Jakarta, 16 Oktober 2014 – Menghadapi rutinitas kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, empat kementerian dan satu lembaga terkait secara resmi menandatangani ‘Peraturan Bersama tentang Prosedur Operasi Standar Nasional (POSNAS) Kebakaran Hutan dan Lahan’ hari ini. Peraturan tersebut bertujuan menyatukan upaya-upaya lintas kementerian dan lembaga terkait, pemda dan pelaku usaha, masyarakat serta pemangku kepentingan terkait lainnya dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara terpadu, efektif, dan efisien.
Keempat kementerian dan lembaga yang melakukan penandatangan adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Penandatanganan dilakukan di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia yang dilakukan di hadapan Boediono – Wakil Presiden RI; Agung Laksono – Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, dan Amir Syamsuddin – Menteri Hukum dan HAM RI.
POSNAS Karhutla ini merupakan bagian dari 13 Rencana Aksi pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang disepakati Wakil Presiden RI bersama kementerian dan lembaga terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan di tingkat nasional pada 12 Juni 2014 lalu.
Sebelumnya, telah terbit berbagai peraturan dan perundangan tentang pencegahan dan penanggulangan karhutla dari berbagai kementerian dan lembaga yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menanggulangi kejadian karhutla; namun nyatanya kejadian karhutla masih terjadi setiap tahun dengan cakupan area kebakaran yang semakin luas.
Dalam kata sambutannya, Agung Laksono kembali mengingatkan tentang kejadian kebakaran hutan dan lahan besar di Indonesia. “Kebakaran hutan besar pertama kali terjadi pada 1982-1983, di mana luas area kebakaran mencapai 3,6 juta ha. Kebakaran besar kembali terjadi pada tahun 1994 dengan luas kebakaran mencapai 5,1 juta ha dan terus meluas mencapai 10 juta ha pada periode 1997-1998. Ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa kebakaran hutan dan lahan harus ditanggapi secara serius. “
Kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada Februari-Maret 2014 lalu di Riau terbukti menimbulkan kerugian sekitar Rp 20 triliun dan menyebabkan 51.000 warganya terkena infeksi saluran napas dan paru-paru. Upaya penanggulangan tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp 164 miliar atau hampir sepertiga dari anggaran penanggulangan kebakaran hutan dan lahan nasional untuk tahun 2014.
Ancaman karhutla dapat terjadi di berbagai wilayah lainnya di Indonesia, terutama yang memiliki tutupan hutan yang luas. Terkait penandatanganan POSNAS karhutla ini, William Palitondok Sabandar, Deputi Operasional BP REDD+ mengemukakan,”Terkait dengan tugas dan fungsi BP REDD+, kami sangat mendukung upaya koordinasi pencegahan dan penanggulangan karhutla ini dalam satu atap. Koordinasi ini akan memudahkan mengalirnya informasi, pembagian tugas dan tanggung jawab yang lebih jelas dan tegas antar kementerian dan lembaga terkait, dan terciptanya integrasi peraturan perundangan yang implementatif. Semua instrumen pendukunga tersebut diharapkan dapat secara nyata menekan kejadian karhutla di Indonesia. Turunnya kejadian karhutla akan sangat berpengaruh pada upaya penurunan emisi karbon dari hutan dan lahan yang telah ditetapkan sebagai komitmen bangsa Indonesia pada 2020.”
Dalam akhir sambutannya, Agung kembali menegaskan agar POSNAS Karhutla ini dapat menjadi pedoman nasional dalam melakukan tindakan pencegahan karhutla secara tepat dan cepat, serta menjamin semua upaya dan kegiatan dapat dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik. Beliau juga menambahkan bahwa keluaran yang diharapkan dari POSNAS karhutla ini adalah tercegahnya bencana asap di masa mendatang dan terkelolanya hutan dan lahan yang berwawasan lingkungan.
Adapun isi POSNAS karhutla yang perlu digarisbawahi adalah sebagai berikut:
Pertama. POSNAS berisi tentang strategi dan konsep operasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang akan digunakan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Kedua. POSNAS tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan kewenangan kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Dalam menjalankan POSNAS tidak akan dibentuk lembaga baru khusus yang menangani kebakaran hutan dan lahan.
Ketiga. POSNAS dimaksudkan untuk mengisi celah hukum (filling the gap) dengan mengintegrasikan peraturan perundangan yang ada.
Keempat. POSNAS akan memastikan masing-masing kementerian, lembaga dan pemerintah daerah serta lembaga terkait berkomitmen untuk melaksanakan tupoksinya secara benar dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Kelima. POSNAS mendorong kerjasama kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang saling mendukung dalam upaya pencegahan dan kebakaran hutan dan lahan
Keenam. POSNAS ini merupakan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan bersifat peringatan dini, deteksi dini dan pemadaman dini.
Leave A Comment