Permintaan metal (logam, hasil tambang) diperkirakan akan naik hingga sepuluh kali lipat dalam beberapa dekade mendatang. PBB menyeru dunia agar menghemat metal guna mengurangi dampak negatif penggunaan dan eksploitasi sumber daya alam ini terhadap lingkungan. Hal ini terungkap dalam dua laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) yang dirilis baru-baru ini di Berlin, Jerman.

Laporan berjudul “Environmental Risks and Challenges of Anthropogenic Metals Flows and Cycles” dan “Metal Recycling – Opportunities, Limits, Infrastructure” menggarisbawahi perlunya peningkatan aksi daur ulang metal pada abad 21.

“Saat populasi di negara berkembang mulai mengadopsi gaya hidup dan teknologi yang sama dengan penduduk di negara maju, kebutuhan metal dunia akan naik tiga hingga sembilan kali lipat dibanding penggunaan metal saat ini,” ujar Achim Steiner, Direktur Eksekutif UNEP.

Proses pertambangan dan pengolahan metal menggunakan 7-8% pasokan energi dunia dan berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Emisi metal juga dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan pupuk fosfat.

Upaya daur ulang metal memerlukan energi yang jauh lebih sedikit per kilogramnya dibanding proses produksi pertambangan primer. Upaya daur ulang ini juga lebih ramah ingkungan dan bisa mengurangi eksploitasi bijih metal berkualitas rendah serta menghemat metal yang berkualitas lebih tinggi.

Namun upaya daur ulang semakin rumit. Dalam satu produk ponsel misalnya bisa ditemukan lebih dari 40 elemen metal termasuk tembaga, platinum, perak, emas dan paladium.

“Daur ulang perlu pendekatan yang lebih canggih. Perancang produk harus memerhitungkan agar setiap material langka yang digunakan untuk panel surya, magnet turbin angin hingga telepon seluler dsb bisa didaur ulang dengan mudah saat produk-produk itu sudah tidak lagi digunakan,” tambah Steiner.

Menurut teori semua metal bisa didaur ulang sehingga peluang untuk mengurangi kerusakan lingkungan, mengurangi penggunaan energi dan air sangat besar membantu transisi menuju pembangunan yang rendah karbon dan hemat sumber daya alam.

Masalah ini bisa diselesaikan melalui perubahan pendekatan dari yang berbasis bahan baku menjadi berbasis produk sehingga akan lebih mudah memisahkan dan memanfaatkan kembali bahan baku yang telah digunakan.

Jerman adalah salah satu negara yang sukses mendaur ulang metal. “Kami terus berupaya menggunakan bahan baku secara lebih bijaksana,” ujar Peter Altmaier, Menteri Lingkungan Hidup Pemerintah Federal Jerman. “Penggunaan bahan baku Jerman saat ini jauh lebih efisien dibanding 10 tahun yang lalu. Kami ingin melipatgandakan efisiensi ini pada 2020 dibanding tingkat efisiensi tahun 1994.”

Potensi daur ulang bahan baku metal sangat besar seiring dengan semakin banyaknya sampah elektronik yang setiap tahun mencapai 20 hingga 50 juta ton atau 3-7 kilogram per orang.

Di Eropa, jumlah sampah elektronik ini mencapai 12 juta ton per tahun. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa dekade mendatang dengan tingkat pertumbuhan 4% per tahun – sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dibanding pertumbuhan sampah di perkotaan.

Sementara itu tingkat daur ulang metal masih rendah. Menurut laporan International Resource Panel (IRP) kurang dari sepertiga dari 60 metal yang diteliti yang memiliki rasio daur ulang di atas 50%. Bahkan, sebanyak 34 elemen memiliki rasio daur ulang di bawah 1%. Data-data ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk melakukan efisiensi sumber daya sekaligus menyelamatkan lingkungan.

Redaksi Hijauku.com