Oleh: Mahpud Sujai *

Masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa dengan plastik. Untuk membawa belanjaan, pembungkus makanan, pembungkus barang hingga peralatan rumah tangga sebagian besar berbahan baku plastik. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penghasil sampah plastik ke laut terbesar di dunia setelah Tiongkok. Data KLHK juga menyebutkan bahwa peningkatan komposisi sampah plastik adalah sebesar 6 persen per tahun. Sekitar 9,85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan oleh kurang lebih 32 ribu gerai ritel modern di Indonesia pada tahun 2016, dan meningkat menjadi 10,72 miliar lembar per tahun pada tahun 2018. Dari total sampah plastik yang dihasilkan, sebesar 62 persen sampah plastik Indonesia adalah kantong plastik atau kresek.

Porsi sampah plastik terhadap total timbunan sampah nasional juga meningkat, dari sekitar 14 persen pada 2013, menjadi 20 persen pada tahun 2019. Berat timbunan sampah nasional pada 2016 diketahui sudah mencapai 65,2 juta ton, sehingga tahun 2019 diperkirakan sampah plastik akan mencapai lebih dari 70 juta ton Melihat statistik sampah plastik tersebut, maka wajar jika upaya-upaya pengurangan sampah plastik mendesak untuk dilakukan.

Dampak Buruk Plastik

Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang saat ini masih tetap menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya. Kantong plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut. Diperlukan waktu puluhan tahun bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu benar-benar di lenyapkan. Namun  yang menjadi persoalan adalah dampak negatif dari sampah plastik sangat besar sekali.

Plastik umumnya terbuat dari bahan baku polychlorinated biphenyl (PCB) yang mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh The Arizona State University Biodesign Institute, bahan kimia yang keluar dari plastik ditemukan dalam darah dan jaringan tubuh dari hampir semua manusia hidup. Terdapat dua kelas bahan kimia aktif yang berhubungan dengan kesehatan manusia, yaitu BPA (bisphenol-A) dan phthalates (aditif yang digunakan untuk menyintesis plastik). Zat-zat tersebut menyebabkan berbagai jenis penyakit berbahaya, antara lain kanker, gangguan system syaraf, meningkatkan potensi depresi, menyebabkan pembengkakan hati dan menyebabkan radang paru-paru.

Dampak negatif lain dari plastik terhadap kelestarian lingkungan adalah terancamnya kehidupan satwa liar akibat plastik. Saat ini, kehidupan satwa liar telah menyatu dengan sampah plastik. Mereka pun salah mengira plastik sebagai makanan mereka dan memberikannya kepada anak-anak mereka. Bahkan, sampah plastik pun telah mencemari daerah-daerah terpencil dari bumi. Di laut sendiri, sampah plastik telah melebih jumlah zooplankton dengan perbandingan 36 berbanding 1. Menurut Biological Sciences Magazine, lebih dari 260 spesies, antara lain invertebrata, kura-kura, ikan, burung laut dan mamalia yang telah tercemar sampah plastik mengalami gangguan makan dan pergerakan. Plastik pun mengancam reproduksi, laserasi (luka-luka pada kulit dan daging), bisul hingga kematian pada satwa liar.

Hewan-hewan laut seperti lumba-lumba, penyu laut, dan anjing laut menganggap kantong-kantong plastik tersebut makanan dan akhirnya mati karena tidak dapat mencernanya. Ketika hewan mati, kantong plastik yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak akan hancur menjadi bangkai dan dapat meracuni hewan lainnya. Racun-racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing. PCB yang tidak dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan. Hewan-hewan dapat terjerat dalam tumpukan plastik.

Plastik adalah material yang tidak dapat hancur dalam waktu yang sangat lama. Mirisnya, 33 persen bahan plastik hanya dipakai sekali lalu kemudian dibuang seperti botol air kemasan, kantong plastik dan sedotan. Plastik sendiri tidak bisa terurai dan hanya menjadi potongan yang lebih kecil dan kecil lagi. Material berbahan baku plastik bisa bertahan hingga 2.000 tahun, bahkan bisa lebih lama. Meskipun sampah-sampah plastik tersebut dikubur di Tempat Pembuangan Akhir sampah, sampah-sampah plastik yang terkubur tersebut memiliki bahan kimia berbahaya yang mengalir keluar dan meresap hingga ke air tanah. Air yang berasal dari limbah plastik tersebut nantinya akan mengalir ke danau dan sungai. Limbah plastik akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah. Hal ini dapat mengakibatkan turunnya kesuburan tanah karena plastik juga menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah. Sementara itu, pembuangan sampah plastik sembarangan di sungai-sungai juga akan mengakibatkan pendangkalan sungai dan penyumbatan aliran sungai yang menyebabkan banjir.

Upaya Pemerintah

Pemerintah sangat menyadari akan bahaya sampah plastik bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Berbagai upaya dilakukan baik dari demand side maupun supply side terhadap plastik. Dari sisi demand, pemerintah berupaya membatasi permintaan dan penggunaan plastik di masyarakat. Berbagai kebijakan telah diterapkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan tersebut antara lain pelarangan penggunaan kantong plastik, kebijakan kantong plastik berbayar, meningkatkan kampanye penggunaan kemasan ramah lingkungan dan kampanye 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) terhadap sampah plastik., Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk menurunkan demand masyarakat terhadap plastik sehingga jumlah limbah plastik akan berkurang.

Sementara itu dari sisi supply, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengenakan cukai terhadap kantong plastik. Pengendalian kantong plastik dengan mekanisme cukai dirasa pemerintah lebih tepat untuk diterapkan karena besaran tarif cukai dapat disesuaikan dengan karakter barangnya. Kebijakan ini dinilai efektif untuk pengendalian karena memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol fisik atas kantong plastik itu sendiri. Tujuan utama pengenaan cukai kantong plastik ini bukan untuk meningkatkan penerimaan negara, namun untuk mengatasi eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh limbah plastik.

Pengenaan cukai memiliki prinsip yang berbeda dengan pajak meskipun keduanya merupakan pungutan negara. Prinsip yang membedakan antara keduanya adalah secara umum, pajak adalah iuran wajib untuk setiap wajib pajak, sementara cukai hanya dibebankan kepada barang-barang tertentu saja berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu. Secara umum, kriteria barang yang kena cukai di setiap negara adalah barang-barang yang pemakaiannya dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat atau lingkungan, sehingga konsumsinya harus dikendalikan dan peredarannya harus diawasi.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan mengurangi konsumsi material berbahan baku plastik. Mengubah budaya itu adalah hal yang sulit dan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, namun sedikit langkah kecil yang dilakukan diharapkan akan membuat perubahan besar ke depan yang akan menciptakan negara kita mengurangi konsumsi sampah plastik. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan alam demi masa depan anak cucu kita.

–##–

* Mahpud Sujai adalah Peneliti Madya Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.