Kisah Inspiratif dari Kemuliaan Yvon Chouinard dan Patagonia

Oleh: Jalal dan Zainal Abidin

“Use business to inspire and implement solutions to the environmental crisis.” ― Yvon Chouinard

Berbisnis Bukan untuk Memerkaya Pemegang Saham

Patagonia adalah nama pegunungan yang merentang di antara Argentina dan Chile di Amerika Selatan.  Namun, mungkin buat kebanyakan orang, nama tersebut lebih identik dengan nama perusahaan dan merk pakaian untuk petualangan di alam terbuka yang serius dalam menegakkan keberlanjutan.  Pada tanggal 14 September 2022, reputasi itu bahkan semakin menguat dan membuatnya menjadi makin terkenal.

Yvon Chouinard, pendiri Patagonia, menyatakan dirinya bukanlah orang yang bercita-cita menjadi pengusaha.  Dia adalah pendaki gunung dan pemanjat tebing yang handal.  Di tahun 1960an dia sudah terkenal di kalangan pendaki lantaran prestasinya.  Buat rekan-rekan terdekatnya, dia dikenal sebagai pembuat alat-alat pendakian yang handal.  Rekan-rekan itulah yang mendorong dia mendirikan perusahaan kecil Chouinard Equipment.

Ketika di tahun 1970 dia berpetualang di Skotlandia, dia tertarik membeli sebuah perusahaan pakaian, lalu dia jadikan sebagai basis produksi pakaian untuk petualangan di alam terbuka, dia beroleh sukses segera.  Lantaran dia melihat peluang untuk menjadikan perusahaan itu benar-benar melayani kebutuhan para pencinta alam, sekaligus menjadi sumber keuangan untuk membiayai petualangan dan projek-projek pelestarian lingkungan, akhirnya di tahun 1973 berdirilah Patagonia.

Patagonia sejak semula didirikan dengan keyakinan bahwa bisnis itu bukanlah untuk memerkaya pemiliknya, melainkan untuk mencapai tujuan mulia (purpose) tertentu, dan dalam hal ini adalah pelestarian lingkungan.  Oleh karena itu, Chouinard tak pernah mengizinkan perusakan lingkungan dilakukan oleh perusahaannya itu.  Tentu saja, dampak lingkungan negatif berkali-kali dia temukan karena perkembangan ilmu pengetahuan.  Tetapi, begitu dia tahu bagaimana memerbaikinya, sesegera itulah Patagonia melakukan perubahan dalam proses produksi.

Filosofi bisnis ini membuat Patagonia menjadi yang terdepan dan terbesar dalam industrinya.  Di belakangnya, mengikut secara ketat adalah merk yang mungkin lebih popular di banyak negara, The North Face.  Perusahaan yang disebut belakangan ini didirikan oleh petualang terkemuka sekaligus sobat kental Chouinard, Douglas Tompkins.  Keduanya berbeda pendekatan, lantaran Tompkins di awalnya lebih memilih jalur ‘tradisional’ membayar dosa.

Tompkins sebagai pebisnis dan konservasionis sangatlah terkenal karena dari keuntungan bisnisnya ia membeli hutan terus-menerus untuk dikonservasi, dan hingga akhir hayatnya di penghujung tahun 2015 memiliki lebih dari 800.000 hektare hutan.  Seluruh hutan privat milik Tompkins itu didonasikan, yang memungkinkan terbangunnya area konservasi permanen seluas 6 juta hektare di Argentina dan Chile.  Sahabat Chouinard ini meninggal pada usia 72 tahun di Pegunungan Patagonia lantaran kecelakaan ketika berkayak yang menyebabkan ia tenggelam di sungai bersuhu sangat dingin.  Chouinard yang ketika itu bersamanya berhasil lolos dari maut.

