Ingin menjadikan aktivitas bersepeda sebagai gaya hidup? Mari kita belajar langsung dari Belanda.
Penduduk Belanda sebenarnya tidak jauh beda dengan penduduk negara maju lain. Kemakmuran rakyatnya terjamin.
Akses teknologi tersedia. Dan banyak dari mereka yang memiliki kendaraan bermotor.
Yang membedakan adalah, orang Belanda tidak menggunakan kendaraan bermotornya setiap kali mereka meninggalkan rumah.
Sebanyak 27% dari total perjalanan penduduk Belanda dilakukan dengan bersepeda. Persentase ini jauh lebih tinggi dibanding negara-negara maju lain seperti Denmark (18%), Jerman (12%), bahkan Amerika Serikat. Di AS, persentase perjalanan bersepeda masih sangat kecil – hanya 1% dari total perjalanan penduduk.
Namun Belanda tidak serta merta memiliki budaya bersepeda seperti saat ini. Kampanye bersepeda di Belanda sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Sejak saat itu berbagai macam manfaat telah diperoleh dari sistem transportasi aktif ini baik dari sisi ekonomi, kesehatan, lingkungan dan komunitas. Bersepeda kini tidak hanya menjadi kebutuhan namun sudah menjadi gaya hidup masyarakat Belanda.
Apa yang bisa kita pelajari dari mereka? Bagaimana Belanda menjadikan sepeda sebagai gaya hidup masyarakatnya?
Edukasi Bersepeda Dimulai sejak Sekolah Dasar
Di Utrecht, kota terbesar keempat di Belanda, di salah satu sekolah dasar yang terletak di pinggiran kota itu, Kepala Sekolah Peter Kooy mengatakan, 95% siswanya yang berumur 10-12 tahun berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda. Berbeda dengan tren di Amerika Serikat. Hanya 50% siswa di AS yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda. Dan itu terjadi pada tahun 1970-an! Tren itu saat ini terus turun menjadi hanya 15%.
Faktor penentu keberhasilan menciptakan budaya bersepeda di Belanda dimulai dari sistem pendidikan dasarnya. Cara bersepeda yang aman dan nyaman sudah menjadi pelajaran sejak di bangku sekolah dasar.
Dewan Kota mengirim guru khusus untuk mengajar siswa cara bersepeda yang baik dan benar. Para siswa dibawa ke Trafficgarden, yang merupakan model miniatur kota, lengkap dengan jalan, trotoar dan kesibukan lalu lintas. Di tempat ini, para siswa bisa mengasah kemampuan dan pengetahuan mereka sebagai pesepeda, pejalan kaki dan pengemudi (dengan menggunakan mobil tanpa motor).
Pada umur 11 tahun, anak-anak akan diuji kemampuannya dengan bersepeda keliling kota. Jika dinyatakan lulus, mereka akan mendapatkan sertifikat dari Dewan Kota yang akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka.
“Kami ingin menciptakan lalu lintas yang aman dengan memberikan edukasi sejak dini pada anak-anak. Sehingga mereka bisa bersepeda dan berjalan kaki dengan aman dan nyaman. (Melalui edukasi) Saat mereka sudah dewasa nanti dan saat mereka mengemudi, mereka akan menghormati para pesepeda dan pejalan kaki,” ujar Ronald Tamse, Perencana Kota Utrecht.
Sepeda dan Pesepeda, Perlu Jaminan Keamanan
Dari kota Utrecht kita menuju kota Den Haag. Sebanyak 27% perjalanan di kota dengan 50.000 penduduk ini ditempuh dengan bersepeda – sama dengan persentase rata-rata nasionalnya. Namun Den Haag tidak berhenti di sini. Mereka mengalokasikan dana sebesar 10 juta Euro (Rp121 miliar) untuk meningkatkan persentase itu.
“Strategi Dewan Kota Den Haag untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan bersepeda dimulai dengan memperbanyak jalur-jalur khusus untuk sepeda, dan di satu jalan tertentu, akan dibangun bike boulevard dimana pengguna sepeda akan lebih diproritaskan dibanding pengguna kendaraan bermotor,” ujar Hidde van der Bijl, ahli kebijakan bersepeda di Dewan Kota.
Namun tidak hanya kenyamanan pesepeda yang diutamakan, keamanan sepeda juga mendapat perhatian tersendiri. Pejabat di Den Haag menyadari pentingnya ketersediaan parkir sepeda yang layak.
Keamanan dan kenyamanan tempat parkir sepeda menjadi pertimbangan penting bagi seseorang sebelum mereka memutuskan bersepeda atau tidak. “Mobil dengan mudah bisa diparkir di depan rumah atau di pinggir jalan. Bagi pesepeda, mereka harus membawa sepeda mereka ke mana-mana. Karena inilah mereka sering lebih memilih menggunakan mobil, karena (akses parkir) lebih mudah,” jelas Hidde van der Bijl.
Pernyataan ini diamini oleh Ed Reiskin, Direktur Pelayanan Publik di San Francisco, AS. “Saya harus membawa sepeda saya kemanapun saya pergi (karena minimnya fasilitas parkir sepeda)”, ujarnya.
Banyak pemakai sepeda yang khawatir sepeda mereka akan dicuri, apakah itu di jalan, di rumah, maupun di kantor. Karena itulah keamanan fasilitas parkir sepeda menjadi prioritas dalam perencanaan transportasi di Den Haag.
Saat ini Den Haag tengah sibuk membangun fasilitas parkir sepeda. Di wilayah dengan penduduk yang lebih padat akan dibangun rak-rak parkir sepeda atau tempat khusus untuk sepeda sehingga memudahkan para komuter bersepeda.
Pengalihan fungsi tempat parkir mobil menjadi tempat parkir sepeda juga telah dilakukan. Satu tempat parkir mobil bisa berubah menjadi 10 tempat parkir sepeda. Pesepeda dikenakan biaya ketika memanfaatkan fasilitas parkir ini, dengan jaminan, sepeda mereka tidak akan hilang/dicuri.
Tidak ada kata terlambat untuk membudayakan aktivitas bersepeda, seperti yang dapat kita pelajari dari Belanda. Mereka membutuhkan waktu sekitar 35 tahun untuk membangun sistem yang aman dan nyaman bagi pesepeda hingga seperti sekarang. Kapan Indonesia akan mulai belajar?
Catatan Redaksi:
Artikel ini terinspirasi dan disadur dari tulisan perjalanan Jay Walljasper ke Belanda yang diterbitkan di Yes Magazine dengan lisensi Creative Commons.
Wah.. Jadi pengen ke Belanda.. 😀
Btw, di Indonesia, adakah daerah yang melaksanakan program yang sama dengan Utrecht atau Den Haag? Yang membiasakan warganya berpergian dengan sepeda. Tks.
Setahu kami di Jogja sudah ada kampanye “Sego Segawe” (Sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe), sepeda untuk berangkat sekolah dan bekerja 😀
Menurut saya, fenomena itu karena harga sepeda yang masih dianggap tinggi oleh sebagian masyarakat, sehingga gegar budaya terjadi karena yang punya sepeda mahal merasa jumawa bahwa harga sepedanya lebih mahal dibandingkan motor atau bahkan mobil yang ada dijalan, pesepeda mahal ini semakin jumawa ketika berkelompok. Ini perlu di test secara sosial kepada para petani yang katanya kalau bersepeda lebih santun di desa. Ini menantang untuk diteliti, seberapa gegar perbandingan dan mungkin faktor-faktor apa yang berpengaruh