Oleh: Rinda Gusvita

Dampak perubahan iklim telah dirasakan secara global. Semua orang harus menjadi bagian dari solusi untuk menyelamatkan bumi. Salah satu solusi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim adalah dengan beralih ke gaya hidup hijau atau yang biasa disebut dengan green lifestyle.

Prinsip utama gaya hidup hijau adalah menerapkan perilaku hidup yang rendah karbon guna mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK/greenhouse gas). GRK adalah gas yang memerangkap energi dari sinar matahari dalam atmosfer bumi yang menyebabkan efek rumah kaca. GRK dapat berbentuk gas Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrat Oksida (N2O), dan gas – gas lain yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6). GRK yang terlepas ke atmosfer memicu pemanasan global, yang akhirnya mengakibatkan perubahan iklim ekstrem di bumi.

Jika masyarakat sadar akan dampak emisi GRK, secara langsung maupun tidak langsung, akan tercipta tekanan publik terhadap penghasil emisi gas rumah kaca, seperti sejumlah perusahaan di Lampung, untuk melakukan tindakan nyata terhadap perubahan iklim. Karena manusia, dalam melakukan pembangunan dan aktivitas ekonomi, selalu bersentuhan dengan berbagai macam makhluk hidup atau lingkungan biologis. Hubungan akan terjalin dengan baik bila manusia dan lingkungan sekitar bisa hidup secara harmonis.

Langkah Penurunan Emisi di Provinsi Lampung

Untuk itu, integrasi antara kebijakan pembangunan dan aksi mengatasi perubahan iklim sangat diperlukan agar pembangunan perekonomian dapat berjalan selaras dengan pelestarian lingkungan hidup. Masalah ekologi tidak dapat diatasi oleh perorangan, kelompok atau hanya oleh satu negara. Masalah ekologi harus diatasi bersama. Diperlukan tindakan nyata guna agar Indonesia terhindar dari krisis ekologi dan perubahan iklim yang lebih kompleks lagi.

Pemerintah telah mengeluarkan aturan mengenai pengurangan emisi GRK sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Penyusunan Rencana Aksi Nasional penurunan emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 26% dengan usaha sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2020.

Di tingkat provinsi, gubernur harus menyusun rencana aksi daerah penurunan emisi GRK (RAD-GRK) yang mengacu pada RAN-GRK, dan disesuaikan dengan prioritas daerah, paling lambat 12 bulan sejak perpres diterbitkan.

Pemerintah Daerah Provinsi Lampung yang dimotori oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) juga telah membentuk Tim Penyusunan RAD-GRK Provinsi Lampung.

RAD-GRK adalah dokumen yang menyediakan arahan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan penurunan emisi GRK, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kurun waktu tertentu. Rancangan tersebut selanjutnya menjadi bahan masukan dan dasar penyusunan dokumen-dokumen rencana strategis daerah.

RAD-GRK ini bersifat multisektor dengan mempertimbangkan karakteristik, potensi, dan kewenangan, serta intregasi dengan rencana pembangunan daerah. Kegiatan-kegiatan penurunan emisi GRK yang dilakukan atau difasilitasi oleh pemerintah, bersifat partisipatif dan menggunakan referensi yang tersedia di tingkat nasional. RAD-GRK sangat dinamis, disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah dan nasional serta perkembangan yang ada.

Beberapa sektor yang berpotensi tinggi menyumbang emisi gas rumah kaca di Lampung adalah deforestasi, gas buang kendaraan bermotor, limbah industri, emisi yang dikeluarkan oleh industri dan rumah tangga, serta sistem pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

Dalam penyusunan RAD-GRK, dibentuk enam kelompok kerja (Pokja) dengan target pengurangan emisi di sektor pertanian sebesar 0,27%, sektor kehutanan dan lahan gambut sebesar 22,78%, sektor industri 0,03%, sektor limbah 1,63%, bidang energi dan transportasi sebesar 1,29%.

