WWF - LogoJakarta 15 November 2016 – Hari ini, ekspor perdana produk kayu berlisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dari Indonesia ke negara-negara Uni Eropa dilakukan. WWF-Indonesia menyambut baik momentum ini yang menandakan komitmen Indonesia dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal.

Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang berhak mengeluarkan lisensi FLEGT sehingga produk perkayuan Indonesia bebas memasuki pasar Uni Eropa (UE) dan Indonesia merupakan salah satu eksportir terbesar untuk produk kayu tropis mulai dari kayu lapis, bubur kertas dan kertas hingga furnitur dan kerajinan tangan. Mulai saat ini, perusahaan perkayuan di Eropa bisa menempatkan produk perkayuan Indonesia ke dalam pasar UE tanpa melalui uji tuntas.

FLEGT-VPA adalah kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan UE yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola dan mempromosikan perdagangan kayu legal dari Indonesia ke pasar UE serta mendukung Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) memenuhi persyaratan European Union Timber Regulation (EUTR).

“Kami menyambut baik ekspor perdana produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa,” ujar Benja V. Mambai PLT CEO, WWF-Indonesia. “Hal ini merupakan buah dari kerja keras semua pihak selama 10 tahun dalam mengembangkan SVLK, hingga sistem ini menjadi instrumen penting untuk menjamin produk kayu Indonesia yang dipasarkan ke Uni Eropa dan negara lainnya berasal dari sumber yang legal.”

Berdasarkan data terbaru, produk kayu Indonesia yang diekspor ke Eropa di tahun 2015 mencapai USD 882 milyar[1]. Selain ke UE, Cina, Jepang dan Korea merupakan tujuan utama ekspor produk kehutanan Indonesia.

“Lisensi FLEGT ini akan membawa dampak positif bagi pemasaran produk-produk perkayuan dari Indonesia. WWF-Indonesia mengimbau pemerintah Indonesia dan Uni Eropa untuk benar-benar menjalankan dan memantau penerapan sistem ini, sehingga bisa menjadi dasar untuk melangkah menuju kelestarian,” ujar Aditya Bayunanda, Forest Commodity Market Transformation Leader, WWF-Indonesia. “Pemerintah Indonesia juga harus memastikan akses informasi kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk dapat melakukan pemantauan yang independen, termasuk memberikan akses data terkait dan dokumen perencanaan. Menahan informasi tersebut dapat menyulitkan LSM untuk memantau penerapan SVLK di lapangan,” tambahnya.

Pada saat ini sudah ada 2.322 industri di Indonesia (data KLHK, 2016) yang telah lulus SVLK dan mendapat sertifikat V-legal, dan dapat langsung melakukan ekspor ke berbagai negara. Sertifikat ini sebagai bukti keseriusan Indonesia untuk memperbaiki tata kelola kehutanan. Penerapan SVLK secara tepat dapat menjadi landasan yang kuat untuk menerapkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia.

-0-

Informasi lebih lanjut, hubungi:

Nur Maliki Arifiandi, GFTN Trade and Networking Coordinator, WWF Indonesia
Email: nmarifiandi@wwf.id , Hp: +62 8151660736

Diah R. Sulistiowati, Koordinator Komunikasi Forest dan Spesies Terrestrial, WWF Indonesia – Email: dsulistiowati@wwf.id, HP: +62 8111004397

Catatan Editor

1. SVLK, Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) adalah sistem pelacakan yang disusun secara parapihak untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. SVLK dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia .

2. FLEGT, Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT, atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan), yang memiliki rencana aksi berupa tindakan Uni Eropa dalam merespons masalah pembalakan liar dan perdagangan ilegal terkait produk-produk kayu yang berkaitan dengan Uni Eropa.

3. Produk kayu yang sudah mendapatkan lisensi V-legal secara otomatis juga mendapatkan lisensi FLEGT, sebab SVLK telah memenuhi standar compliance dengan regulasi kayu di negara EU.