Berbagai Inisiatif Keberlanjutan

Chouinard tahu persis bahwa industri pakaian secara umum bukanlah industri yang ramah lingkungan.  Sehingga, jalan yang ditempuhnya itu sama sekali tak mudah.  Di dekade 1990an, Patagonia mulai melakukan audit lingkungan atas rantai pasoknya dan mendapati kenyataan bahwa katun yang dipergunakannya ternyata punya dampak negatif jauh lebih besar daripada yang diperkirakan.  Keputusan manajemennya bulat.  Mereka hanya akan memanfaatkan katun organik saja.  Demikian juga ketika kemudian mereka menemukan bahwa beberapa sumber wool yang mereka pergunakan ternyata tidak sesuai standar.  Mereka kemudian memutuskan untuk membuat peternakan sendiri yang bisa memastikan kesejahteraan hewan yang bulunya menjadi sumber bahan pakaian itu.  Semua keputusan itu disandarkan pada audit lingkungan yang mereka lakukan jauh hari sebelum praktik ini menjadi norma.

Di luar berbagai inovasi pada proses produksi yang membuat banyak pihak terkagum-kagum, Patagonia juga memiliki sejumlah inisiatif lain yang tak kalah mengagumkan.  Para pekerja mereka mendapatkan kebebasan yang luar biasa, lagi-lagi jauh sebelum fleksibilitas kerja menjadi tuntutan.  Demikian juga, mereka mulai menggunakan sumber-sumber energi terbarukan ketika kebanyakan perusahaan belum menyadari bahwa penggunaan energi fosil sesungguhnya berdampak buruk pada lingkungan.  Kutipan di awal tulisan ini berasal dari buku Let My People Go Surfing: The Education of a Reluctant Businessman, yang ditulis Chouinard di antaranya untuk memberikan gambaran soal bagaimana perusahaan seharusnya memerlakukan pekerjanya dan lingkungan.

Kalau kebanyakan perusahaan bercita-cita menjual sebanyak mungkin produk, keyakinan bahwa hanya bahan dan proses produksi yang baik saja yang pantas dilakukan telah membatasi jumlah produk yang dihasilkan Patagonia.  Mereka mengedukasi konsumennya untuk tidak terus menerus membeli produk baru yang tak dibutuhkan, menerima reparasi dari mereka, dan bekerjasama dengan mereka untuk menjual kembali pakaian bekas yang masih layak pakai.

Jadi, sejak awal Patagonia telah menjadi perusahaan yang berupaya dengan sungguh-sungguh mendatangkan manfaat terbesar untuk para pemangku kepentingannya.  Mereka kemudian memanfaatkan hasil penjualan dan keuntungannya untuk kampanye politik, kebijakan, dan tindakan yang mendatangkan manfaat kelestarian, restorasi dan regenerasi alam.  Oleh karena itu, perusahaan ini diganjar sertifikat B Corp—sertifikasi paling bergengsi bagi perusahaan yang mau bertanggung jawab sepenuhnya atas atas dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang mereka ciptakan—dengan nilai yang sangat tinggi.

Sejak awal Patagonia didirikan, langkah Chouinard seolah tidak terbendung.  Ada saja yang dilakukannya untuk mengejawantahkan keprihatinannya pada Bumi yang semakin rusak.  Tahun 1985 dia mengenakan aturan ‘pajak Bumi’ sebesar 1% dari nilai penjualan Patagonia untuk mendukung organisasi-organisasi penyelamat lingkungan.  Pada kenyataannya, jumlah yang ia sumbangkan selalu jauh melampaui komitmen itu.  Lantaran banyak yang tertarik mendukung, pada tahun 2002, dia menabalkan gerakan 1% for the Planet untuk mengajak organisasi dan individu terlibat dalam penyelamatan alam dan lingkungan.

Pada ‘hari diskon nasional’ yang dikenal sebagai Black Friday tahun 2011, Patagonia keluar dengan iklan nyeleneh satu halaman penuh di the New York Times.  Alih-alih beriklan dengan ajakan membeli produk, Patagonia justru menyerukan “Don’t buy this jacket” kepada para pelanggannya.  Sebuah ajakan ‘terselubung’ untuk ‘berhenti’ membeli pakaian baru bila tak benar-benar diperlukan.  Iklan itu mengerucut pada reputasi Patagonia hingga sekarang: tampilan selalu klasik, tidak mudah lusuh, dan tahan lama.  Pada beberapa kesempatan sesudahnya, Patagonia memanfaatkan seluruh pendapatannya pada Black Friday untuk membayari gerakan lingkungan.

