyelamatan lingkungan, memromosikan perdamaian. Wangari Maathai, peraih Nobel Perdamaian 2004 dari Kenya adalah salah satu diantaranya.

Sejak 1990, setidaknya terdapat 18 konflik kekerasan yang dipicu oleh eksploitasi sumber daya alam. Bahkan, menurut penelitian terbaru, dalam 60 tahun terakhir, setidaknya 40% konflik yang terjadi di dunia terkait dengan masalah pengelolaan sumber daya alam.

Perang saudara yang terjadi di Liberia, Angola dan Republik Demokratis Kongo berpusat pada perebutan sumber daya alam seperti mineral, karet, permata, emas dan minyak.

Di negara berkembang, termasuk di Indonesia, banyak konflik yang dipicu oleh eksploitasi sumber daya alam. Masih banyak rakyat yang belum menikmati kesejahteraan, saat sumber daya alam di wilayah mereka diekspolitasi dan dikorupsi oleh segelintir orang.

Konflik lain seperti di Darfur dan Timur Tengah semua terkait dengan perebutan kontrol atas sumber daya alam yang semakin langka seperti tanah dan air.

Menurut Program Lingkungan PBB, tidak ada langkah lain selain beralih ke sistem pengelolaan lingkungan yang mampu menciptakan kesejahteraan dan perdamaian. Setelah perdamaian tercapai, negara harus menjaganya. Hal ini bisa dilakukan dengan:

1. Memerkenalkan teknologi terbaik untuk mengelola air, energi dan limbah secara lebih efisien

2. Melakukan pengawasan dan pencegahan eksploitasi dan perdagangan sumber daya alam ilegal.

3. Membantu mereka yang dulu terlibat konflik untuk kembali bergabung ke masyarakat.

4. Menciptakan program lingkungan yang memungkinkan dialog dan kerja sama antar komunitas dan negara.

5. Melindungi sumber daya alam dan lingkungan, terutama saat terjadi konflik bersenjata, melalui instrumen hukum internasional.

Dan peran perempuan sebagai agen perdamaian dan pengelola sumber daya alam, menurut Henk-Jan Brinkman, Chief of the Policy dari PBSO, sangat besar.

Henk benar. Tidak hanya pada masa konflik, pada masa damai, perempuan yang jumlahnya mencapai 50% populasi dunia adalah ujung tombak untuk menciptakan gaya hidup ramah lingkungan. Mereka berperan penting dalam memromosikan pola konsumsi yang berkelanjutan. Maju terus perempuan Indonesia dan dunia.

Redaksi Hijauku.com