Korupsi memicu ketimpangan akses atas lahan, mengancam produksi pertanian dan sistem pengelolaan sumber daya alam dunia.
Hal ini terungkap dalam laporan yang disusun oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) bekerja sama dengan Transparancy International yang diterbitkan Senin, 12 Desember.
Korupsi ini bisa terjadi akibat lemahnya sistem pemerintahan, kurangnya transparansi, akuntabilitas dan kepastian hukum. Semua faktor ini mengancam stabilitas sosial, investasi dan pertumbuhan di negara berkembang. Korupsi merusak aturan, proses dan lembaga yang menentukan siapa, untuk berapa lama dan atas syarat-syarat apa sebuah lahan bisa digunakan.
Laporan ini menemukan praktik korupsi di lebih dari 61 negara yang merugikan sistem pengelolaan lahan, industri pertanian dan keamanan pangan di seluruh dunia.
Menurut Alexander Mueller, Wakil Direktur Jenderal FAO, penemuan ini menguatkan informasi yang selama ini diperoleh dari para peternak, petani, investor serta LSM di sejumlah negara berkembang bahwa korupsi telah merusak tata kelola lahan.
Jenis korupsi di sektor pertanahan ini beragam mulai dari suap skala kecil hingga korupsi tingkat tinggi yang melibatkan aktor di dunia politik dan pemerintahan. Laporan ini juga mencatat peningkatan praktik korupsi di industri biofuel sejalan dengan meningkatnya investasi biofuel di negara-negara berkembang.
Contoh kasus di Kolombia, perusahaan swasta menyewa tentara bayaran untuk mengusir penduduk miskin dari lahan yang akan digunakan untuk perkebunan sawit. Investigasi yang dilakukan pemerintah Kolombia menemukan, setidaknya 25.000 hektar lahan perkebunan sawit telah diakuisisi secara ilegal oleh perusahaan swasta.
Konflik-konflik lahan seperti ini juga masih banyak ditemui di negara-negara berkembang lain tak terkecuali di Indonesia.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment