Sampah yang mencemari Danau Puspa di kompleks Universitas Indonesia adalah cerminan perilaku masyarakat. Pemerintah dan warga harus lebih bertanggung jawab.

Jam di hari Sabtu pagi (25 Feb) belum beranjak dari angka tujuh, namun puluhan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Indonesia sudah bergerak. Mereka adalah mahasiswa dan mahasiswi yang tergabung dalam School of Volunteers, komunitas siap tanggap bencana Universitas Indonesia.

Komunitas yang beranggotakan lebih dari 100 orang ini berkumpul di Danau Puspa di kompleks Universitas Indonesia. Tujuan mereka satu: membersihkan sampah yang mencemari Danau Puspa yang jumlahnya akhir-akhir ini semakin banyak.

Sampah di Danau Puspa terlihat mengambang di permukaan danau. Di sisi danau sampah-sampah ini menumpuk, merusak pemandangan.

Jenis sampah ini beragam. Ada sampah plastik, stryrofoam, hingga peralatan rumah tangga. Air di Danau Puspa juga terlihat kotor dan dangkal.

Bau amis tercium tajam dari kotoran dan sampah di Danau Puspa ini, terutama jika kita berada di dekatnya. Namun hal itu tidak menghalangi para penggiat lingkungan ini untuk beraksi.

Berbekal karung bekas, mereka terjun ke tepi danau untuk memungut sampah yang menumpuk dan berceceran. Ada yang memakai sarung tangan, ada juga yang bertangan telanjang.

Mereka lalu berjajar dari danau hingga tempat pembuangan sampah yang sudah disediakan di sisi jalan raya.

Satu per satu, karung yang sudah terisi sampah berpindah tangan. Di ujung barisan, sebuah kontainer sampah menunggu, untuk mengangkut sampah-sampah ini ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir di Kawasan Cipayung Depok.

“Kita hanya punya waktu hingga jam 12 siang untuk mengumpulkan sampah. Setelah jam 12, TPA Cipayung tutup. Dengan sumber daya yang ada kita akan berusaha mengumpulkan sampah sebanyak-banyaknya,” ujar koordinator aksi, Muhammad Hisbullah Amri.

Menurut Amri, keinginan untuk mengumpulkan sampah di Danau Puspa ini sudah ada sejak lama, namun rencana itu baru kali ini terwujud. Dalam menjalankan aksinya, mereka tidak sendiri. School of Volunteers didukung oleh Sub Direktorat Pembinaan Lingkungan Kampus-Universitas Indonesia (PLK-UI). Bersama dengan beberapa pekerja dari kontraktor kebersihan, mereka bahu-membahu memindahkan sampah dari danau ke kontainer.

Sejumlah rakit dan sebuah perahu karet juga diterjunkan untuk membantu pembersihan, menggiring sampah dan enceng gondok ke tepi danau. Menurut Ismail Sumawijaya, Asisten Kepala Sub Direktorat PLK-UI, yang terjun langsung membantu para aktivis membersihkan Danau Puspa, sekitar 40% permukaan Danau Puspa sudah tertutup oleh sampah. “Sampah juga menyebabkan pendangkalan (sedimentasi) di danau,” ujarnya.

PLK adalah pihak yang bertanggung jawab menangani sampah di lingkungan Universitas Indonesia. Menurut Ismail, setiap hari, jumlah sampah yang masuk ke Danau Puspa mencapai lebih dari satu kontainer. “Kontraktor yang bertugas membersihkan sampah seringkali angkat tangan, karena jumlah sampah sudah melebihi kemampuan pekerja mereka,” tuturnya.

Dari mana semua sampah ini berasal? Menurut Amri, semua sampah yang masuk di Danau Puspa adalah sampah yang berasal dari sungai di wilayah Pondok Cina. Dengan kata lain, mayoritas sampah-sampah yang mengambang, mengendap dan mencemari Danau Puspa adalah sampah masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar kampus Universitas Indonesia.

