Oleh: Muhamad Fahmi Idris *

Permintaan energi listrik Indonesia terus meningkat setiap tahun. Sayangnya, pada tahun 2023, lebih dari 89% kebutuhan energi nasional masih dipenuhi dari sumber tak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Konsumsi energi fosil mencapai 2.514,42 TWh dari total 2.807,73 TWh, sebuah proporsi yang menunjukkan betapa tingginya ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi yang merusak lingkungan. Ketergantungan ini menyumbang emisi gas rumah kaca yang memperparah krisis iklim global, mengancam produktivitas sumber daya alam dan keseimbangan ekologis dalam jangka panjang.

Gambar 1. Tren konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumbernya - Sumber: (Ritchie et al., 2022)

Potensi Panas Bumi yang Belum Tergarap Optimal

Indonesia memiliki salah satu cadangan panas bumi terbesar di dunia, dengan potensi sekitar 40% dari total cadangan global. Lokasi strategis di jalur Cincin Api Pasifik menjadikannya unggul secara geologis. Energi panas bumi merupakan sumber daya terbarukan yang stabil karena tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca, dan sebagian besar terdiri dari air dan uap dengan kandungan CO₂ yang sangat rendah, hanya sekitar 2%. Hal ini menjadikannya salah satu opsi strategis dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Meski potensinya besar, tingkat investasi di sektor ini masih tergolong minim. Untuk mengatasinya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong peningkatan investasi guna merealisasikan target kapasitas terpasang panas bumi sebesar 9,3 GW pada tahun 2035, sebagaimana tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021–2030.

Salah satu kendala utama dalam pengembangan panas bumi konvensional adalah keterbatasan geologi di beberapa lokasi. Banyak area memiliki sumber panas yang tinggi namun minim permeabilitas atau fluida alami, membuatnya tidak cocok untuk sistem panas bumi tradisional.

Solusi Masa Depan: Enhanced Geothermal System (EGS)

Gambar 2. Enhanced geothermal system. Sumber: (Nguyen, 2021)

Teknologi Enhanced Geothermal System (EGS) menjadi jawaban atas keterbatasan tersebut. Dengan EGS, panas dari batuan bawah permukaan dapat diekstraksi meskipun tidak ada rekahan alami atau fluida yang mengalir, dengan cara menciptakan rekahan buatan melalui injeksi fluida bertekanan tinggi. Inovasi ini membuka peluang baru untuk eksplorasi panas bumi di wilayah-wilayah yang sebelumnya dianggap tidak layak dikembangkan.

Namun, keberhasilan EGS sangat bergantung pada kajian geofisika yang mendalam. Evaluasi teknis dan pemetaan kondisi bawah permukaan secara akurat menjadi syarat utama.

Geofisika sebagai Penentu Zona Rekahan

Geofisika memainkan peran penting dalam menilai arah tegangan batuan, rekahan alami, serta sifat mekanik batuan bawah permukaan. Metode seperti gravity, magnetotelurik, dan mikroseismik menjadi alat utama untuk mengidentifikasi zona lemah yang bisa direkahkan secara buatan.

Analisis geomekanik seperti slip tendency dan dilation tendency digunakan untuk mengevaluasi potensi suatu bidang rekahan. Slip tendency mengindikasikan potensi bidang untuk tergelincir, sementara dilation tendency mengukur potensi terbukanya jalur fluida. Analisis ini biasanya dilakukan menggunakan diagram Mohr untuk mengidentifikasi apakah suatu bidang telah mendekati batas kegagalan batuan.

Studi Kasus: Lapangan Awibengkok dan Mikroseismik

Gambar 3. Sebaran hiposenter dan episenter MEQ (microearthquake) dari Model 3D di Lapangan Awibengkok dengan orientasi barat daya–timur laut (Perdana, 2021).

Contoh penerapan teknologi ini dapat ditemukan di Lapangan Awibengkok, salah satu lapangan panas bumi aktif di Indonesia. Berdasarkan studi mikroseismik dan data log sumur, para peneliti membangun model 3D distribusi gempa mikro dengan orientasi barat daya–timur laut. Area dengan sedikit aktivitas mikroseismik justru diidentifikasi sebagai target potensial untuk stimulasi rekahan buatan, karena menandakan zona tersebut masih tertutup.