Patagonia juga sangat serius menangani rantai nilai produknya, sehingga secara keseluruhan berkiblat pada keberlanjutan.  Sejak tahun 1996, semua kapas dalam pakaian mereka adalah 100 persen organik.  Operasi mereka sekarang telah menggunakan 100% energi terbarukan.  Pada tahun 2025, semua jenis serat serat yang digunakan pada produknya akan dihasilkan dari pertanian regeneratif.  Dan komitmen serta pencapaian itu terus dimanfaatkan oleh Patagonia sebagai basis advokasi bahwa perubahan di industri pakaian itu perlu dan bisa dilakukan.

Sementara, program Worn Wear-nya memungkinkan bursa produk Patagonia pascapakai menjadi lini bisnis tersendiri.  Patagonia juga menyediakan layanan perbaikan produk sehingga masih bisa dipakai kembali.  Kelak, apabila sudah tidak bisa lagi dikenakan, maka produk Patagonia akan didaur ulang.  Semua ini adalah komitmen Patagonia yang tidak bisa ditawar lagi.  Patagonia melengkapi 5 tindakan yang ingin dipromosikan, yaitu reduce (mengurangi penggunaan), repair (memperbaiki), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang), dan reimagine (mengimajinasikan ulang)—yang lebih luas daripada 3R yang pada saat ini dikenal orang.

Pada tahun 2018, Pemerintah Trump menurunkan tarif pajak perusahaan di Amerika Serikat, dari 35% menjadi 21%.  Dengan tarif baru itu, Patagonia sesungguhnya mendapatkan tambahan pendapatan sebesar USD10 juta di kocek perusahaan.  Alih-alih menikmatinya, CEO Patagonia, Rose Marcario malah langsung mengumumkan akan mendonasikan sejumlah itu untuk kelompok penyelamat lingkungan.  “Pengurangan pajak tidak berkontribusi terhadap perubahan iklim, sehingga kami menyerahkan dana itu untuk planet ini!” tandas Marcario.  Patagonia memang terkenal sebagai perusahaan yang terus mendesak diberlakukannya pajak yang lebih tinggi kepada perusahaan, dan pajak karbon, untuk mengurangi ketimpangan ekonomi serta menyelesaikan masalah lingkungan.

Sebagai perusahaan yang menganut keberlanjutan, Patagonia memang kerap berseberangan dengan kebijakan-kebijakan pemerintahan AS, terutama ketika cabang eksekutif dan legislatifnya dikuasai Partai Republik.  Bukan saja lobi tentang pajak yang lebih tinggi, melainkan juga aktif melobi aturan yang lebih ketat untuk kinerja dan pelaporan lingkungan.

Karena kekecewaan luar biasa pada Presiden Trump, yang di antaranya membuat AS keluar dari Persetujuan Paris, Patagonia membuat pesan politik paling tegas, bahkan kasar, yang pernah dibuat perusahaan.  Pada bulan September 2020, para konsumen Patagonia bisa membaca pesan “vote the assholes out” yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital di balik keterangan bahan pakaian-pakaian yang dijual di seluruh tokonya.  Buat Patagonia, tindakan Trump yang membahayakan seluruh dunia tak bisa diampuni, dan karena tak perlu ada sopan santun dalam pesan politik anti-Trump dan pengikutnya.

Penyerahan Saham kepada Bumi

Patagonia memang menunjukkan bahwa konsistensi dalam pengelolaan dampak proses produksi, filantropi, dan advokasi politik memang bisa dan harus ditegakkan.  Dengan konsistensi itu, tak pelak, Patagonia kemudian menjadi panutan bagi seluruh industri pakaian bahkan industri-industri lainnya.  Dampak positif Patagonia jauh lebih luas daripada dampak langsungnya kepada para pemangku kepentingan.  Dan, apa yang diumumkan oleh Yvon Chouinard pada tanggal 14 September 2022 lalu menjadikan Patagonia sebagai teladan paling penting dalam keberlanjutan perusahaan.

