Emisi CO2 yang terperangkap dalam atmosfer sebagian besar merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil. Emisi CO2 ini memicu pemanasan global dan perubahan iklim. Konsentrasi emisi CO2 di atmosfer ini terus meningkat dan telah melampaui batas aman 350 PPM (Parts Per Million).
Peningkatan emisi dan kebutuhan energi mendorong para peneliti di seluruh dunia mencari cara memroduksi energi dengan jejak karbon yang minimal. Upaya tersebut diperkirakan akan berbuah manis dalam waktu dekat. Hal ini terungkap dari hasil penelitian University of Georgia (UGA) yang dirilis Selasa (26/3).
Dalam penelitian UGA ini, tim ilmuwan tidak hanya menemukan energi yang rendah emisi, mereka bahkan menemukan cara mengubah emisi CO2 menjadi energi.
“Yang kami lakukan adalah menciptakan mikroorganisme yang berfungsi sama seperti tanaman yaitu menyerap CO2 dan mengubahnya menjadi produk yang berguna,” ujar Michael Adams, profesor bioteknologi di UGA yang memimpin penelitian ini.
Dalam proses fotosintesis, tanaman menggunakan sinar matahari untuk mengubah air dan karbon dioksida menjadi gula yang kemudian digunakan tanaman sebagai energi – mirip seperti manusia yang membakar kalori dari makanan. Gula ini bisa difermentasi oleh tanaman menjadi bahan bakar seperti etanol, namun proses ini terbukti sangat sulit, karena gula terkunci dalam sel tanaman yang kompleks.
“Dalam penemuan ini, kami tidak memerlukan tanaman sebagai perantara,” ujar Adams. “Kami mampu mengambil CO2 langsung dari atmosfer dan mengubahnya menjadi berbagai macam produk seperti bahan bakar dan bahan kimia tanpa harus melalui proses yang tidak efisien; menanam pohon dan mengekstrak gula dari biomassa.”
Proses ini dimungkinkan melalui bantuan mikroorganisme unik bernama Pyrococcus furiosus, atau “bola api beringas / rushing fireball”. Mikroorganisme ini tumbuh di air samudera yang super panas dengan memangsa karbohidrat di dekat lokasi sumber panas bumi. Dengan memanipulasi bahan genetis dari organisme ini, Adams dan tim menciptakan “turunan” dari P. furiosus yang mampu mengonsumsi CO2 di suhu yang lebih rendah.
Tim peneliti lalu menggunakan gas hidrogen untuk memicu reaksi kimia dalam organisme tersebut dan terbukti mampu mengubah CO2 menjadi “3-hydroxypropionic acid” bahan baku yang biasa dipakai industri kimia sebagai bahan akrilik dan produk-produk yang lain.
Dengan sistem manipulasi genetis ini pula tim peneliti menciptakan turunan dari P. furiosus, guna memroduksi produk-produk industrial lain seperti bahan bakar dari karbon dioksida.
Saat bahan bakar ini nantinya digunakan/dibakar, bahan bakar tersebut akan melepas CO2 setara dengan jumlah CO2 yang digunakan sebagai bahan energi ini, sehingga bahan bakar tersebut menjadi bahan bakar yang netral emisi karbon dan lebih bersih dibanding bensin, batu bara dan minyak. “Tahapan yang kami capai saat ini sangat penting dan berpotensi besar digunakan memroduksi bahan bakar yang efisien dan murah,” ujar Adams. “Kami akan terus menyempurnakan prosesnya dan mulai mengetesnya dalam skala yang lebih besar.”
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment