Beragam cara diterapkan untuk mengurangi dan mendaur ulang sampah. Berikut adalah sejumlah inspirasi dari berbagai negara.

Kebijakan paling populer di Asia adalah kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) di Korea Selatan.

Kebijakan ini menuntut produsen untuk lebih bertanggung jawab atas kemasan yang mereka gunakan untuk produk-produk mereka dengan menciptakan kemasan yang ramah lingkungan dan mendaur ulangnya.

Kebijakan yang diterapkan sejak 2003 ini berlaku untuk produk yang menggunakan kemasan kertas, gelas, besi, alumunium dan plastik.

Inisiatif ini berhasil mendaur ulang 6 juta metrik ton sampah antara 2003 dan 2007, meningkatkan rasio daur ulang sebesar 14% dan meberikan manfaat ekonomi senilai US$ 1,6 miliar.

Di Afrika Selatan, pemerintah mengenakan pajak kantong plastik untuk mengurangi sampah pada 2003.

Kebijakan ini berlangsung sukses. Nilai pajak kantong plastik terus naik pada 2009 dan pada tahun yang sama pemerintah juga memerkenalkan pajak produksi dan impor bohlam lampu tradisional. Pajak kantung plastik di Brasil menghasilkan pemasukan sebesar US$2,2 juta sementara pajak bohlam lampu memberikan pemasukan tambahan sebesar US$3 juta.

Keberhasilan pemerintah Afrika Selatan ini menginspirasi negara-negara lain, salah satunya adalah Botswana, guna mengadopsi kebijakan serupa.

Di Brasil, negara Samba ini berhasil mendaur ulang 95% kaleng alumunium dan 55% botol kemasan (polyethylene bottles). Sekitar separuh kertas dan gelas juga berhasil didaur ulang.

Proses daur ulang Brasil ini menghasilkan US$2 miliar dan berhasil mencegah 10 juta ton emisi gas rumah kaca.

Namun dibalik keberhasilan Brasil tersebut, masih ada limbah senilai US$5 milyar yang terbuang di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Jika Brasil berhasil mendaur ulang seluruh sampah, Brasil akan memeroleh manfaat finansial yang nilainya mencapai 0,3% dari PDB (Produk Domestik Bruto) mereka.

Pengelolaan sampah dan daur ulang Brasil memerkerjakan lebih dari 500.000 orang. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pemungut sampah dengan pendapatan dan kondisi kerja yang tidak layak.

Namun berkat inisiatif pemerintah lokal, sebanyak 60.000 pemungut sampah berhasil dikumpulkan dalam sejumlah asosiasi, bekerja secara formal dan memiliki kontrak kerja.

Pendapatan para pemungut sampah yang tergabung dalam asosiasi ini naik dua kali lipat dibanding para pemungut sampah perseorangan sehingga bisa membantu mereka untuk keluar dari jurang kemiskinan.

Catatan Redaksi:

Data-data dalam artikel ini diambil dari laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) berjudul Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication – A Synthesis for Policy Makers.

Redaksi Hijauku.com