Doha, 30 November 2012 – Konferensi perubahan iklim ke-18 dari Konvensi Kerangka Kerja untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Doha, Qatar memasuki hari kelima.

Salah satu isu penting yang dibahas dalam rangkaian konferensi ini adalah mengenai isu adaptasi terhadap perubahan iklim. Isu adaptasi dibahas dalam tiga jalur negosiasi yaitu Subsidiary Body for Implementation (SBI), Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Ad hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-LCA).

Dalam jalur negosiasi SBI, ada tiga sub item isu adaptasi yang dibahas yaitu mengenai National Adaptation Plans (NAPs), Komite Adaptasi dan Pengembangan Kapasitas untuk Adaptasi. NAPs menjadi agenda prioritas dalam COP18 karena merupakan isu fundamental dalam tahapan pelaksanaan adaptasi. NAPs menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang dan negara dunia ketiga (Least Developed Countries / LDCs).

Untuk elemen pengembangan kapasitas kegiatan adaptasi sangat penting dalam membantu implementasi kegiatan adaptasi, karena adaptasi mustahil dilakukan tanpa pengembangan kapasitas berupa peralihan teknologi dari negara maju kepada negara berkembang dan negara dunia ketiga lainnya (LDCs). Pertemuan di Doha ini, diharapkan muncul program kerja terkait dengan kegiatan pengembangan kapasitas untuk adaptasi.

Sedangkan Komite Adaptasi menjadi harapan dunia internasional, khususnya bagi negara berkembang dan LDCs dalam meningkatkan/memperkuat adaptasi di negara-negara rentan terhadap dampak perubahan iklim. Salah satu isu yang dimunculkan adalah kebutuhan terhadap pedoman teknis yang sepatutnya dapat difasilitasi oleh komite tersebut.

Ketua Delegasi RI Pengganti (Alternate Head of Delegation) Dr. Eddy Pratomo mengatakan harapan yang muncul dari pertemuan pertama SBI ini menjelaskan betapa pentingnya Komite Adaptasi menjalankan mandat dan tugasnya. “Indonesia berharap adanya upaya membangun komite adaptasi yang memiliki program yang sistematis dan sistem kelembagaan yang memberikan manfaat terhadap kepentingan negara-negara rentan dengan prioritas kerja yang sangat objektif,” kata Eddy yang juga Duta Besar RI untuk Jerman.

Sedangkan Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Ari Muhammad menjelaskan dalam persidangan agenda Komite Adaptasi di bawah SBI, merekomendasikan tiga tahun rencana kerja (workplan) yang telah dilaporkan kepada SBI pada tanggal 1 Desember, 2012 yang lalu.

Ari mengatakan beberapa pihak mengharapkan Komite Adaptasi dapat menghasilkan kesimpulan sementara dan merekomendasikan kepada SBI, untuk kemudian menuntaskan isu lainnya seperti mekanisme kerja yang dapat memenuhi harapan masyarakat dunia.

Sedangkan dalam jalur negosiasi SBSTA, Ketua sidang menyampaikan usulan draft kesimpulan yang akan menjadi rekomendasi SBSTA/SBI kepada COP18. Poin utama adalah menyepakati rancangan rencana kerja tiga tahun komite adaptasi yang diharapkan dilaporkan pada COP19 mendatang, khususnya mengenai kemajuan dari pelaksanaan rencana kerja.

Delegasi RI melalui G77 melakukan intervensi mendorong Komite Adaptasi untuk memprioritaskan peningkatakan kapasitas di negara-negara rentan dampak perubahan iklim melalui asistensi penyusunan rencana dan implementasi adaptasi di tiap negara-negara tersebut.

Delegasi RI juga mengapresiasi Komite Adaptasi yang telah menyelesaikan tugasnya untuk melahirkan rencana kerja untuk tiga tahun. Dengan demikian, Komite Adaptasi dapat segera bekerja mengimplementasikan apa yang telah direncanakan.

Sumber: Jay Fajar – Media Officer Delegasi Republik Indonesia (Delri) di COP18, Doha, Qatar