Krisis pangan pada 2008 bisa terulang jika para pemimpin dunia gagal beraksi dan menerapkan solusinya.
Hal ini terungkap dari panduan media (media advisory) yang dikeluarkan oleh Oxfam baru-baru ini. Harga pangan di bursa berjangka telah naik 50% saat kekeringan mengacaukan produksi pangan. Perserikatan Bangsa-Bangsa kekurangan dana hingga US$4,1 miliar guna mengatasi krisis terkait pangan di Afrika Barat, Sudan, Sudan Selatan, Somalia, Kongo, Afghanistan, Kenya, Zimbabwe dan Yaman.
Yaman adalah salah satu negara yang mengalami krisis pangan terparah. Sumber pangan di Yaman bergantung dari impor. Sebanyak 10 juta orang di Yaman saat ini mengalami kelaparan dan 267.000 anak-anak menderita kekurangan gizi. Yaman harus mengimpor 90% kebutuhan gandum mereka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Masih banyak populasi lain di seluruh dunia yang hidup di garis kemiskinan. Mereka dengan mudah akan terpengaruh oleh krisis dan volatilitas harga pangan. Menurut Oxfam, saat ini, terdapat 1 miliar penduduk dunia yang kesulitan memenuhi kebutuhan pangan.
Banyak kesamaan dan perbedaan kondisi saat ini dengan krisis pangan pada 2008. Pada 2008, harga minyak naik sekitar 30%. Harga beras dunia juga mengalami kenaikan (saat ini harga beras relatif aman). Pada 2008 spekulasi harga pangan merajalela yang menurut Oxfam bisa terulang saat ini.
Hal lain yang serupa adalah peran biofuel dalam meningkatkan harga pangan di bursa berjangka. Krisis tahun ini menurut Oxfam dipicu oleh kekeringan di Amerika Serikat (pengekspor kedelai, gandum dan jagung terbesar di dunia) dan wilayah lain sesuai dengan prediksi perubahan iklim.
Amerika Serikat mengalami krisis kekeringan terparah dalam 60 tahun. Berdasarkan data bulan Juli, 88% ladang jagung di AS terkena dampak kekeringan. Akibatnya, pasokan jagung dunia saat ini terendah dalam 6 tahun. Kekeringan juga memengaruhi 44% produksi peternakan dan 40% produksi kedelai di AS.
Rusia tidak hanya dlanda kekeringan namun juga banjir yang menimbulkan kerusakan di ladang dan tempat penyimpanan makanan. Walau Rusia diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan domestik, namun kekeringan dan banjir akan memengaruhi ekspor Rusia dan harga pangan dunia, sebagaimana di AS.
Diperlukan kebijakan politik yang rasional dan sistem pangan yang sehat untuk mengatasi dampak kekeringan, perubahan iklim, kelaparan dan bencana kemanusiaan.
Menurut Oxfam dunia harus berhenti membuang dan membakar pangan termasuk menjadikannya sebagai biodiesel. Dunia perlu mengatasi dampak perubahan iklim, alih guna lahan dan spekulasi pangan. Caranya adalah dengan membantu para petani kecil dan berinvestasi pada pola pertanian yang berkelanjutan.
Temukan berbagai artikel mengenai pola pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Hijauku.com.
Redaksi Hijauku.com
[…] muncul adalah kesempatan untuk mengoptimalkan potensi pangan lokal yang bisa menjadi solusi bagi krisis pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, mengurangi emisi karbon dan menyelamatkan lingkungan dari […]