Masyarakat Uni Eropa mengeluarkan aturan baru guna mencegah ekspor ilegal sampah elektronik.

Hal ini terungkap dari berita Program Lingkungan PBB yang diterbitkan minggu lalu (15/8). Aturan ini dilandasi oleh hasil penelitian terbaru Konvensi Basel tentang sampah elektronik di Afrika.

Menurut Konvensi Basel, arus sampah elektronik dari negara-negara maju, termasuk dari anggota Uni Eropa, yang masuk ke Afrika terus meningkat. Sebagian dari sampah itu didaur ulang dan sebagian lagi terbuang.

Peralatan listrik dan elektronik mengandung logam berat (heavy metals) seperti merkuri dan timbel, juga bahan-bahan kimia, yang bisa merusak kesehatan dan lingkungan. Zat-zat berbahaya akan terlepas saat peralatan listrik dan elektronik ini diurai atau dibuang, yang akan membahayakan kesehatan para pekerja.

Peraturan Uni Eropa baru ini bertujuan untuk memerbaiki skema pengumpulan sampah elektrik dan elektronik di semua negara anggota. Konsumen nantinya bisa mengembalikan barang-barang elektrik dan elektronik yang tidak terpakai secara gratis, sehingga akan meningkatkan aksi daur ulang (recycle) dan penggunaan kembali (reuse) bahan baku dan produk-produk elektronik.

Aturan baru ini mensyaratkan pengumpulan sampah elektronik hingga 45% dari jumlah peralatan elektronik yang terjual, yang akan diberlakukan sejak 2016. Tahap kedua akan berlaku mulai tahun 2019, dengan target mengumpulkan 65% dari peralatan elektronik yang telah terjual atau 85% dari sampah elektronik yang dihasilkan.

Mulai tahun 2018, aturan ini akan diperluas mencakup semua jenis sampah elektronik yang sudah diteliti sebelumnya.

Aturan baru ini juga mensyaratkan eksportir untuk menguji apakah peralatan yang mereka ekspor berfungsi atau tidak, dan melengkapi dokumen guna menghindari ekspor barang-barang elektronik ilegal. Aturan baru ini akan mulai berlaku pada tanggal 13 Agustus 2012.

Dalam menyiapkan aturan baru ini, Komisi Eropa mengaji hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Koordinasi Konvensi Basel untuk wilayah Afrika yang berbasis di Nigeria. Uni Eropa juga meneliti laporan tentang sampah elektronik di dua negara yang menandatangani Konvensi Basel yaitu Nigeria dan Ghana.

Dari penelitian di Ghana ditemukan, pada 2009, sekitar 70% impor negara tersebut adalah peralatan dan alat elektronik bekas. Sekitar 30% dari peralatan impor itu terindikasi tidak bisa digunakan lagi dan masuk dalam kategori sampah elektronik.

Berdasarkan penelitian Konvensi Basel terbaru, negara yang paling banyak mengekspor produk elektrik dan elektronik bekas ke Afrika Barat adalah Inggris diikuti oleh Prancis dan Jerman.

Konvensi Basel adalah konvensi yang mengatur limbah berbahaya dan pembuangannya yang diadopsi pertama kali pada 22 Maret 1989 dan mulai diperlakukan mulai 5 Mei 1992. Saat ini konvensi ini telah ditandatangi oleh 179 negara dan Uni Eropa mengadopsi konvensi ini pada 1994.

Dalam konferensi yang berlangsung di Bali, Indonesia pada 2008, Konvensi Basel memberikan mandat kepada Sekretariat guna menerapkan program tata kelola sampah elektronik yang berkelanjutan.

Redaksi Hijauku.com