Teknik ini juga digunakan di Salak Field, salah satu lapangan panas bumi terbesar di Asia Tenggara. Di sini, mikroseismik dan tomografi digunakan untuk mengidentifikasi batas reservoir secara lebih akurat dan meningkatkan efektivitas produksi jangka panjang.

Pemantauan Berkelanjutan: Kunci Efisiensi dan Keamanan

Setelah rekahan terbentuk dan sistem mulai beroperasi, pemantauan berkala tetap diperlukan. Pengukuran tekanan, temperatur, serta pemodelan reservoir berperan penting untuk menjamin konektivitas antar sumur, efisiensi aliran fluida, dan mencegah risiko seperti gempa buatan atau penurunan tekanan drastis. Interpretasi log sumur juga digunakan untuk memperkirakan kondisi batuan dan fluida di kedalaman tertentu.

Penutup: Mendorong Masa Depan Energi Bersih

Dengan dukungan teknologi EGS, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperluas pemanfaatan energi panas bumi, bahkan di wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau oleh teknologi konvensional. EGS menghadirkan solusi jangka panjang yang bersih, berkelanjutan, dan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Kini saatnya kolaborasi erat antara peneliti, pelaku industri, dan pembuat kebijakan untuk membawa teknologi ini dari laboratorium ke lapangan. Transisi energi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan demi masa depan Indonesia yang lebih hijau dan tangguh terhadap perubahan iklim.

–##–

* Muhamad Fahmi Idris adalah Mahasiswa Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung dengan bidang minat di Geofisika Pertambangan dan Geotermal, Geomekanik, Geoteknik, Eksplorasi Energi. 

Referensi

Aprilina, N. V., Putra, F. J., Golla, G., & Nordquist, G. 3D Static Modeling Update of the Salak Geothermal Field, Indonesia: Earth Science-Defined Conceptual Features and Reservoir Properties for the New Numerical Model.

Byerlee, J.D., 1978. Friction of rocks. Pure Applied Geophysics 116, 615–626. Collettini, C., Trippetta, F., 2007. A slip tendency analysis to test mechanical and structural control on aftershock rupture planes. Earth and Planetary Science Letters 255, 402–413

Cherdasa, J. R. (2017). Analisa geomekanika dan distribusi rekahan pada lapangan panas bumi Awibengkok, Propinsi Jawa Barat, Indonesia (Tesis, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung). Teknik Geologi ITB.

Liu, G., Zhou, C., Rao, Z., & Liao, S. (2021). Impacts of fracture network geometries on numerical simulation and performance prediction of enhanced geothermal systems. Renewable Energy, 171, 492-504.

Morris, A., Ferrill, D. A., & Henderson, D. B. (1996). Slip-tendency analysis and fault reactivation. Geology, 24(3), 275-278.

Nguyen, L. (2021). GeoVision analysis supporting enhanced geothermal systems (EGS). U.S. Department of Energy, Office of Energy Efficiency & Renewable Energy.

Perdana, M. W., Lubis, T. (2021, October 12-13). Reservoir Base Redefinition using Improved Microseismic Events from Tomography Study at Salak Field, Indonesia [Paper presentation]. GEOPHYSICS IN GEOTHERMAL ENERGY – TODAY AND TOMORROW. Jakarta, Indonesia.

Ritchie, H., & Rosado, P. (2017). Fossil fuels. Our World in Data. https://ourworldindata.org/fossil-fuels

Stimac, J., Nordquist, G., Suminar, A., & Sirad-Azwar, L. (2008). An overview of the Awibengkok geothermal system, Indonesia. Geothermics, 37(3), 300-331.

Varhaug, M. (2016). Basic well log interpretation. Oilfield Review. Schlumberger.

Wuri, R. L. (2024, Maret 18). 40% cadangan panas bumi dunia ada di RI, terbanyak di Sumatra dan Jawa. Katadata.co.id. https://katadata.co.id/ekonomi-hijau/energi-baru/65f7c4d0af6a8/40-cadangan-panas-bumi-dunia-ada-di-ri-terbanyak-di-sumatra-dan-jawa