Oleh: Jalal

Dame Jane Goodall, primatolog Inggris yang penelitian rintisannya selama puluhan tahun tentang simpanse liar secara fundamental mengubah pemahaman kita tentang kerabat terdekat kita di dunia hewan, meninggal dunia pada usia 91 tahun. Jane Goodall Institute mengonfirmasi bahwa sang pendirinya itu wafat dengan tenang karena sebab alamiah pada hari Rabu, 1 Oktober 2025, di California.  Sang raksasa konservasi itu berpulang di tengah-tengah tur ceramahnya di Amerika Serikat. Dengan semangat advokasinya yang tak pernah padam, bahkan seminggu sebelum berpulang, ia masih berbicara di forum global di New York.

Kalau ia kini biasa ditemui di forum-forum bergengsi, perjalanan Goodall bahkan tidak dimulai di laboratorium yang steril, melainkan di bawah kanopi rimbun hutan yang kini dikenal sebagai Taman Nasional Gombe di Tanzania. Pada Juli 1960, sebagai seorang wanita muda berusia 26 tahun tanpa gelar sarjana dan pelatihan ilmiah formal, ia melangkah ke dunia yang belum terjamah.  Ia ‘Cuma’ membekali diri dengan teropong bekas, buku catatan, dan kesabaran yang luar biasa. Misinya sederhana namun monumental: mengamati simpanse di habitat aslinya, sesuatu yang belum pernah dilakukan secara mendalam sebelumnya oleh siapapun.

Dunia sains saat itu memandang hewan sebagai makhluk yang digerakkan oleh naluri, tanpa emosi atau kepribadian. Namun, Goodall, dengan pikiran terbuka yang didorong oleh mentornya, paleoantropolog Louis Leakey, melihat sesuatu yang berbeda. Ia menolak berbagai konvensi ilmiah yang kaku seperti penomoran subjek penelitiannya. Sebaliknya, ia memberi mereka nama: David Greybeard yang tenang, Goliath sang pejantan alfa, Flo sang ibu pemimpin yang tangguh, dan Fifi putrinya. Dengan melakukan ini, ia memanusiakan mereka, mengakui individualitas mereka dan membuka jalan bagi pemahaman bahwa hewan memiliki kepribadian, pikiran, dan emosi yang kompleks.

Penemuan yang Mengguncang Dunia

Pada November 1960, setelah berbulan-bulan dengan sabar mendapatkan kepercayaan dari para simpanse yang waspada, Goodall menyaksikan sebuah pemandangan yang akan mengirimkan gelombang kejut ke seluruh komunitas ilmiah. Ia melihat David Greybeard tidak hanya menggunakan sehelai rumput untuk memancing rayap dari gundukan tanah, tetapi juga memodifikasi sebuah ranting—mengupas daun-daunnya—untuk menjadikannya alat yang lebih efektif.

Hingga saat itu, kemampuan membuat dan menggunakan alat dianggap sebagai ciri khas eksklusif manusia. Ketika Goodall mengirimkan pengamatannya melalui telegram kepada Leakey, balasan yang diterimanya menjadi begitu legendaris: “Kini kita perlu mendefinisikan ulang arti ‘alat’, mendefinisikan ulang ‘manusia’, atau menerima simpanse sebagai manusia”. Penemuan ini, bersama dengan pengamatannya bahwa simpanse juga berburu dan makan daging, benar-benar mengaburkan batas yang sebelumnya dianggap tegas antara manusia dan seluruh dunia hewan.

Selama lebih dari 60 tahun, penelitian di Gombe—stasiun penelitian lapangan terlama yang terus berjalan di dunia—terus mengungkap kompleksitas kehidupan simpanse. Goodall dan timnya mendokumentasikan ikatan keluarga yang kuat, kegembiraan, kesedihan, dan bahkan sisi gelap dari sifat mereka: agresi brutal dan perang antar-kelompok yang terorganisasi. Ketika Flo, sang ibu pemimpin, meninggal pada tahun 1972, putranya Flint menunjukkan tanda-tanda duka yang mendalam, berhenti makan, dan akhirnya meninggal beberapa minggu kemudian—sebuah bukti mendalam tentang ikatan emosional mereka.

Dari Impian Masa Kecil Menjadi Ikon Global

Lahir sebagai Valerie Jane Morris-Goodall di London pada 3 April 1934, kecintaannya pada hewan dimulai sejak masa kanak-kanak. Terinspirasi oleh buku-buku seperti Doctor Dolittle dan Tarzan of the Apes, ia memimpikan kehidupan di Afrika, hidup di antara satwa liar. Ibunya yang luar biasa, Vanne, memupuk impian ini, menanamkan keyakinan bahwa ia bisa mencapai apa pun jika bekerja keras.

Tak punya uang untuk kuliah, Goodall memilih untuk mengikuti kursus sekretaris dan bekerja sebagai pelayan untuk menabung sedikit demi sedikit.  Tujuannya? Tiket kapal sekali jalan ke Kenya pada tahun 1957. Di sanalah ia bertemu Leakey, yang terkesan dengan hasrat dan kesabarannya yang mendalam. Leakey melihat kualitas yang ia yakini penting untuk seorang peneliti lapangan dan memberinya kesempatan langka untuk pergi ke Gombe. Karena otoritas Inggris bersikeras bahwa seorang wanita muda tidak boleh sendirian hidup di hutan belantara, ibunya menemaninya pada bulan-bulan awal.

