Act now - Stephan MoselPerusahaan dinilai masih belum mampu mewujudkan janji menjadi aksi guna menciptakan organisasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kesenjangan (gap) antara janji dan aksi ini terungkap dalam laporan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Global Compact (UNGC) berjudul Global Corporate Sustainability Report 2013 yang dirilis Kamis (5/9).

Laporan yang disusun berdasarkan survei terhadap 2.000 perusahaan di 113 negara ini meneliti strategi, operasi dan budaya ramah lingkungan perusahaan. Dalam laporan ini terungkap, banyak perusahaan yang telah membuat kebijakan, komitmen, menetapkan target untuk beralih menjadi perusahaan yang lebih hijau. Namun perusahaan masih perlu melakukan banyak hal untuk mewujudkannya.

Sebagai contoh, menurut UNGC, sebanyak 65% perusahaan yang disurvei telah memiliki kebijakan hijau yang diciptakan oleh pimpinan perusahaan, namun hanya 35% dari perusahaan tersebut yang memberikan pelatihan pada para manajernya untuk mengintegrasikan kebijakan hijau ini dalam operasi dan strategi mereka.

Menurut UNGC, jumlah perusahaan besar yang berhasil mewujudkan janji/komitmen ramah lingkungan mereka menjadi aksi hijau lebih banyak dibanding perusahaan skala kecil atau menengah. Namun, survei juga menunjukkan, jumlah perusahaan kecil yang berupaya mewujudkan janji hijau mereka juga terus bertambah.

Di perusahaan besar, sistem rantai pasokan seringkali menjadi penghalang dalam mewujudkan komitmen hijau perusahaan ini. Hal ini karena pemasok memiliki standar dan kesadaran atas isu lingkungan dan praktik yang berkelanjutan yang berbeda-beda. Walau perusahaan besar telah menetapkan prasyarat hijau tertentu bagi para pemasoknya, mereka kesulitan untuk menguji kepatuhan mereka terhadap prinsip-prinsip ramah lingkungan.

Kabar baiknya, menurut UNGC, semua orang memiliki semangat menciptakan bumi yang lebih lestari. Sebanyak 70% perusahaan yang masuk dalam daftar UN Global Compact terus berusaha mencapai target PBB dengan menggabungkan strategi dan keahlian bisnis inti mereka dengan investasi sosial.

Perusahaan-perusahaan juga memiliki peluang menjadi solusi menciptakan bumi yang lestari, seperti solusi untuk mengatasi krisis perubahan iklim. Usaha kecil dan menengah menjadi perusahaan yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim. Dan sepertiga bencana alam yang mengancam perusahaan terjadi di Asia.

Tanpa semangat menjadi solusi lingkungan, perusahaan akan terus membebani lingkungan dengan sampah dan polusi mereka. Banyak perusahaan yang saat ini masih terus memroduksi energi kotor dan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Sementara perusahaan lain melakukan deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam.

Tak terbayang nilai kerusakan lingkungan yang kita alami saat ini. Kerusakan lingkungan ini bagai lingkaran setan yang meningkatkan risiko bencana alam. Jika rantai penyebab kerusakan ini tidak dipotong, kemunduran kualitas lingkungan dan kualitas hidup manusia akan terus terjadi.

Saat ini lebih dari 8.000 perusahaan dari 145 negara tergabung dalam UN Global Compact sejak inisiatif ini pertama diluncurkan pada tahun 2000. Tanggung jawab lingkungan akan terus menjadi kunci reputasi perusahaan. Saatnya mengubah janji menjadi aksi, menjadi perusahaan yang mampu jadi solusi bagi bumi.

Redaksi Hijauku.com