Aksi Individu Sebagai Solusi Perubahan Iklim

Disamping penyusunan RAN dan RAD GRK oleh pemerintah bersama dengan pihak-pihak yang terkait, masyarakat juga harus dilibatkan dalam upaya nyata mengurangi emisi GRK guna mencegah krisis ekologi.

Setiap orang bisa menjadi solusi perubahan iklim. Dengan edukasi dan sosialisasi, masyarakat akan menyadari dan mengubah gaya hidup mereka secara suka rela menuju gaya hidup yang ramah lingkungan.

Masyarakat di daerah rawan dapat memberikan kesaksian terhadap dampak perubahan iklim. Mereka adalah penduduk yang menghadapi langsung dampak kenaikan permukaan air laut, hilangnya berbagai flora dan fauna langka, cuaca ekstrem, dan sebagainya.

Jika kita belum bisa mengurangi polusi yang menjadi racun bagi bumi, paling tidak kita tidak menambahnya. Untuk itu, masyarakat harus turut serta menghemat energi, mengurangi emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, memromosikan sistem transportasi aktif seperti berjalan kaki atau bersepeda yang tidak hanya baik bagi lingkungan namun juga bermanfaat untuk kesehatan.

Untuk dapat bepergian dengan bersepeda bukanlah hal mudah. Tuntutan mobilitas yang tinggi, jarak, waktu serta medan yang ditempuh, menjadi pertimbangan dalam pemilihan alat transportasi.

Bersepeda ke tempat kerja (bike to work) atau ke sekolah (bike to school) bisa diaplikasikan untuk jarak dan waktu tempuh yang relatif pendek. Bersepeda juga bisa menjadi alternatif untuk bepergian ke warung atau sekedar mengunjungi keluarga dekat atau rumah tetangga.

Untuk jarak yang lebih jauh kita bisa memilih menggunakan angkutan umum – dan meninggalkan kendaraan pribadi – sebagai bagian dari upaya penghematan energi. Selain mengurangi konsumsi energi dan emisi gas buang kendaraan bermotor, kita juga bisa menghemat biaya transportasi – tidak terpengaruh langsung oleh kenaikan harga atau pencabutan subsidi bahan bakar fosil.

Ketersediaan infrastruktur tidak dapat dipungkiri akan menentukan apakah masyarakat akan memilih gaya hidup hijau ini atau tidak.

Di Bandar Lampung, alih-alih tersedia jalur khusus pesepeda, ketersediaan trotoar bagi pejalan kaki juga sangat minim. Jikapun tersedia, trotoar yang ada berukuran sempit (standar minimal 1,2 meter) dan telah mengalami kerusakan di sana-sini sehingga membahayakan pejalan kaki.

Selain itu banyak pedagang yang memilih berjualan di trotoar. Kondisi trotoar yang memang sudah sangat memprihatinkan ini ditambah dengan dibangunnya tempat pemberhentian bus (bus shelter) yang tentu saja mengganggu kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.

Belum lagi kemacetan lalu lintas pada jam sibuk menyebabkan pengendara sepeda motor yang nakal dan tidak sabaran nekat melewati trotoar. Tentu saja hal ini tidak hanya berbahaya bagi pejalan kaki, namun juga bagi pengendara sepeda motor itu sendiri.

Angkutan umum dapat menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan, polusi, dan konsumsi bahan bakar. Namun masyarakat yang masih memilih menggunakan kendaraan pribadi punya alasan tersendiri mengapa mereka tidak menggunakan angkutan umum.

Kendaraan pribadi dianggap masih memberikan kenyamanan dan kecepatan yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini dipermudah (atau diperparah?) dengan maraknya pemberian kredit kendaraan bermotor, masih terjangkaunya harga bahan bakar, ketersediaan lahan parkir yang memadai dengan biaya parkir masih sangat murah.