Namun Amri tidak mengelak bahwa para pengunjung hutan dan danau di kompleks Universitas Indonesia juga meninggalkan sampah yang tidak sedikit jumlahnya. Mereka adalah para pemancing dan penggiat olah raga.

Dalam laporan HijauKu sebelumnya, kami menemukan banyak sampah plastik dalam hutan UI, mulai dari kantong plastik hingga bekas botol minuman.

Dan dalam perjalanan menuju acara #SaveDanauUI ini, HijauKu bahkan sempat menegur seorang laki-laki separuh baya yang tengah membuang sampah sembarangan di jalur sepeda. Laki-laki yang tengah melakukan jogging ini berlalu tanpa mendengarkan teguran kami dan meninggalkan kantong plastiknya di pinggir jalan.

Menurut Ismail, sampah-sampah yang mencemari danau UI memang datang dari sungai-sungai di sekitar wilayah UI yang terhubung ke Danau Puspa. Danau Puspa adalah sarana penampung dan salah satu alat kontrol debit air ketika volume air Sungai Ciliwung meningkat. “Universitas Indonesia adalah tandon air. Ketika volume air di Sungai Ciliwung meningkat, air tersebut diarahkan (disodet) ke sungai-sungai kecil di sekitarnya,” ujar Ismail.

Salah satu sungai yang menjadi alat pengatur volume air Ciliwung adalah sungai yang melewati Pasar Kemiri Muka. Sungai inilah yang mengalir menuju sungai di wilayah Pondok Cina dan masuk ke danau-danau Universitas Indonesia.

Sungai yang melewati Pasar Kemiri Muka ini membawa sampah dalam jumlah besar ke Danau Puspa. Letak Danau Puspa yang paling rendah menyebabkan danau ini menjadi pusat sedimentasi sampah-sampah masyarakat tersebut. Jadilah sebuah danau yang tak lagi bening dan indah.

Menurut Ismail, pihaknya sudah meminta bantuan kepada pemerintah kota untuk mengatasi masalah sampah yang masuk ke Danau Puspa. “Namun sampai sekarang belum ada tanggapan,” tuturnya. Dalam dua bulan ke depan, pihaknya akan fokus membersihkan Danau Puspa ini dari sampah.

Dukungan School of Volunteers menurut Ismalil sangat berharga, terutama untuk memicu kepedulian warga. “Jika saja peserta kampanye kali ini lebih banyak, kita bisa mengumpulkan lebih banyak sampah,” ujar Amri.

Pernyataan Amri ini sekaligus menjadi panggilan bagi warga yang tinggal di sekitar kompleks Universitas Indonesia untuk lebih peduli menjaga hutan dan danau UI dari sampah dan kerusakan lingkungan.

Hutan UI selain sebagai sarana olah raga juga menjadi paru-paru kota yang menyerap polusi udara, menghasilkan udara bersih bagi warga sekitarnya. Sementara danau UI berperan sebagai pusat resapan dan penyimpanan air yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan air bersih dan air tanah saat musim kemarau tiba.

Tanpa hutan dan danau di Universitas Indonesia, pemukiman di sekitar UI – yang semakin padat – akan menjadi gersang. Mari bersama menjaga aset lingkungan kita. Jangan buang sampah sembarangan dan jangan membuat kerusakan.

Pemerintah Kota Depok juga harus membersihkan sungai dan mencegah warga mencemarinya kembali. Hal ini terutama bagi sungai di depan Pasar Kemiri Muka, Depok, yang sudah sangat tercemar, agar sungai ini tidak membawa sampah ke Danau Puspa.

Sampah di Danau Puspa adalah cermin dari perilaku kita. Mari bersihkan lingkungan dari sampah. Bersama kita bisa melakukan perubahan. Aksi ini sudah dibuktikan oleh rekan-rekan kita di School of Volunteers Universitas Indonesia.

Catatan Redaksi:

Ingin bergabung dengan kegiatan School of Volunteers? Ikuti linimasa dan akun mereka di Twitter di @SOV_UI

Redaksi Hijauku.com

[wp_geo_map]