Oleh: Dr. Irma Isnafia Arief *

Tuntutan masyarakat terhadap keamanan pangan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan makanan yang bergizi dan sehat.

Namun makanan berpengawet kimiawi saat ini masih banyak dijumpai di pasar. Pengawet kimiawi digunakan masyarakat untuk memperpanjang masa simpan produk pangan mereka. Pengawet kimiawi tersebut diantaranya adalah boraks, formalin yang digunakan pada produk bakso, serta nitrit yang digunakan pada produk sosis.

Menurut laporan Badan POM (2004), boraks ditemukan dalam 78% produk bakso yang beredar di pasaran (60 sampel dari 77 sampel yang dianalisis) dan formalin ditemukan pada produk bakso namun dalam persentase yang lebih rendah (kurang dari 10%).

Hal ini berarti, tingkat keamanan pangan produk bakso yang beredar di pasaran masih sangat rendah bahkan telah masuk dalam tahap membahayakan kesehatan.

Bahan pengawet buatan seperti boraks dan formalin, mempunyai efek samping yang berbahaya karena bersifat toksik dan karsinogenik. Bahan pengawet tersebut akan berakumulasi dalam tubuh memicu kanker dan bisa menyebabkan kematian. Oleh karena itu, bahan pengawet alami yang aman bagi manusia mutlak diperlukan untuk menggantikan bahan pengawet kimiawi.

Salah satu jenis pengawet alami yang telah terbukti aman dan digunakan di 50 negara adalah Nisin. Nisin dihasilkan dari bakteri asam laktat spesies Lactococcus lactis. Indonesia belum banyak menggunakan nisin karena harganya yang cukup mahal dan harus impor.

Pencarian pengawet alami dengan efektivitas yang sama dengan Nisin dan pengawet sintetik manjadi hal penting yang harus dilakukan oleh para peneliti di Tanah Air. Penelitian itu harus mampu diaplikasikan di lapangan.

Penulis berhasil menemukan plantaricin yang berfungsi sebagai bahan pengawet alami yang aman bagi manusia. Plantaricin dihasilkan dari strain Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari daging sapi lokal (Arief, 2011).

Plantaricin disebut sebagai pengawet alami karena dihasilkan oleh bakteri baik (good bacteria) yang merupakan bakteri probiotik yang masuk dalam kategori GRAS (generally recognized as safe) dan bukan hasil rekayasa sintetik (sintesa melalui bahan kimia).

Plantaricin terbukti mampu dihancurkan oleh enzim pencernaan manusia, sehingga saat dikonsumsi, plantaricin tersebut akan hancur menjadi asam amino yang dibutuhkan oleh manusia untuk membangun sel tubuh. Dengan kata lain, plantaricin aman dan tidak menghasilkan senyawa karsinogenik.

Keunggulan plantaricin lainnya adalah daya tahannya terhadap suhu tinggi hingga suhu sterilisasi (120 derajat celcius). Implikasinya, plantaricin dapat digunakan sebagai pengawet pada produk yang mensyaratkan pemanasan tinggi untuk produksinya. Plantaricin juga tahan terhadap asam dan basa, sehingga aplikasinya dalam produk pangan sangat luas.

Penulis berharap, plantaricin indigenus, sebagai bahan pengawet alami asli Indonesia, dapat diterapkan ke produk pangan yang beredar di pasar lokal, khususnya bakso dan sosis daging sapi. Hal ini sangat penting untuk menjamin keamanan pangan dan kesehatan manusia.

-##-

* Dr. Irma Isnafia Arief adalah Staf Pengajar Tetap dan Doktor Ilmu Pangan (Teknologi Hasil Ternak) dari Institut Pertanian Bogor.