Semua kompleksitas inilah yang memicu masalah lingkungan tidak hanya di Bandar Lampung namun juga di banyak kota di Tanah Air. Polusi, kemacetan, masalah kesehatan memicu penurunan kualitas hidup masyarakat, terutama di perkotaan.

Masih banyak masalah lingkungan lain yang menurunkan kualitas hidup masyarakat. Penggunaan zat kimia dan pestisida di industri pertanian, permasalahan sampah yang seperti tidak ada habisnya selama manusia masih menggunakan barang sekali pakai seperti kantong plastik.

Solusinya tidak lain adalah kembali ke gaya hidup hijau. Mengonsumsi makanan organik bisa menjauhkan kita dari segala zat kimia dan rekayasa genetika di industri pertanian tanaman pangan dan peternakan. Sayur dan buah organik saat ini semakin mudah diperoleh. Lebih baik lagi jika kita bisa menanam sendiri di sekitar rumah kita. Berkebun di rumah juga akan menambah keasrian lingkungan sekitar. Banyak pilihan metode berkebun yang saat ini bisa dikembangkan, seperti vertikultur atau hidroponik, untuk menyiasati lahan sempit.

Sampah organik, daripada dibuang sia-sia, bisa diubah menjadi pupuk atau kompos. Sampah organik jika dibiarkan menumpuk dan tidak diolah secara bijak, akan menghasilkan metana yang merupakan salah satu GRK.

Saran lain, mulailah melakukan penghematan penggunaan kantong plastik. Membawa tas pakai ulang ketika berbelanja dapat mengurangi pemakaian kantong plastik atau tas kresek secara signifikan. Pernahkah Anda memperhatikan sedotan dan tutup plastik pada minuman di gerai makan cepat saji? Jika kita minum dan makan ditempat, mengapa harus memakai tutup dan sedotan plastik?

Begitu juga dengan air minum kemasan sekali pakai. Bukankah lebih baik membawa tumbler yang dapat dipakai berulang kali tanpa menimbulkan sampah.

Kita juga bisa menghemat penggunaan air di rumah dengan tidak membuka keran air secara maksimal. Berbagai masalah kesulitan air bersih di Bandar Lampung, misalnya, dapat diatasi jika kita bijak dalam penggunaan air bersih.

Pasokan air dari PDAM telah dimaksimalkan dengan membuka mata air baru seperti yang dilakukan di Kelurahan Keteguhan. Juga dengan membuka tender untuk dapat menyuplai air bersih dari Bendungan Argoguruh. Namun masih saja ada wilayah yang mengalami krisis air. Bahkan masyarakat ada yang hingga satu bulan kesulitan mendapatkan suplai air bersih dari PDAM.

Kurangnya debit air yang disuplai PDAM diperparah oleh kondisi wilayah resapan air tanah atau catchment area yang terus berkurang. Hutan banyak yang telah dialihfungsikan untuk kepentingan lain yang dianggap lebih bernilai “ekonomis”. Hal ini memengaruhi kemampuan tanah untuk menangkap dan menyimpan air.

Untuk mewujudkan Indonesia lestari di masa datang memang tidak mudah. Namun semua mimpi itu bisa diawali dengan beralih ke gaya hidup hijau. Kuncinya sebenarnya cuma satu: kemauan. Dengan adanya kemauan kita bisa melakukan sesuatu yang awalnya terlihat sulit.

Memulai gaya hidup hijau bagi kita yang belum terbiasa tentu bukan hal mudah. Bagi yang sudah menerapkannya, patut diacungi jempol dan ditiru. Bagi yang belum, mari kita coba secara perlahan. Meski belum bisa memulai aksi yang besar, paling tidak kita bisa memulainya dari diri sendiri dan dari hal yang kecil. Kita pasti bisa! Lakukan dan bagikan inspirasi hijaumu kepada orang lain di sekitarmu. Salam adil dan lestari!

Catatan Redaksi:

Artikel ini ditulis oleh Rinda Gusvita, Staff Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Lampung.