Pertemuan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) di Stockholm, Swedia telah berakhir minggu lalu (23-26 September). Pertemuan ini dihadiri oleh lebih dari 400 peserta termasuk perwakilan pemerintah, Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengamat dari berbagai organisasi dan mendapatkan perhatian dari seluruh dunia.
Sebagaimana dilaporkan dalam Earth Negotiations Bulletin, pertemuan ini menghasilkan Assestment Report ke-5 (AR5) yang menurut Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan laporan ilmiah terbaik mengenai perubahan iklim, tantangan terbesar yang dihadapi bumi atau “the world’s best science for the world’s biggest challenge.”
AR5 ini semakin menegaskan kesimpulan bahwa manusia adalah penyebab utama perubahan iklim dan pemanasan global. Keyakinan terhadap “anthropogenic climate change” ini meningkat dari 90% pada AR4 menjadi 95% dalam AR5. Menurut IPCC, konsentrasi CO2, metana dan dinitrogen oksida di udara naik dengan pesat dalam 800.000 tahun terakhir. Konsentrasi emisi CO2 naik 40% sejak masa pra- industri. Hal tersebut terutama dipicu oleh emisi pembakaran bahan bakar fosil, disusul oleh emisi dari alih guna lahan.
Laporan AR5 juga menggarisbawahi perubahan kondisi lingkungan di bumi yang meliputi: perubahan besar di benua Arktika dan Antartika, kondisi tanpa es di benua Arktika saat musim panas; meningkatnya frekuensi kejadian iklim dan cuaca ekstrem; naiknya keasaman air laut; dan semakin tingginya prediksi kenaikan permukaan air laut.
Yang terpenting, laporan ini juga memberikan informasi dampak peningkatan emisi CO2 terhadap temperatur di bumi. Menurut IPCC, upaya membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 2°C masih bisa diraih dengan tingkat kesuksesan mencapai 66%. Hal ini akan tercapai jika – dan hanya jika – emisi CO2 kumulatif tidak melampaui 1000 GtC (Giga ton karbon). Manusia telah melepaskan emisi CO2 sebesar 531 GtC, pada 2011, sehingga batas emisi karbon yang tersisa hanya mencapai 469 GtC.
Rekomendasi penting ini diambil dua bulan menjelang Konferensi Perubahan Iklim ke-19 (UNFCCC COP 19) yang akan berlangsung di Warsawa, Polandia. Sekretaris Jenderal PBB juga akan menggelar “Climate Summit” bersama para pemimpin dunia lain pada bulan September 2014.
Tahun lalu, Indonesia menilai Konferensi Perubahan Iklim ke-18 (COP18) di Doha, Qatar berakhir dengan tidak memuaskan. Komitmen negara-negara maju dalam mengurangi emisi dan memberikan bantuan perubahan iklim dianggap sangat kurang.
Kini, harapan untuk tidak mengulangi kegagalan perundingan iklim sebelumnya kembali merebak. Semua rekomendasi di atas diharapkan menjadi pendorong negara-negara yang terlibat dalam UNFCCC untuk beraksi meraih kesepakatan yang ambisius pada 2015 guna mencegah dampak berbahaya dari krisis iklim.
Dalam penutup laporan ini, Achim Steiner, Direktur Eksekutif UNEP menyatakan, “Anda mungkin tidak tahu segalanya (tentang perubahan iklim), tapi Anda tahu apa konsekuensinya jika (dunia) gagal beraksi (mengatasi perubahan iklim).”
Redaksi Hijauku.com
[…] adalah pemicu utama perubahan iklim dan pemanasan global. Data terakhir IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menyebutkan, manusia telah melepaskan emisi CO2 sebesar […]