Tanpa kita sadari, selama ini kita telah hidup di kota dengan tingkat polusi yang jauh melebihi batas aman organisasi kesehatan dunia, WHO.

Dan tanpa kita sadari juga, selama ini kita telah menghirup udara yang mengandung benda-benda partikulat yang sangat tinggi.

Menurut penelitian WHO, banyak kota-kota besar di dunia termasuk di Indonesia yang memiliki tingkat polusi PM10 rata-rata per tahun yang jauh melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan ini.

PM10 adalah benda-benda partikulat yang ukurannya kurang dari 10 mikron. Benda-benda partikulat ini hampir mustahil diamati dengan mata telanjang. Manusia hanya bisa melihat benda dengan berukuran sama atau di atas 40 mikron tanpa bantuan alat seperti mikroskop.

Benda-benda partikulat inilah yang bertanggung jawab terhadap berbagai masalah kesehatan di masyarakat seperti asma, bronkitis, kanker paru-paru hingga prilaku kekerasan dan menurunnya kecerdasan anak.

WHO pada bulan Agustus lalu mengeluarkan laporan mengenai tingkat polusi udara di seluruh kota besar dunia dengan menggunakan standar PM10 ini.

Dari lima kota di Indonesia yang diamati oleh WHO, hanya Kota Pekanbaru yang standar polusi rata-rata per tahun di bawah standar WHO. WHO menetapkan standar aman polusi PM10 per tahun sebesar 20 mikrogram per meter kubik (20 mikrogram/m3). Dari data yang diambil WHO pada 2008, tingkat polusi PM10 Pekanbaru adalah 11 mikrogram per meter kubik (11 mikrogram/m3).

Kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat polusi yang jauh di atas batas aman WHO.

Jakarta misalnya, standar polusi udara yang dicatat WHO tiga tahun yang lalu adalah 43 mikrogram/m3 – 200% di atas standar aman WHO.

Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 mikrogram/m3 atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun lalu angka ini diklaim turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 mikrogram/m3 sebagian karena efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta (Jakarta Car Free Day).

Tingkat polusi Surabaya, Bandung dan Medan menurut laporan WHO lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota Kembang mencapai rata-rata 51 mikrogram/m3 per tahun. Di Surabaya, nilainya mencapai 69 mikrogram/m3 dan Medan mencapai 111 mikrogram/m3 per tahun.

Angka-angka di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air. Yang menarik, pokok permasalahan polusi udara perkotaan tidak hanya berhenti di sumber polusi, namun sudah melebar ke regulasi.

Menurut Peraturan Pemerintah No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 adalah 150 mikrogram/m3 per hari! Atau 300% di atas standar aman WHO yang 50 mikrogram/m3/hari.

Standar itu hingga kini belum berubah. Padahal, semakin banyak penelitian ilmiah yang menghubungkan pencemaran udara terhadap risiko kesehatan. Contoh, penelitian yang diterbitkan di American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine pada 6 Oktober lalu menyebutkan, jika tingkat polusi udara naik 10 unit maka risiko seseorang terkena kanker paru-paru walau ia bukan seorang perokok akan meningkat 15-27%.

Laporan terbaru dari American Lung Association (ALA) berjudul Sick of Soot yang diterbitkan minggu lalu (16 November) juga semakin memperjelas risiko polusi udara terhadap kesehatan ini. Dalam laporannya, ALA mengkritik standar polusi udara yang ditetapkan oleh Environmental Protection Agency (Badan Perlindungan Lingkungan AS) yang dinilai terlalu rendah. EPA saat ini menggunakan standar PM2.5 (benda-benda partikulat yang ukurannya kurang dari 2,5 mikron) sebesar 15 mikrogram/m3 per tahun dan batas harian sebesar 35 mikrogram/m3.

Standar PM2.5 adalah standar yang lebih tinggi dari PM10. Saat ini standar PM2.5 telah banyak dipakai oleh negara-negara maju yang peduli terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Singapura.

Menurut ALA, jika EPA meningkatkan standar polusi udara menjadi 11 mikrogram/m3 per tahun dan batas harian sebesar 25 mikrogram/m3, Amerika akan bisa mencegah terjadinya: 35.700 kematian prematur, 2.350 serangan jantung, 23.290 kunjungan ke rumah sakit atau ruang gawat darurat, 29.800 kasus bronkitis akut, 1,4 juta kasus asma kambuh dan 2,7 juta hari bolos kerja atau sekolah akibat penyakit yang dipicu oleh polusi udara setiap tahun.

Bandingkan semua manfaat dan risiko kesehatan ini dengan kondisi dan standar polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air yang masih menggunakan baku mutu udara ambien nasional sebesar 150 mikrogram/m3 per hari! Biarkan data dan fakta yang berbicara. Ayo bersama-sama memerangi polusi udara!

Redaksi Hijauku.com