Laut atau dunia biru sangat sensitif terhadap pencemaran. Pencemaran ini menciptakan zona-zona mati sebagai efek dari peningkatan keasaman air laut. Hal ini terungkap dari hasil penelitian terbaru yang dilakukan di wilayah Pantai Timur Amerika Serikat dan Teluk Meksiko.

Penelitian yang melibatkan tim peneliti di 11 lembaga di AS ini sudah diterbitkan di jurnal Limnology and Oceanography. Tim peneliti mengukur konsentrasi emisi CO2 dan emisi karbon lain di laut guna mengetahui reaksi ekosistem air laut.

“Peningkatan keasaman sangat memengaruhi kehidupan di laut terutama di wilayah sepanjang pantai yang menjadi lokasi pemancingan dan budi daya ikan,” ujar Zhaohui ‘Aleck’ Wang, peneliti dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) yang memimpin penelitian ini.

Peningkatan keasaman ini menurut Wang terjadi akibat penyerapan emisi CO2 dan pembuangan sisa-sisa nutrisi yang berlebihan ke laut yang memicu reaksi kimia, menurunkan level pH, sehingga air laut semakin asam.

Proses ini akan mengganggu pertumbuhan hewan-hewan laut seperti kerang, siput, dan terumbu karang. Spesies-spesies ini semakin sulit untuk membentuk kerang yang melindungi tubuh mereka dari serangan predator. “Semakin tinggi tingkat keasaman air laut, semakin rendah pula saturasi kalsium karbonat – mineral yang diperlukan banyak organisme di laut untuk membentuk kerang atau cangkang mereka. Ini adalah pertanda buruk,” ujar Aleck.

Emisi CO2 memasuki wilayah pantai melalui bermacam cara. Salah satu sumber emisi CO2 terbesar, menurut tim peneliti datang atmosfer. Laut adalah sistem yang menyerap emisi CO2 dalam jumlah yang sangat besar. Saat konsentrasi emisi CO2 di atmosfer terus meningkat dalam 150 tahun terakhir, semakin banyak gas CO2 yang akan diserap oleh air laut.

Sumber kenaikan emisi karbon yang lain adalah dari pembuangan sisa bahan-bahan yang kaya nutrisi dari daratan ke laut. Hujan dan aliran air membawa pupuk kimia atau sisa produk-produk yang dikonsumsi oleh manusia ke laut, melalui aliran sungai atau air tanah. Sisa-sisa nutrisi ini memicu peningkatan aktivitas biologis di laut, seperti merebaknya alga, yang akan mengurangi kadar oksigen dan pada gilirannya akan meningkatkan emisi CO2 dan tingkat keasaman air laut.

“Hal inilah yang sering terjadi di Teluk Meksiko,” ujar Wang. “Sungai Mississippi membuang nitrogen dan nutrisi-nutrisi lain dalam jumlah yang sangat besar ke Teluk, yang memicu pertumbuhan alga dan zat-zat organik. Saat zat-zat organik membusuk, mikroba menyerap oksigen dalam air dan menghasilkan CO2, menciptakan kondisi air laut yang semakin asam.”

Wang dan anggota tim lain memulai penelitian ini sejak 2007 dari atas kapal R/V Ronald H. Brown. Mereka berkeliling dimulai dari Galveston, Texas, ke pantai Florida barat dilanjutkan ke wilayah timur Amerika Serikat guna mengumpulkan sampel di sembilan lokasi pertemuan pantai dan laut dalam dengan jarak hingga 480 km dari bibir pantai.

Saat berlayar, tim peneliti mengukur sampel air laut guna mengetahui jumlah total karbon organik yang terkandung di dalamnya (dissolved inorganic carbon/DIC), yang terdiri dari bahan karbonat, bikarbonat, gas CO2 dan asam karbon. Tim lalu mengukur tingkat alkalinitas (kualitas sifat basa) air laut.

Hasilnya, mereka menyimpulkan, wilayah dengan rasio alkalinitas (dibandingkan dengan DIC) yang tinggi, memiliki risiko lebih rendah terjadi peningkatan keasaman air laut. Sementara wilayah dengan rasio alkalinitas yang rendah akan lebih berisiko mengalami peningkatan keasaman air laut, terutama saat emisi CO2 di wilayah tersebut meningkat.

Redaksi Hijauku.com