Generasi muda dituntut untuk menyiapkan diri menjadi pemimpin dengan belajar menyelamatkan lingkungan dalam 20 tahun pertama kehidupannya.

Hal ini disampaikan oleh Professor Dr. Emil Salim dalam pidatonya hari ini di Auditorium Terapung, Perpustakaan Universitas Indonesia. Emil Salim membuka acara bertema “Raising Awareness for Green Lifestyle” yang dihadiri oleh perwakilan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) se-Jabodetabek.

Menurut Emil, ukuran bumi tidak pernah berubah, namun jumlah penduduk dan masalah yang ditimbulkannya terus bertambah. Masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambahan penduduk sangat banyak. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pangan hingga kebutuhan akan papan yang sehat dan aman.

Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang bisa membantu kita memecahkan masalah-masalah ini. Kearifan lokal dari Suku Dayak hingga suku Bajo yang tinggal di atas laut bisa dimanfaatkan. Suku Dayak sejak dulu sudah menemukan obat untuk mengatasi vertigo dengan mengonsumsi lintah atau pacet yang memiliki zat yang mampu mencegah penggumpalan darah.

Pacet juga bisa digunakan sebagai kompas alami karena kecenderungannya untuk mencari sumber panas atau cahaya. Mengamati arah kepala lintah di pagi hari akan membantu seseorang yang tersesat di dalam hutan menentukan arah timur dan barat. Kepala lintah di pagi hari akan selalu mengarah ke arah terbitnya matahari yaitu ke arah timur.

Menurut Emil, manusia juga bisa belajar arsitektur dari alam. Penduduk Negeri Tirai Bambu telah menerjemahkan kearifan yang mereka peroleh dari alam ini dalam konsep Feng Shui. Konsep arsitektur Indonesia menurut Emil Salim juga sudah banyak yang mangadopsi prinsip ramah lingkungan dengan membuka akses atas udara dan cahaya.

Untuk itu Emil meminta kepada seluruh peserta untuk terus belajar dan bersiap untuk menjadi pemimpin di masa datang yang bisa mengatasi masalah lingkungan.

Tuhan telah menciptakan alam untuk terus bisa hidup tanpa campur tangan manusia. Namun manusia telah mengganggu siklus lingkungan dengan membuat kerusakan di muka bumi. Tingkah laku manusia yang membakar bahan bakar fosil secara berlebihan menurut Emil meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global lalu memicu cuaca ekstrem dan perubahan iklim yang menimbulkan bencana alam dan kemanusiaan.

Dengan ilmu semua itu bisa di atasi. Emil berpesan agar generasi muda pada masa datang bisa menjadi pemimpin yang tahu ke mana mereka akan membawa orang yang dipimpinnya. “Puncak prestasi seseorang adalah ketika mereka mencapai usia 60 tahun. Setelah itu kiprah seseorang akan menurun. Manfaatkan waktu untuk menciptakan perubahan dengan gerakan sosial,” tuturnya.

Selain program dialog (talk show), acara yang diselenggarakan oleh Beasiswa Aktifis Nusantara (Bakti Nusa) bekerja sama dengan Dompet Dhuafa dan Universitas Indonesia ini akan diisi dengan berbagai kegiatan lain seperti bazaar dan pameran produk-produk ramah alam.

Redaksi Hijauku.com