Ilmuwan harus berada di garis depan upaya edukasi serta sosialisasi pemanasan global dan perubahan iklim. Pesan ini disampaikan dalam simposium American Chemical Society (ACS) – komunitas ilmiah terbesar di dunia – yang berlangsung di New Orleans, Amerika Serikat, Selasa (9/4).

Simposium bertema “Understanding Climate Science: A Scientist’s Responsibility,” adalah bagian dari pertemuan nasional ACS yang ke-245. Dalam simposium ini para ilmuwan ACS membuka informasi-informasi terbaru mengenai perubahan iklim dan pemanasan global guna melengkapi temuan yang sudah ada selama ini.

Akhir tahun lalu, ACS meluncurkan Climate Science Toolkit, aplikasi berbasis web guna meningkatkan pemahaman dan komunikasi perubahan iklim. Aplikasi ini dikembangkan oleh lebih dari 163.000 anggota ACS bersama dengan pihak-pihak terkait.

Proyek yang dikembangkan selama satu tahun ini adalah salah satu inisiatif utama Bassam Z. Shakhashiri, saat ia masih menjabat presiden ACS pada 2012. Shakhashiri, menyebut aplikasi ini sebagai aplikasi yang unik karena membahas secara kritis konsep-konsep ilmiah di balik perubahan iklim global.

Dalam ACS Climate Science Toolkit, masyarakat bisa menemukan informasi mengenai konsep emisi gas rumah kaca, proses pemanasan global, pergerakan energi dari molekul menjadi energi kinetis dan masih banyak lagi.

Situs ini juga menyediakan cerita-cerita tentang perubahan iklim yang bisa digunakan untuk bahan pengajaran dan presentasi di depan komunitas yang beragam seperti siswa, mahasiswa, pengajar, pebisnis hingga perusahaan.

“Perubahan iklim adalah salah satu ancaman terbesar pada awal abad ke-21 yang berdampak pada semua yang ada di muka bumi. Ilmuwan harus menggunakan keahlian mereka untuk berperan aktif melakukan edukasi perubahan iklim ke masyarakat,” ujar Shakhashiri. Situs ACS Climate Science Toolkit bisa dikunjungi di sini: ACS Climate Science.

Redaksi Hijauku.com