Mampukah kita memberi makan penduduk dunia yang diramalkan mencapai lebih dari 9 miliar pada 2050 tanpa merusak sistem kehidupan di bumi?

Dalam laporan yang diterbitkan oleh jurnal Nature edisi online tanggal 12 Oktober, tim peneliti dari AS, Kanada, Swedia dan Jerman menjawab: bisa!

Dengan catatan, negara-negara dunia berhasil menerapkan sistem produksi pangan yang berkelanjutan melalui lima langkah penting: menghentikan perluasan lahan pertanian di daerah tropis, meningkatkan produktifitas lahan, menggunakan sumber daya secara bijaksana, mengubah pola tanam dan mengurangi makanan yang terbuang.

Para peneliti dari Universitas Minnesota, Universitas Wisconsin, McGill University, Universitas California (UC) Santa Barbara, Arizona State University, Stockholm Resilience Centre milik Universitas Stockholm, Stockholm Environment Institute dan Universitas Bonn telah bekerja sama selama dua tahun untuk menemukan jawaban pertanyaan yang paling menghantui dunia ini.

Mereka menggabungkan data terbaru yang diambil dari foto satelit dan catatan pertanian dari seluruh dunia dengan model pemrograman komputer baru yang mensimulasi sistem pertanian dunia dan dampaknya terhadap lingkungan.

Tim ini berhasil mengembangkan cara menggandakan produksi pangan dunia dan, pada saat yang sama, mengurangi dampak negatif produksi pertanian terhadap lingkungan.

Tim internasional ini memulai penelitian dengan mengidentifikasi karakter pertanian yang ada saat ini. Mereka menggunakan pola baru pengamatan lapangan dan satelit untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi pada lahan-lahan pertanian selama 40 tahun terakhir.

Saat ini, ladang pertanian dan peternakan luasnya mencapai 40% wilayah daratan – merupakan fungsi penggunaan lahan terbesar di muka bumi.

Walaupun praktik pertanian modern berhasil meningkatkan hasil panen, namun peningkatan hasil panen riil antara tahun 1985 hingga 2005 sebenarnya kurang dari separuh hasil yang telah dilaporkan dan pertumbuhan produktifitasnya kini melamban.

Dan karena sepertiga dari hasil panen digunakan untuk pakan ternak, bahan biofuel, dan produk-produk bukan makanan lain, perbandingan nilai kalori yang dihasilkan untuk mengurangi kelaparan per produktifitas lahan, jauh lebih rendah dibanding lahan dengan produktifitas tinggi namun tidak dipakai untuk menanam pakan ternak.

Semua itu berdampak negatif bagi lingkungan. Manusia saat ini sudah membabat 70% padang rumput, separuh sabana, 45% hutan gugur daun (temperate deciduous forests) dan 27% hutan tropis.

Ditambah lagi, pola intensifikasi pertanian — perubahan praktik irigasi, penggunaan pupuk dan praktik-praktik lain guna meningkatkan produktifitas lahan – telah mencemari air dan mengurangi pasokan energi dan air lokal.

Aktivitas pertanian seperti pembukaan lahan, penanaman padi, beternak, serta penggunaan pupuk yang berlebihan juga memroduksi emisi gas rumah kaca terbesar dengan kontribusi mencapai 35%.

Dari data produksi pertanian dan dampak lingkungan yang dikumpulkan melalui pemetaan lapangan dan satelit, para peneliti mengusulkan lima rencana guna memenuhi kebutuhan pangan dunia tanpa merusak bumi:

Menghentikan pembukaan lahan pertanian

Usaha mengurangi pembukaan lahan pertanian terutama di hutan hujan tropis bisa dilakukan dengan memberikan insentif ke masyarakat yang bersumber dari layanan ekosistem, sertifikasi dan ekowisata. Langkah ini bisa memberi manfaat besar bagi lingkungan tanpa mengganggu perekonomian dan mengurangi produksi pertanian secara dramatis.

Meningkatkan produktifitas lahan

Di banyak wilayah di Afrika, Amerika Latin dan Eropa Timur, banyak lahan yang belum tergarap secara optimal. Meningkatkan produktifitas lahan dengan variasi tanaman, pengelolaan yang lebih baik serta optimalisasi genetis bisa meningkatkan produksi pangan saat ini sebesar 60%.

Penggunaan sumber daya dengan lebih bijaksana

Pola pemakaian air, nutrisi dan bahan-bahan kimia dalam industri pertanian saat ini menghadapi apa yang disebut oleh anggota tim sebagai “Masalah Goldilocks”: pemborosan di satu lokasi, sementara di lokasi yang lain sangat kekurangan, jarang yang menggunakan sumber daya dengan tepat. Realokasi strategis bisa membantu memaksimalkan manfaat sumber daya alam yang berharga ini.

Mengubah pola tanam

Menggunakan lahan produktif untuk menanam pakan ternak atau biofuel, tak peduli seberapa efisiennya, akan menyedot pasokan pangan. Mendedikasikan lahan untuk memroduksi pangan bisa meningkatkan jumlah produksi kalori per orang hingga 50%.

Mengurangi limbah makanan

Sepertiga dari makanan yang dihasilkan oleh lahan pertanian terbuang, membusuk dan dikonsumsi oleh hama. Menghilangkan limbah makanan mulai dari ladang hingga meja makan bisa meningkatkan ketersediaan pangan untuk konsumsi hingga 50%.

Untuk beralih dari sistem pangan saat ini ke sistem yang bisa memenuhi kebutuhan pangan sekaligus melestarikan lingkungan, tim peneliti juga merekomendasikan beberapa hal berikut:

1. Fokus pada upaya meningkatkan sistem pertanian yang memiliki potensi produksi sekaligus fungsi konservasi alam berbiaya dan usaha yang ringan.

2. Menciptakan kebijakan yang dinamis yang bisa beradaptasi dalam situasi yang tidak diharapkan yang akan muncul sepanjang proses.

3. Menciptakan cara alternatif untuk mengevaluasi biaya dan manfaat menuju keamanan pangan dan kelestarian lingkungan yang lebih baik.

4. Fokus pada hasil bukan cara. Ambil manfaat dari semua sistem pertanian, baik dari pertanian tradisional, organik, pertanian skala industri, bioteknologi, produksi pertanian lokal skala kecil dan sebagainya, untuk menciptakan sistem pangan global yang berkelanjutan.

Redaksi Hijauku.com