Meskipun pada awalnya metode Goodall yang tidak ortodoks itu dikritik oleh beberapa kalangan akademis, popularitasnya meroket setelah ia tampil di sampul majalah National Geographic pada tahun 1963, dan semakin melesat ketika film dokumenter televisi yang popular, Miss Goodall and the Wild Chimpanzees, diputar pada tahun 1965. Leakey juga membantunya mendapatkan tempat di Universitas Cambridge, di mana ia menjadi salah satu dari segelintir orang saja yang pernah diterima sebagai kandidat PhD tanpa gelar sarjana. Ia memperoleh gelar PhD dalam etologi pada tahun 1966, sembilan tahun setelah menginjakkan kaki di Afrika.

Sebuah Panggilan untuk Bertindak

Selama dua puluh tahun berikutnya, Goodall hidup sebagai ilmuwan papan atas.  Titik balik dalam kariernya terjadi pada sebuah konferensi ilmiah tahun 1986. Saat mendengarkan presentasi dari seluruh penjuru Afrika, Goodall dihadapkan pada kenyataan yang mengejutkan: habitat simpanse menghilang dengan cepat, dan populasi mereka menurun drastis.  Kalimatnya kemudian menjadi sangat terkenal “Saya datang ke konferensi sebagai seorang ilmuwan.  Saya pulang sebagai seorang aktivis”.

Sejak saat itu, ia meninggalkan kehidupan penelitian lapangannya yang tenang dan mendedikasikan hidupnya untuk advokasi. Selama hampir 300 hari setahun, ia melakukan perjalanan tanpa henti ke seluruh dunia, menyebarkan pesan harapan dan mendesak tindakan. Ia mendirikan Jane Goodall Institute pada tahun 1977 untuk melanjutkan penelitian dan mendukung konservasi, tetapi sejak titik balik itu institutnya juga sangat aktif dalam advokasi. Demikian pula sifat buku-bukunya—ada lebih dari 30 judul yang ia hasilkan—yang makin kuat sebagai alat advokasi.

Pada tahun 1991, ia meluncurkan program pemuda global, Roots & Shoots, yang kini aktif di hampir 75 negara, memberdayakan generasi muda untuk menciptakan perubahan positif bagi manusia, hewan, dan lingkungan.  Bagi Goodall, konservasi tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan manusia. Ia memelopori pendekatan konservasi yang berpusat pada masyarakat yang mengakui bahwa untuk melindungi satwa liar, kebutuhan masyarakat lokal harus dipenuhi terlebih dahulu.

Atas karyanya yang tak kenal lelah, ia menerima berbagai penghargaan tertinggi dari seluruh dunia, termasuk diangkat menjadi Utusan Perdamaian PBB pada tahun 2002, mendapat gelar bangsawan tertinggi Dame Commander of the Order of the British Empire (DBE) pada tahun 2004, dan menerima Presidential Medal of Freedom dari AS pada awal tahun 2025.

Goodall menikah dua kali. Pernikahan pertamanya adalah dengan bangsawan Belanda yang terkenal sebagai fotografer National Geographic, Baron Hugo van Lawick, pada tahun 1964, yang mendokumentasikan sebagian besar karyanya di Gombe. Mereka memiliki seorang putra, Hugo Eric Louis. Pernikahan keduanya adalah dengan Derek Bryceson, direktur taman nasional Tanzania, pada tahun 1975; ia meninggal karena kanker pada tahun 1980. Van Lawick membuat foto-foto Goodall di lapangan menjadi ikonik, dan Bryceson membuat Gombe resmi menjadi kawasan konservasi dan penelitian yang penting.  Oleh karenanya, kedua figur itu terus mendapat kredit dari Goodall.

Hingga akhir hayatnya, Goodall tetap menjadi pembawa pesan harapan yang teguh di tengah-tengah beragam tantangan, seperti judul buku terakhirnya yang ia tulis bersama Douglas Abrams dan Gail Hudson, The Book of Hope: A Survival Guide for Trying Times.  Ia sering bilang “Setiap individu berarti. Setiap individu memiliki peran untuk dimainkan. Setiap individu bisa membuat perbedaan”. Warisannya tidak hanya terletak pada penemuan-penemuan ilmiah yang mengubah paradigma, tetapi juga pada jutaan kehidupan yang ia sentuh dan generasi baru aktivis di seluruh dunia yang ia inspirasi.  Semuanya dipersatukan oleh harapan akan masa depan yang lebih baik.

Di awal kariernya yang merentang panjang Dame Jane Goodall menunjukkan kepada kita bahwa di balik mata seekor simpanse, kita dapat menemukan cerminan diri kita sendiri.  Hingga akhir hayatnya, ia menunjukkan bahwa dalam pemahaman itu, terletak kunci untuk menyelamatkan bukan hanya mereka dan kita, tetapi juga planet yang kita tinggali bersama mereka dan seluruh penghuni lainnya.

Depok, 3 Oktober 2025