Pada hari bersejarah itu dia membuktikan bahwa pernyataan tujuan Patagonia, “We’re in the business to save our home planet” itu benar-benar bisa diwujudkan hingga di level yang sulit dibayangkan oleh kebanyakan orang.  Chouinard menyerahkan seluruh kepemilikannya, 100% saham Patagonia yang bernilai USD3 miliar, atau sekitar Rp46,5 triliun, kepada Patagonia Purpose Trust.  Dunia bisnis jelas mustahil akan bisa melupakan tanggal tersebut.  Chouinard tak meninggalkan selembar saham pun buat dirinya, istrinya, maupun kedua anaknya.  Keluarga itu bersepakat bahwa seluruh bisnis yang mendatangkan keuntungan sebesar USD100 juta, atau Rp1,55 triliun itu diserahkan untuk mewujudkan tujuan di atas.  Chouinard menegaskan pada judul suratnya kepada seluruh dunia: “Earth is now our only shareholder.”

Di surat yang menggetarkan itu, Chouinard menegaskan bahwa langkah itu diambil setelah menimbang dua pilihan besar.  Pertama adalah menjual Patagonia kepada investor yang berminat, lalu menggunakan uang hasil penjualannya untuk didonasikan bagi penyelamatan lingkungan.  Sebagai perusahaan yang memimpin pasar di industrinya, jelas Patagonia akan mudah dijual, dengan harga yang sangat menarik.  Tetapi pilihan ini bisa membuat Patagonia tak lagi menegakkan nilai-nilainya, dan para pekerjanya menghadapi kemungkinan diberhentikan.

Kedua, Patagonia bisa menjual sahamnya di pasar saham, alias go public.  Tetapi, kemungkinan bahwa manajemen puncak akan berhadapan dengan tekanan pemegang saham untuk menghasilkan keuntungan jangka pendek yang mengorbankan kinerja jangka panjang dan tanggung jawab sosial perusahaan juga membuat pilihan ini tidak benar-benar cukup baik buat Patagonia yang tak mau mengorbankan tujuannya itu.

Instead of “going public,” you could say we’re “going purpose.” Instead of extracting value from nature and transforming it into wealth for investors, we’ll use the wealth Patagonia creates to protect the source of all wealth.”  Begitu yang ditulis Chouinard sebelum menyatakan bahwa saham itu diserahkan sepenuhnya kepada Patagonia Purpose Trust, dan seluruh keuntungannya akan diserahkan kepada Holdfast Collective yang akan menyalurkannya kepada inisiatif-inisiatif penyelamatan lingkungan yang dipandang akan berkontribusi signifikan mengeluarkan umat manusia dari krisis iklim.

Dengan pilihan yang demikian, tak akan ada perubahan dalam tata cara Patagonia beroperasi, berinvestasi sosial dan beradvokasi untuk kelestarian Bumi.  Benar-benar hanya nama pemiliknya yang berubah.  Untuk menghilangkan keraguan dan suara negatif berbagai pihak yang menganggap bahwa ini adalah upaya PR belaka, atau bahkan upaya penghindaran pajak, Chouinard menegaskan bahwa lantaran pengalihan itu—di mana ia tak menerima sepeser uang pun—ia akan membayar pajak atas donasi tersebut, yang kurang lebih nilainya adalah USD17,5 juta.

Ada banyak pengusaha yang dermawan, yang berjanji menyerahkan sebagian besar hartanya untuk kepentingan filantropis, termasuk yang mengatur strategi agar hartanya berkurang secara signifikan di hari tuanya.  Tapi, perusahaan yang menjalankan bisnis semulia Patagonia tidaklah banyak.  Sehingga, kalau para miliarder itu kerap dianggap melakukan filantropi untuk membayar dosa-dosa lingkungan dan sosialnya selama berbisnis, tak ada yang menuduh Chouinard seperti itu.  Patagonia dan Chouinard benar-benar bisa menjadi teladan.

Dunia bisnis juga bisa berefleksi secara mendalam dari ketidakpercayaan Chouinard kepada kepemilikan saham oleh publik.  Apakah memang benar bila publik memegang saham, maka hasilnya akan selalu kepentingan maksimisasi keuntungan dalam jangka pendek?  Apakah Kapitalisme Pemangku Kepentingan hanya mungkin terwujud ketika kepemilikan dikuasai secara privat oleh para miliarder semulia Chouinard?  Bisakah, para pemegang saham publik secara kolektif menghasilkan keputusan bisnis yang benar-benar positif bagi lingkungan dan masyarakat?

–##–