Average Surface Air Temperature 2016Tahun 2016 pecahkan rekor sebagai tahun terpanas kalahkan tahun 2015. Dengan terpecahkannya rekor ini, kenaikan suhu bumi kini mendekati 1,5°C dari masa pra-industri. Konfirmasi ini diperoleh dari data Copernicus Climate Change Service (C3S) yang dirilis Kamis, 5 Januari 2017. C3S dalam siaran persnya menyatakan, tahun 2016 lebih panas 0,2°C dari tahun 2015. Suhu terpanas 2016 tercapai pada bulan Februari.

Kenaikan suhu ekstrem ini telah berdampak pada berbagai wilayah dunia. Cuaca ektrem dan bencana iklim semakin sering terjadi termasuk di Indonesia. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, kejadian bencana pada 2016 meningkat 35% dibandingkan tahun 2015 dan mencetak rekor tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.342 bencana terjadi sepanjang tahun 2016. Sebanyak 92% kejadian pada 2016 adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan puting beliung.

Annual global surface air temperature 2016Dalam data terbaru C3S, yang menjadi bagian dari proyek Copernicus, program observasi bumi dari Uni Eropa, suhu tertinggi pada 2016 mencapai 14,8°C atau 1,3°C lebih tinggi dibanding tahun-tahun awal abad ke-18. Tahun terpanas sebelumnya adalah tahun 2015. Suhu di tahun 2016 0,2°C lebih tinggi dibanding 2015.

Kondisi ini sungguh mengkhawatirkan. Per 8 Januari 2017, sebanyak 122 negara telah meratifikasi Perjanjian Paris yang berupaya menekan suhu bumi tidak lebih dari 1,5°C atau menjaganya agar tidak melampaui 2°C pada akhir abad ini. Dengan kenaikan suhu bumi mencapai 14,8°C pada Februari 2016, batas psikologis 1,5°C sebentar lagi akan terlampaui. Dunia hanya memiliki sisa kenaikan suhu bumi 0,52°C dari target kenaikan 2°C pada tahun 2100. Hanya dengan begitu dunia bisa menghindari dampak dan risiko perubahan iklim yang semakin ekstrem seperti gelombang panas, kekeringan dan banjir.

Kenaikan suhu bumi dan konsentrasi polusi gas rumah kaca juga saling terkait. Menurut data C3S, tahun 2016 adalah tahun pertama kalinya, konsentrasi emisi CO2 terus berada di atas 400 ppm saat musim panas berganti musim semi di belahan bumi bagian utara. Pada tahun-tahun sebelumnya, dalam periode ini emisi gas rumah kaca akan mencapai titik terendah yaitu setiap bulan September. Semua informasi tersebut adalah tanda-tanda kerusakan alam yang seharusnya bisa dibaca oleh kaum yang berpikir.

Redaksi Hijauku.com