Oleh: Dicky Edwin Hindarto *

Itu adalah sebuah foto yang dikirimkan oleh sahabat saya Devendra dari Climate Action Network (CAN) yang saat ini tengah ada di Climate Summit di New York.

Sebuah tulisan mencolok di tengah-tengah massa demonstrasi yang menuntut seluruh negara di dunia untuk melakukan aksi penurunan emisi lebih serius. Aksi demonstrasi yang kemudian juga dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia ini mengangkat isu yang sangat serius, kepedulian para kepala negara dan pemerintah untuk lebih serius menangani perubahan iklim dengan menurunkan emisi.

Kembali ke foto tersebut, entah siapa yang memegang dan mengangkatnya saya kurang tahu, tapi ini bagi saya sangat jelas pesannya. Dunia menunggu aksi kita untuk lebih serius menangani kebakaran hutan dan lahan yang saat ini sangat luar biasa terjadi, dan masih belum padam juga!

Jangan hanya berdoa, lakukan aksi nyata, itu pesannya.

Apakah kita selama ini memang hanya berdoa saja? Tentu saja tidak!

Ribuan, bahkan puluhan ribu, tenaga angkatan bersenjata, manggala agni KLHK, maupun masyarakat sipil berjibaku memadamkan api! Bahkan dari berbagai berita, upaya pemadaman kebakaran hutan ini juga memakan korban para pemadamnya.

Tapi apakah memadamkan api saja kemudian cukup? Tentu saja tidak!

Ada banyak pe er besar menunggu justru setelah pemadaman api berhasil dilakukan. Penegakan hukum pada pihak yang sengaja membakar hutan, siapa pun itu, perlu untuk segera dilakukan secara transparan, tegas, tidak pandang bulu, dan cepat.

Masyarakat perlu menyaksikan bahwa pemerintah menjalankan fungsinya bukan saja untuk memadamkan kebakaran, tetapi juga menegakkan hukum dengan menghukum siapa saja yang bersalah. Hukum keras dan tegas, pemerintah tidak boleh kalah oleh korporasi maupun individu, sehingga hal ini akan menimbulkan efek jera.

Dihukum seberat-beratnya, kalau perlu hukuman mati bagi yang terbukti bersalah.

Apa dengan penegakan hukum saja kemudian cukup? Tentu saja tidak!

Peer besarnya yang ditunggu oleh dunia internasional adalah sebenarnya mencegah kebakaran seperti ini tidak akan terjadi lagi. Inilah sebenarnya esensi mitigasi perubahan iklim, pencegahan terjadinya kebakaran hutan sehingga tidak terjadi pelepasan CO2 secara luar biasa ke atmosfer yang akan menyebabkan pemanasan global dan kemudian perubahan iklim.

Sebaliknya, Indonesia dan hutan Indonesia akan menyerap CO2 dari atmosfer dan menguraikannya menjadi C dan O2, yang disimpan dalam bentuk pokok kayu dan dilepaskan ke udara untuk kesinambungan kehidupan.

Justru inilah masalah sebenarnya, pencegahan kebakaran dan peningkatan serapan karbon inilah kegiatan terpenting yang bisa kita sumbangkan ke dunia, bukan sebaliknya malah jadi pengotor atmosfer.

Sebenarnya di dalam NDC atau Nationally Determined Contribution atau kontribusi nasional pengurangan emisi, yang telah dusampaikan ke UNFCCC dan masyarakat internasional, penanganan hutan dan alih tata guna lahan adalah target penurunan emisi utama di Indonesia. Berikutnya baru sektor energi.

Tapi di dalam prakteknya, peningkatan serapan CO2 melalui hutan tantangan utamanya adalah pencegahan hutan agar tidak terbakar. Dan masyarakat dunia justru melihat hasil sebaliknya dari rencana yang telah disusun secara cermat oleh berbagai pihak di Indonesia.

Seperti kata pepatah, kemarau setahun dihapus hujan sehari, kalau dalam kasus ini, rencana cermat dan canggih dihapus oleh kebakaran hutan.

Menjadi habis, bahkan minus serapan karbonnya. Dan secara internasional, kredibilitas Indonesia dalam penanganan perubahan iklim terpuruk.

Bagaimana selanjutnya?

Terus terang saya tidak akan bisa menjelaskannya di tulisan singkat ini, tapi yang jelas ini adalah pertaruhan kredibilitas kita semua ke depan. Kredibilitas dan harga diri sebagai bangsa.

Bisa tidak kita menjaga hutan kekayaan alam warisan nenek moyang ini, atau yang kita mampu hanya membiarkannya terbakar dan kemudian membiarkan pula dimanfaatkan untuk hal lain yang hanya bermanfaat untuk segelintir orang.

Foto kiriman sahabat saya dari New York itu lagi-lagi membuat saya berpikir, tak ada cara lain daripada menghentikan semua ketelanjuran ini. Hutan harus tetap menjadi hutan.

Dan rencana yang hebat dan canggih tanpa implementasi yang transparan, mengutamakan kepentingan masyarakat dan bangsa, serta dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten pasti tetap saja hanya menjadi rencana dan wacana.

Sudah cukup kesalahan yang kita lakukan. Sudah cukup!!!

Ayo kita ikhtiar lebih keras lagi, dan lebih keras lagi, dengan tetap disertai doa kepada-Nya …..

–##–

* Dicky Edwin Hindarto adalah Koordinator Jejaring Indonesia Rendah Emisi (JIRE).